Arsitektur Rumah Tradisional Kota Sungai Penuh
Oleh: Budhi Vrihaspathi Jauhari & Nurul Anggraini Pratiwi
Seperti dengan daerah daerah lain di nusantara, Kota Sungai Penuh merupakan bagian tidak terpisahkan dari suku Kerinci memiliki arsitektur bangunan rumah tempat tinggal yang unik dan spesifik, rumah rumah tradisional suku Kerinci yang mendiami lembah alam Kerinci dibuat berlarik, antara satu bangunan rumah dengan bangunan rumah lainnya saling berhubungan saling bersambung seperti rangkaian gerbong yang memanjang dari arah timur dan barat, menutut garis edar matahari, konstruksi bangunan cukup unik dan rumit karena sistim sambungannya tidak menggunakan besi-paku, akan tetapi menggunakan pasak dan sistim sambung silang berkait.
Konsep Landscape rumah berlarik dapat dibagi berdasarkan konsep ruang makro, ruang meso, dan ruang mikro. Pola rumah berlarik berjejer memanjang dari arah Timur ke arah Barat sambung menyambung antara satu rumah dengan rumah yang bersebelahan hingga membentuk sebuah larik ( deretan). Rumah berlarik di enam luhah Sungai Penuh merupakan salah satu kawasan rumah tradisional berlarik yang terdapat di Kota Sungai Penuh, pada masa lalu pada umumnya di setiap pemukiman/neghoi atau duseung di alam Kerinci terdapat rumah berlarik panjang
Rumah ini menerapkan konsep sumbu vertikal (nilai ketuhanan) dan sumbu horisontal (nilai kemanusiaan). Sumbu vertikal terlihat dari pembagian ruang menjadi tiga bagian, yaitu bagian bawah sebagai kandang ternak, bagian tengah untuk tempat manusia tinggal, dan bagian atas untuk menyimpan benda-benda pusaka. Sedangkan sumbu horisontal dapat dilihat dari pembagian ruang dalam rumah yang tidak bersekat dan saling menyatu antara satu rumah dengan rumah yang saling bersebelahan,hal ini mengandung nilai kemanusiaan yang tinggi.
Pekarangan rumah berlarik yang dibangun dikawasan “Parit Sudut Empat” pada umumnya dimanfaatkan untuk kegiatan menjemur hasil pertanian seperti padi. kopi, dan kayu manis.Pada acara Kenduri Sko halaman rumah berlarik dimanfaatkan untuk berbagai aktifitas pelaksanaan kenduri Sko, dan pada hari hari besar keagamaan biasanya pekarangan dimanfaatkan untuk kegiatan”Melemang” atau memasak Juadah
Umoh laheik jajou (berlarik berjajar),dibangun sambung-menyambung satu dengan yang lainnya sehingga menyerupai gerbong kereta api yang sangat panjang, sepanjang larik atau lorong dusun, dibangun di sisi kiri dan kanan sepanjang jalan. Pada Konstruksi rumah tradisional suku Kerinci daerah Kota Sungai Penuh, tidak terlihat menggunakan fondasi permanen, hanya menggunakan batu ”Sendai” yakni memanfaatkan batu alam yang permukaannya telah dipipihkan, batu sendai ini merupakan penopang tiang tiang rumah berlarik, Pembangunan rumah berlarik tidak menggunakan besi -paku, hanya mengandalkan pasak dan ikatan tambang ijuk.
Dimasa lalu atapnya rumah berlarik ini, berasal dari ijuk yang dijalin, sedangkan dinding rumah berlarik memanfaatkan pelupuh (bambu yang disamak) atau kelukup (sejenis kulit kayu) dan lantainya papan yang di-tarah dengan beliung. Material-material itu tidaklah memberatkan rumah. Umoh laheik ini merupakan tempat tinggal tumbi ( keluarga besar), dengan sistem sikat atau sekat-sekat seperti rumah bedeng. Setiap keluarga menempati satu “sikat” yang terdiri dari kamar, ruang depan, ruang belakang, selasar, dan dapur.
Setiap sikat memiliki dua pintu dan dua jendela, yakni bagian depan dan belakang. Material pintu adalah papan tebal di tarah beliung. Antara sekat sikat terdapat pintu kecil sebagai penghubung. Jendela yang disebut “singap”sekaligus merupakan ventilasi angin dibuat tidak terlalu lebar, tanpa penutup seperti layaknya rumah modern saat sekarang, hanya dibatasi jeruji berukir.
Sementara bagian bawah yang disebut “ umou” sering hanya sebagai gudang tempat menyimpan perkakas pertanian, atau terkadang juga menjadi kandang ternak seperti ayam, itik , , kambing, dan domba. Tak jarang juga dibiarkan kosong melompong menjadi arena tempat bermain anak-anak. Di bagian atas loteng terdapat bumbungan yang
disebut“parra”. Atap di dekat parra itu biasanya dibuat lagi singap kecil yang bisa buka-tutup, yang disebut “pintu ahai” atau pintu hari atau pintu matahari. Di situlah keluarga bersangkutan sering menyimpan “sko” (benda-benda pusaka) keluarga. Di luar rumah, tepatnya di depan pintu, biasanya terdapat beranda panggung kecil yang disebut “palasa”, yang langsung terhubung dengan jenjang atau tangga. Di situ pemilik rumah seringberangin-angin sepulang kerja. Bahkan, tak jarang para tamu pria sering dijamu duduk di atas bangku sambil minum sebuk kawo dan mengisap rokok lintingan daun enau. Bagian halaman depan rumah sering dipenuhi oleh tumpukan batu sungai sebagai teras sehingga rumah terkesan tidak berpekarangan
Pekarangan rumah keluarga tersebut sebenarnya berada di halaman belakang yang biasanya sangat luas dan panjang. Model dan konstruksi arsitektur rumah tradisional Kerinci mencerminkan betapa masyarakat sangat mengutamakan semangat kekerabatan, kebersamaan, dan kegotongroyongan dalam kehidupannya sebagai falsafah pegangan hidup manusia sebagai makhluk sosial.
Dinding rumah bagian depan menghadap ke halaman dibuat miring, ada juga tegak lurus. Rumah tradisional yang disebut “umouh lahek jajou” merupakan rumah panggung yang mempunyai ruang kosong dibagian bawah (kolong) rumah yang disebut “bawouh Umou”. Untuk memasuki rumah harus menaikki tangga bertakuk yang disebut ” Tanggoa Janteang” atau tanggu betino
Tiang tiang rumah panggung berlarik yang ada di dusun dusun bersisi delapan dan terdapat ukiran ukiran bermotif padma gaya lokal, Setiap komponen rumah mempunyai pengertian /falsafah kehidupan masyarakat. pintu rumah terbuat dari selembar papan lebar dan tebal dan dihiasi ukiran stilir matahari. Konstruksi atap rumah tradisional dinamakan ”Lipak Pandang” (Lipat Pandan, Pen).pemakaian istilah ini diambil dari nama daun tumbuh tumbuhan yakni daun pandan (pandanus) yang biasa dipakai sebagai bahan materal anyaman.Secara alami daun pandan secara alamiah pada batangnya ¼ bahagian dari ujung,dan membentuk segi tiga yang seimbang seperti rumah tradisional suku Kerinci.
Rumah rumah tradisional yang tersisa di Kota Sungai Penuh hanya tinggal beberapa buah, dan rumah rumah tradisional tersebut terhimpit oleh bangunan bangunan baru dengan arsitektur modren, rumah kuno yang tersisa terdapat di Dusun Baru (2 unit relatif utuh) di Dusun Sungai Penuh (1 Unit relatif utuh) Pondok Tinggi relatif banyak tersisa meski telah mengalami perobahan dan perbaikkan akan tetapi masih mempertahankan keaslian, beberapa diantaranya ditinggalkan penghuni dan semakin tergerus dimakan usia,secara umum bangunan rumah tradisional suku Kerinci daerah Kota Sungai Penuh “Nyaris “punah
Rumah tradisional yang ada di Kota Sungai Penuh pada umumnya memiliki tipe empat persegi panjang dan berbentuk rumah panggung, antara satu bangunan rumah merupakan sebuah rangkaian yang tidak terpisahkan, untuk melakukan komunikasi dan saling berintegrasi dengan para tetangga pada masa lalu mereka cukup membuka pintu penghubung yang menghubungkan satu rumah dengan rumah lainnya. Setiap larik dihuni oleh beberapa Keluarga yang disebut Tumbi, gabungan beberapa tumbi disebut Kalbu, setiap Kalbu di pimpin oleh seorang Nenek mamak
Setiap rumah memiliki ukuran sekitar 8×6 meter yang dihuni satu keluarga, untuk menghindari ancaman binatang buas, nenek moyang membangun rumah dengan konstruksi rumah panggung, dan bentuk bagian bangunan rumah larik merupakan satu kesatuan utuh yang saling berhubungan dengan pembagian sebagai berikut: 1. Bubungan atap. 2 Dinding,3. Pintu Jendela.4. Tiang.5 Lantai.6 Tangga
Secara khusus rumah tradisional suku Kerinci yang terdapat di dusun dusun dalam Kota Sungai Penuh dibuat atas dua bagian yang terpisah yakni: bagian utama atau bawah teridiri dari tiang tiang besar dan bagian atas terdiri dari tiang tiang bubung dan kasau atap. Keyaqinan masyarakat kuno suku Kerinci yang mempercayai kehidupan terdiri atas dua bagian yakni kehidupan dunia atas yang dinamai”Maliyu” dan dunia bawah yang dinamai”Marena”,keduanya merupakan sisi terpisah. Dunia atas lazim disebut”Langaik” atau langit.dan dunia bawah disebut”Gumui” atau bumi merupakan hal terpisah. Dunia diatas menurut kepercayaan masyarakat kuno Suku Kerinci merupakan tempat bermukimnya roh roh nenek moyang, Dewa dewa, Mambang dan Peri, sedangkan dunia bawah merupakan tempat pemukiman Manusia,Fauna dan Flora.
Pada umumnya di dusun dusun tradisional disamping memiliki rumah rumah berlarik terdapat rumah rumah ibadah Masjid/Surau dengan atap berbentuk Limas Tumpang Tiga atau Tumpang Dua dan dipuncaknya terdapat”Mustaka” yang terbuat dari baru,dan secara umum pada bangunan terdapat ukiran/ornament bermotif Fatma(Flora) dan geometris,akan tetapi bangunan bangunan sarana Ibadah Masjid/Surau sebagian besar telah rubuh dimakan usia atau mengalami pergantian material bangunan dan di beberapa pemukiman tradisional biasanya terdapat”Cungkup Tabuh Larangan”yang berbentuk rumah akan tetapi tidak memiliki dinding,dan bangunan cungkup diberi atap dan tiang tiang penyangga bangunan terdapat motive ukiran khas suku Kerinci, Cungkup ini berfungsi untuk melindungi Tabuh Larangan dari terik matahari dan rembesan air hujan.,Tabuh Larangan merupakan alat untuk pemberitahuan atas masalah yang terjadi di dalam dusun atau tanda pemberi peringatan adanya bencana alam
Di dalam dusun dusun tradisional di Kota Sungai Penuh biasanya terdapat ” Pulo Neghoi” (Pulau negeri,Pen) merupakan bangunan batu alam tegak yang berada ditengah tengah dusun,konon pada masa lalu dikawasan “Pulo Neghoi” dimanfaatkan untuk kegiatan upacara ritual’tari asyek”,dan sejak masuknya agama Islam upacara ritual “tari asyek” secara perlahan lahan mengalami pergeseran, karena dipandang tidak sesuai dengan ajaran dan kebudayaan agama Islam
Bangunan lain yang terdapat di dalam dusun dusun tradisional adalah”makam nenek moyang atau “ Jirat Nenek”yang berbentuk miniatur rumah yang didalamnya terdapat makam/jirat nenek moyang, pada masa lalu atap bangunan terbuat dari atap ijuk, dan saat ini bangunan jirat hanya terdapat beberapa buah yang masih dirawat oleh masyarakat, diantaranya terdapat di Sungai Penuh, Kumun Mudik, Debai, Pondok Tinggi, Koto Tengah Koto Lolo,Koto Bento,dll
Dalam arsitektur tradisional yang terwujud dalam bangunan Masjid Agung Pondok Tinggi, dan bangunan rumah rumah tradisional memiliki berbagai ragam nilai nilai kearifan lokal, Bangunan Mesjid Agung yang dibangun hampir 2 abad yang lalu yang dibangun dengan menggunakan bahan material alam yang tersedia di Kota Sungai Penuh dan arsitek perancang dan pelaksana pembangunan Mesjid telah menunjukkan betapa tingginya daya cipta dan daya kreatif masyarakat di Pondok Tinggi pada waktu itu,meski dengan menggunakan sarana dan prasarana terbatas masyarakat telah mampu mewujudkan sebuah bangunan yang Agung.megah dan bernilai seni tinggi.
Nilai nilai kekeluargaan yang erat dan sifat kegotong royongan dan rasa kesaatuan dan persatuan tinggi telah menunjukkan bahwa mereka telah mampu mewujudkan sebuah bangunan yang saat itu sangat sulit untuk di wujudkan.Masyarakat suku Kerinci( Kota Sungai Penuh Propinsi Jambi sejak masa lampau telah mengenal berbagai bentuk ragam hias,secara umum ukiran yang terdapat di rumah rumah “Laheik Jajou” (berlarik berjajar,Pen) dan ukiran pada bangunan sarana ibadah bercorak tumbuh tumbuhan atau bermotif vegetative, ukiran yang ada terlihat memiliki garis garis sederhana seperti relung, patran, benangan sedikit rancapan dan terawang, bentuk ukiran ini seolah olah berlapis sulur menyulur dalam bentuk garis berhubungan, dan masyarakat setempat menyebutkan “lampit simpea” atau dikenal dengan istilah pilin berganda.
Pada ukiran yang terdapat pada bangunan tradisional corak anyaman terlihat selalu ada pada setiap objek,sedangkan pada bentuk geometris juga merupakan garis yang saling berhubungan,untuk sebutan daerah nama ukiran antara lain dinamai si mato arai,,mbun buntal.nanguri lahat,si giring giring,ketadu daun,teratai bindui,keluk paku,kacang belimbing,setiap bentuk.motive yang ada memiliki makna filosofis tersendiri,misalnya ukiran teratai bindui yang terdapat pada tiang rumah bermakna kesucian jiwa dan niat yang baik, Diantara ragam hias lain yang tumbuh dan berkembang itu adalah
• – KelukPaku kacang Belimbing> artinya Anak di Pangku,
• – Kemenakan dibimbing Relung kangkung>patah tumbuh hilang berganti/kerja yang tiada mengenal lelah
• – Pilin Ganda (berbentuk abjad S )> setiap sesuatu saling ketergantungan dan saling membutuhkan
• – Ragam Hias Turqi( auraka) dalam bentuk daun daun yang berjurai
• – Ragam Hias Kaff wa darj> berbentuk garis garis melengkung
• – Ragam Arabes( Zuchrufil-Arabi)>berbentuk anting anting daun dan bunga
• – Ragam Tampouk klapo,Ragam Selampit empat, Selampit jalein due
• – Motibe Bungea Matoharai( Bunga Matahari)
• – Ragam hias Gadoeing Gajeah( Gading Gajah)
• – Ragam Cino sebatang, samang beradu punggoun, Mentade belage
• – Ragam bungea betirai, ragam motive relung, dll.
Pada dasarnya semua ukiran pada masa lalu tidak diwarnai, diduga pada saat itu di alam Kerinci(Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci) belum memiliki bahan bahan zat pewarna untuk media material bangunan kayu/ papan .belakangan ini akibat dampak perkembangan zaman dan tekhnologi, arsitektur tradisional suku Kerinci khususnya di Kota Sungai Penuh semakin tergerus dan mengalami perubahan, manusia sebagai penggerak utama perubahan semakin terdesak oleh alam dan lingkungannya, berbagai pengaruh tekhnologi dan tuntutan perubahan zaman membuat arsitektur bangunan rumah asli di Kota Sungai Penuh semakin tergeser dan terpinggirkan, dan di khawatirkan untuk abad mendatang arsitektur tradisional bangunan di Kota Sungai Penuh akan punah dan akan menjadi kenangan masa lalu.
Bilik Padi
Sebagian besar (97 %) masyarakat tradisional (pendnduk asli) Kota Sungai Penuh menggantungkan hidup pada sektor pertanian dengan perioritas mengekerjakan lahan persawahan yang diwarisi secara turun temurun,pengolahan lahan persawahan pada masa lampau dilakukan secara manual dengan “memangkoa” ( mencangkul) lahan sawah,setelah lahan dicangkul untuk beberapa minggu dibiarkan dan selanjutnya setelah jerami/rumput membusuk lahan yang telah di cangkul selanjutnya dilakukan kegiatan “Maleik” yakni mencangkul kembali sampai tanah dilokasi persawahan menjadi halus dan rata hingga siap untuk ditanami.
Dimasa lalu masyarakat melakukan kegiatan bersawah dalam satu tahan untuk satu kali masa tanam,rata rata umur padi pada masa itu sekitar 6 bulan. Apabila padi telah menguning,berarti saat panen telah tiba,menunai padi menggunakan alat yang disebut”tuai”,alat ini terbuat dari kayu dan besi yang biasanya alat tuai ini dibuat sendori oleh petani.
Hasil Panen diangkut dengan alat yang disebut “Jangki”,Jangki terbuat dari rotan yang dianyam sedemikian rupa berfungsi sebagai wadah yang dapat membawa(dengan cara di gendong) dan dapat membawa padi seberat 30 Kg-40 Kg,pada era tahun 1970 an -1980 an padi padi diangkut dengan alat angkut Gerobak”Nton” yang ditarikoleh hewan Jawi( sapi)
Padi yang diangkut dari sawah dibawa kerumah dan di jemur dibawah terik matahari dengan alas”Umbaing”setelah padi padi kering dimasukkan kedalam rumah padi yang disebut “Biliek Padoi” Bilik padi ini merupakan tempat menyimpan padi dan merupakan warisan nenek moyang yang digunakan untukkepentingan bersama dalam “Tumbi “ atau satu kelompok angggota keluarga terdekat..
Bilik bilik padi ini berbentuk rumah dengan ukuran panjang dan lebar disesuaikan dengan daya tamping hasil panen yang diperoleh. Blik padi dibangun dengan menggunakan jenis kayu yang berkualitas dengan tiang tiang dan pondasi yang kokoh,biasanya pada tiang dan dinding dibuat ukiran ukiran bermotifkan patma.Lokasi bangunan bilik berada dalam lingkungan laheik atau duseoun dalam parit bersudut empat.
Padi yang disimpan di dalam bilik biasnya digunakan sebagai stok atau penyangga ketahanan pangan untuk jangka waktu untuk satu kali masa panen,dan padi di dalam bilik padi baru dimanfaatkan pada saat dibutuhkan atau sebaai persiapan bagi para kerabatb yang membutuhkan.
Masyarakat Kota Sungai Penuh memiliki jenis padi local untuk dikonsumsikan,jenis padi yang ditanah oleh masyarakat suku Kerinci daerah Kota Sungai penuh diantaranya adalah jenis padi:
1. Padi Silang serukuo
2. Padi ekor tupai
3. Padi Payoa
4. Padi Silang rantai
5. Padi Pulut(Padi Ketan) yang terbagi dalam:
• – Padi pulut senja (warna Kuning tua)
• – Padi pulut ahang/itang (warna hitam)
• – Padi pulut Sagu( warnanya seperti padi biasa.
Arsitektur trradisional suku Kerinci Daerah Kota Sungai Penuh termasuk bangunan Mesjid Agung Pondok Tinggi, rumah rumah larik dan Bilik Padi yang ada di Kota Sungai Penuh merupakan salah satu identitas yang mampu memberikan gambaran tentang tingkat kehidupan masyarakat di Kota Sungai Penuh pada masa lalu, Dalam arsitektur tradisional terkandung secara terpadu wujud ideal,wujud sosial dan wujud material suatu kebudayaan,karena wujud wujud kebudayaan itu dihayati dan diamalkan,maka melahirkan rasa bangga dan rasa cinta bagi masyarakat pendukungnya.
Dalam arsitektur tradisional yang terwujud dalam bangunan Mesjid Agung Pondok Tinggi ,bangunan rumah rumah tradisional dan Bilik Bilik Padf memiliki berbagai ragam nilai nilai kearifan lokal,Bangunan Masjid Agung Pondok Tinggi yang dibangun 2 abad yang lalu yang dibangun dengan menggunakan bahan materialalam yang tersedia di Kota Sungai Penuh dan arsitek perancang dan pelaksana pembangunan Mesjid telah menunjukkan betapa tingginya daya cipta dan daya kreatif masyarakat di Pondok Tinggi pada waktu itu,meski dengan menggunakan sarana dan prasarana terbatas masyarakat telah mampu mewujudkan sebuah bangunan yang Agung.megah dan bernilai seni tinggi.
Nilai nilai kekeluragaan yang erat dan sifat kegotong royongan dan rasa kesaatuan dan persatuan tinggi telah menunjukkan bahwa mereka telah mampu mewujudkan sebuah bangunan yang saat itu sangat sulit untu Belakangan ini akibat dampak perkembangan zaman dan tekhnologi, arsitektur tradisional suku Kerinci khususnya di Kota Sungai Penuh semakin tergerus dan mengalami perubahan,manusia sebagai penggerak utama perubahan semakin terdesak oleh alam dan lingkungannya,berbagai pengaruh tekhnologi dan tuntutan perubahan zaman membuat arsitektur bangunan rumah aslidi Kota Sungai Penuh semakin tergeser dan terpinggirkan,dan di khawatirkan untuk abad mendatang arsitektur tradisional bangunan di Kota Sungai Penuh akan punah dan akan menjadi kenangan masa lalu.
Sebuah harapan dari kalangan budayawan dan seniman agar Pemerintah segera turun tangan untuk menyelamat dan merawat aset aset bangunan arsitektur tradisional yang masih tersisa, diantara sisa sisa bangunan berarsitektur tradisional yang terancam tergeru ialah Bangunan Mesjid Agung Pondok Tinggi yang mulai mengalami kerusakan akibat dampak pengaruh alam , disamping Mesjid Agung Pondok Tinggi, terdapat beberapa rumah rumah tradisional asli kota Sungai Penuh yang masih tersisa di Dusun Baru, sebuah rumah tua di Rio Jayo Sungai Penuh, sebuah bilik padi di pasar Sungai Penuh, dan di Koto Bento dan beberapa rumah rumah tua yang masih tersisa di sejumlah dusun dusun.
Pemerintah dalam hal ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan perlu segera menginventarisasi dan melakukan pemugaran terhadap bangunan bangunan arsitektur tradisional yang masih tersisa seperti Mesjid Agung Pondok Tinggi,rumah rumah tua ,bilik bilik padi dan beduk beduk/tabuh yang semakin lapuk.
Arsitektur Rumah Tradisional Kota Sungai Penuh berita bentrok uin alauddin makassar arsitektur tradisional bali
Seperti dengan daerah daerah lain di nusantara, Kota Sungai Penuh merupakan bagian tidak terpisahkan dari suku Kerinci memiliki arsitektur bangunan rumah tempat tinggal yang unik dan spesifik, rumah rumah tradisional suku Kerinci yang mendiami lembah alam Kerinci dibuat berlarik, antara satu bangunan rumah dengan bangunan rumah lainnya saling berhubungan saling bersambung seperti rangkaian gerbong yang memanjang dari arah timur dan barat, menutut garis edar matahari, konstruksi bangunan cukup unik dan rumit karena sistim sambungannya tidak menggunakan besi-paku, akan tetapi menggunakan pasak dan sistim sambung silang berkait.
Konsep Landscape rumah berlarik dapat dibagi berdasarkan konsep ruang makro, ruang meso, dan ruang mikro. Pola rumah berlarik berjejer memanjang dari arah Timur ke arah Barat sambung menyambung antara satu rumah dengan rumah yang bersebelahan hingga membentuk sebuah larik ( deretan). Rumah berlarik di enam luhah Sungai Penuh merupakan salah satu kawasan rumah tradisional berlarik yang terdapat di Kota Sungai Penuh, pada masa lalu pada umumnya di setiap pemukiman/neghoi atau duseung di alam Kerinci terdapat rumah berlarik panjang
( Potret rumah tradisional suku Kerinci daerah Kota Sungai Penuh)
Rumah ini menerapkan konsep sumbu vertikal (nilai ketuhanan) dan sumbu horisontal (nilai kemanusiaan). Sumbu vertikal terlihat dari pembagian ruang menjadi tiga bagian, yaitu bagian bawah sebagai kandang ternak, bagian tengah untuk tempat manusia tinggal, dan bagian atas untuk menyimpan benda-benda pusaka. Sedangkan sumbu horisontal dapat dilihat dari pembagian ruang dalam rumah yang tidak bersekat dan saling menyatu antara satu rumah dengan rumah yang saling bersebelahan,hal ini mengandung nilai kemanusiaan yang tinggi.
Pekarangan rumah berlarik yang dibangun dikawasan “Parit Sudut Empat” pada umumnya dimanfaatkan untuk kegiatan menjemur hasil pertanian seperti padi. kopi, dan kayu manis.Pada acara Kenduri Sko halaman rumah berlarik dimanfaatkan untuk berbagai aktifitas pelaksanaan kenduri Sko, dan pada hari hari besar keagamaan biasanya pekarangan dimanfaatkan untuk kegiatan”Melemang” atau memasak Juadah
Umoh laheik jajou (berlarik berjajar),dibangun sambung-menyambung satu dengan yang lainnya sehingga menyerupai gerbong kereta api yang sangat panjang, sepanjang larik atau lorong dusun, dibangun di sisi kiri dan kanan sepanjang jalan. Pada Konstruksi rumah tradisional suku Kerinci daerah Kota Sungai Penuh, tidak terlihat menggunakan fondasi permanen, hanya menggunakan batu ”Sendai” yakni memanfaatkan batu alam yang permukaannya telah dipipihkan, batu sendai ini merupakan penopang tiang tiang rumah berlarik, Pembangunan rumah berlarik tidak menggunakan besi -paku, hanya mengandalkan pasak dan ikatan tambang ijuk.
Dimasa lalu atapnya rumah berlarik ini, berasal dari ijuk yang dijalin, sedangkan dinding rumah berlarik memanfaatkan pelupuh (bambu yang disamak) atau kelukup (sejenis kulit kayu) dan lantainya papan yang di-tarah dengan beliung. Material-material itu tidaklah memberatkan rumah. Umoh laheik ini merupakan tempat tinggal tumbi ( keluarga besar), dengan sistem sikat atau sekat-sekat seperti rumah bedeng. Setiap keluarga menempati satu “sikat” yang terdiri dari kamar, ruang depan, ruang belakang, selasar, dan dapur.
Setiap sikat memiliki dua pintu dan dua jendela, yakni bagian depan dan belakang. Material pintu adalah papan tebal di tarah beliung. Antara sekat sikat terdapat pintu kecil sebagai penghubung. Jendela yang disebut “singap” sekaligus merupakan ventilasi angin dibuat tidak terlalu lebar, tanpa penutup seperti layaknya rumah modern saat sekarang, hanya dibatasi jeruji berukir.
Sementara bagian bawah yang disebut “ umou” sering hanya sebagai gudang tempat menyimpan perkakas pertanian, atau terkadang juga menjadi kandang ternak seperti ayam, itik , , kambing, dan domba. Tak jarang juga dibiarkan kosong melompong menjadi arena tempat bermain anak-anak. Di bagian atas loteng terdapat bumbungan yang
disebut“parra”. Atap di dekat parra itu biasanya dibuat lagi singap kecil yang bisa buka-tutup, yang disebut “pintu ahai” atau pintu hari atau pintu matahari. Di situlah keluarga bersangkutan sering menyimpan “sko” (benda-benda pusaka) keluarga. Di luar rumah, tepatnya di depan pintu, biasanya terdapat beranda panggung kecil yang disebut “palasa”, yang langsung terhubung dengan jenjang atau tangga. Di situ pemilik rumah seringberangin-angin sepulang kerja. Bahkan, tak jarang para tamu pria sering dijamu duduk di atas bangku sambil minum sebuk kawo dan mengisap rokok lintingan daun enau. Bagian halaman depan rumah sering dipenuhi oleh tumpukan batu sungai sebagai teras sehingga rumah terkesan tidak berpekarangan
Pekarangan rumah keluarga tersebut sebenarnya berada di halaman belakang yang biasanya sangat luas dan panjang. Model dan konstruksi arsitektur rumah tradisional Kerinci mencerminkan betapa masyarakat sangat mengutamakan semangat kekerabatan, kebersamaan, dan kegotongroyongan dalam kehidupannya sebagai falsafah pegangan hidup manusia sebagai makhluk sosial.
Dinding rumah bagian depan menghadap ke halaman dibuat miring, ada juga tegak lurus. Rumah tradisional yang disebut “umouh lahek jajou” merupakan rumah panggung yang mempunyai ruang kosong dibagian bawah (kolong) rumah yang disebut “bawouh Umou”. Untuk memasuki rumah harus menaikki tangga bertakuk yang disebut ” Tanggoa Janteang” atau tanggu betino
Tiang tiang rumah panggung berlarik yang ada di dusun dusun bersisi delapan dan terdapat ukiran ukiran bermotif padma gaya lokal, Setiap komponen rumah mempunyai pengertian /falsafah kehidupan masyarakat. pintu rumah terbuat dari selembar papan lebar dan tebal dan dihiasi ukiran stilir matahari. Konstruksi atap rumah tradisional dinamakan ”Lipak Pandang” (Lipat Pandan, Pen).pemakaian istilah ini diambil dari nama daun tumbuh tumbuhan yakni daun pandan (pandanus) yang biasa dipakai sebagai bahan materal anyaman.Secara alami daun pandan secara alamiah pada batangnya ¼ bahagian dari ujung,dan membentuk segi tiga yang seimbang seperti rumah tradisional suku Kerinci.
Rumah rumah tradisional yang tersisa di Kota Sungai Penuh hanya tinggal beberapa buah, dan rumah rumah tradisional tersebut terhimpit oleh bangunan bangunan baru dengan arsitektur modren, rumah kuno yang tersisa terdapat di Dusun Baru (2 unit relatif utuh) di Dusun Sungai Penuh (1 Unit relatif utuh) Pondok Tinggi relatif banyak tersisa meski telah mengalami perobahan dan perbaikkan akan tetapi masih mempertahankan keaslian, beberapa diantaranya ditinggalkan penghuni dan semakin tergerus dimakan usia,secara umum bangunan rumah tradisional suku Kerinci daerah Kota Sungai Penuh “Nyaris “punah
Rumah tradisional yang ada di Kota Sungai Penuh pada umumnya memiliki tipe empat persegi panjang dan berbentuk rumah panggung, antara satu bangunan rumah merupakan sebuah rangkaian yang tidak terpisahkan, untuk melakukan komunikasi dan saling berintegrasi dengan para tetangga pada masa lalu mereka cukup membuka pintu penghubung yang menghubungkan satu rumah dengan rumah lainnya. Setiap larik dihuni oleh beberapa Keluarga yang disebut Tumbi, gabungan beberapa tumbi disebut Kalbu, setiap Kalbu di pimpin oleh seorang Nenek mamak
Setiap rumah memiliki ukuran sekitar 8×6 meter yang dihuni satu keluarga, untuk menghindari ancaman binatang buas, nenek moyang membangun rumah dengan konstruksi rumah panggung, dan bentuk bagian bangunan rumah larik merupakan satu kesatuan utuh yang saling berhubungan dengan pembagian sebagai berikut: 1. Bubungan atap. 2 Dinding,3. Pintu Jendela.4. Tiang.5 Lantai.6 Tangga
Secara khusus rumah tradisional suku Kerinci yang terdapat di dusun dusun dalam Kota Sungai Penuh dibuat atas dua bagian yang terpisah yakni: bagian utama atau bawah teridiri dari tiang tiang besar dan bagian atas terdiri dari tiang tiang bubung dan kasau atap. Keyaqinan masyarakat kuno suku Kerinci yang mempercayai kehidupan terdiri atas dua bagian yakni kehidupan dunia atas yang dinamai”Maliyu” dan dunia bawah yang dinamai”Marena”,keduanya merupakan sisi terpisah. Dunia atas lazim disebut”Langaik” atau langit.dan dunia bawah disebut”Gumui” atau bumi merupakan hal terpisah. Dunia diatas menurut kepercayaan masyarakat kuno Suku Kerinci merupakan tempat bermukimnya roh roh nenek moyang, Dewa dewa, Mambang dan Peri, sedangkan dunia bawah merupakan tempat pemukiman Manusia,Fauna dan Flora.
Pada umumnya di dusun dusun tradisional disamping memiliki rumah rumah berlarik terdapat rumah rumah ibadah Masjid/Surau dengan atap berbentuk Limas Tumpang Tiga atau Tumpang Dua dan dipuncaknya terdapat”Mustaka” yang terbuat dari baru,dan secara umum pada bangunan terdapat ukiran/ornament bermotif Fatma(Flora) dan geometris,akan tetapi bangunan bangunan sarana Ibadah Masjid/Surau sebagian besar telah rubuh dimakan usia atau mengalami pergantian material bangunan dan di beberapa pemukiman tradisional biasanya terdapat”Cungkup Tabuh Larangan”yang berbentuk rumah akan tetapi tidak memiliki dinding,dan bangunan cungkup diberi atap dan tiang tiang penyangga bangunan terdapat motive ukiran khas suku Kerinci, Cungkup ini berfungsi untuk melindungi Tabuh Larangan dari terik matahari dan rembesan air hujan.,Tabuh Larangan merupakan alat untuk pemberitahuan atas masalah yang terjadi di dalam dusun atau tanda pemberi peringatan adanya bencana alam
Di dalam dusun dusun tradisional di Kota Sungai Penuh biasanya terdapat ” Pulo Neghoi” (Pulau negeri,Pen) merupakan bangunan batu alam tegak yang berada ditengah tengah dusun,konon pada masa lalu dikawasan “Pulo Neghoi” dimanfaatkan untuk kegiatan upacara ritual’tari asyek”,dan sejak masuknya agama Islam upacara ritual “tari asyek” secara perlahan lahan mengalami pergeseran, karena dipandang tidak sesuai dengan ajaran dan kebudayaan agama Islam
Bangunan lain yang terdapat di dalam dusun dusun tradisional adalah”makam nenek moyang atau “ Jirat Nenek” yang berbentuk miniatur rumah yang didalamnya terdapat makam/jirat nenek moyang, pada masa lalu atap bangunan terbuat dari atap ijuk, dan saat ini bangunan jirat hanya terdapat beberapa buah yang masih dirawat oleh masyarakat, diantaranya terdapat di Sungai Penuh, Kumun Mudik, Debai, Pondok Tinggi, Koto Tengah Koto Lolo,Koto Bento,dll
(Pulo Neghoi/ pusat negeri/dusun dan Jirat nenek moyang)
Dalam arsitektur tradisional yang terwujud dalam bangunan Masjid Agung Pondok Tinggi, dan bangunan rumah rumah tradisional memiliki berbagai ragam nilai nilai kearifan lokal, Bangunan Mesjid Agung yang dibangun hampir 2 abad yang lalu yang dibangun dengan menggunakan bahan material alam yang tersedia di Kota Sungai Penuh dan arsitek perancang dan pelaksana pembangunan Mesjid telah menunjukkan betapa tingginya daya cipta dan daya kreatif masyarakat di Pondok Tinggi pada waktu itu,meski dengan menggunakan sarana dan prasarana terbatas masyarakat telah mampu mewujudkan sebuah bangunan yang Agung.megah dan bernilai seni tinggi.
Nilai nilai kekeluargaan yang erat dan sifat kegotong royongan dan rasa kesaatuan dan persatuan tinggi telah menunjukkan bahwa mereka telah mampu mewujudkan sebuah bangunan yang saat itu sangat sulit untuk di wujudkan.Masyarakat suku Kerinci( Kota Sungai Penuh Propinsi Jambi sejak masa lampau telah mengenal berbagai bentuk ragam hias,secara umum ukiran yang terdapat di rumah rumah “Laheik Jajou” (berlarik berjajar,Pen) dan ukiran pada bangunan sarana ibadah bercorak tumbuh tumbuhan atau bermotif vegetative, ukiran yang ada terlihat memiliki garis garis sederhana seperti relung, patran, benangan sedikit rancapan dan terawang, bentuk ukiran ini seolah olah berlapis sulur menyulur dalam bentuk garis berhubungan, dan masyarakat setempat menyebutkan “lampit simpea” atau dikenal dengan istilah pilin berganda.
Pada ukiran yang terdapat pada bangunan tradisional corak anyaman terlihat selalu ada pada setiap objek,sedangkan pada bentuk geometris juga merupakan garis yang saling berhubungan,untuk sebutan daerah nama ukiran antara lain dinamai si mato arai,,mbun buntal.nanguri lahat,si giring giring,ketadu daun,teratai bindui,keluk paku,kacang belimbing,setiap bentuk.motive yang ada memiliki makna filosofis tersendiri,misalnya ukiran teratai bindui yang terdapat pada tiang rumah bermakna kesucian jiwa dan niat yang baik, Diantara ragam hias lain yang tumbuh dan berkembang itu adalah
- – KelukPaku kacang Belimbing> artinya Anak di Pangku,
- – Kemenakan dibimbing Relung kangkung>patah tumbuh hilang berganti/kerja yang tiada mengenal lelah
- – Pilin Ganda (berbentuk abjad S )> setiap sesuatu saling ketergantungan dan saling membutuhkan
- – Ragam Hias Turqi( auraka) dalam bentuk daun daun yang berjurai
- – Ragam Hias Kaff wa darj> berbentuk garis garis melengkung
- – Ragam Arabes( Zuchrufil-Arabi)>berbentuk anting anting daun dan bunga
- – Ragam Tampouk klapo,Ragam Selampit empat, Selampit jalein due
- – Motibe Bungea Matoharai( Bunga Matahari)
- – Ragam hias Gadoeing Gajeah( Gading Gajah)
- – Ragam Cino sebatang, samang beradu punggoun, Mentade belage
- – Ragam bungea betirai, ragam motive relung, dll.
Pada dasarnya semua ukiran pada masa lalu tidak diwarnai, diduga pada saat itu di alam Kerinci(Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci) belum memiliki bahan bahan zat pewarna untuk media material bangunan kayu/ papan .belakangan ini akibat dampak perkembangan zaman dan tekhnologi, arsitektur tradisional suku Kerinci khususnya di Kota Sungai Penuh semakin tergerus dan mengalami perubahan, manusia sebagai penggerak utama perubahan semakin terdesak oleh alam dan lingkungannya, berbagai pengaruh tekhnologi dan tuntutan perubahan zaman membuat arsitektur bangunan rumah asli di Kota Sungai Penuh semakin tergeser dan terpinggirkan, dan di khawatirkan untuk abad mendatang arsitektur tradisional bangunan di Kota Sungai Penuh akan punah dan akan menjadi kenangan masa lalu.
Bilik Padi
Sebagian besar (97 %) masyarakat tradisional (pendnduk asli) Kota Sungai Penuh menggantungkan hidup pada sektor pertanian dengan perioritas mengekerjakan lahan persawahan yang diwarisi secara turun temurun,pengolahan lahan persawahan pada masa lampau dilakukan secara manual dengan “memangkoa” ( mencangkul) lahan sawah,setelah lahan dicangkul untuk beberapa minggu dibiarkan dan selanjutnya setelah jerami/rumput membusuk lahan yang telah di cangkul selanjutnya dilakukan kegiatan “Maleik” yakni mencangkul kembali sampai tanah dilokasi persawahan menjadi halus dan rata hingga siap untuk ditanami.
(Bilik padi yang terdapat di alam Kerinci daerah Kota Sungai Penuh)
Dimasa lalu masyarakat melakukan kegiatan bersawah dalam satu tahan untuk satu kali masa tanam,rata rata umur padi pada masa itu sekitar 6 bulan. Apabila padi telah menguning,berarti saat panen telah tiba,menunai padi menggunakan alat yang disebut”tuai”,alat ini terbuat dari kayu dan besi yang biasanya alat tuai ini dibuat sendori oleh petani.
Hasil Panen diangkut dengan alat yang disebut “Jangki”,Jangki terbuat dari rotan yang dianyam sedemikian rupa berfungsi sebagai wadah yang dapat membawa(dengan cara di gendong) dan dapat membawa padi seberat 30 Kg-40 Kg,pada era tahun 1970 an -1980 an padi padi diangkut dengan alat angkut Gerobak”Nton” yang ditarikoleh hewan Jawi( sapi)
Padi yang diangkut dari sawah dibawa kerumah dan di jemur dibawah terik matahari dengan alas”Umbaing”setelah padi padi kering dimasukkan kedalam rumah padi yang disebut “Biliek Padoi” Bilik padi ini merupakan tempat menyimpan padi dan merupakan warisan nenek moyang yang digunakan untukkepentingan bersama dalam “Tumbi “ atau satu kelompok angggota keluarga terdekat..
Bilik bilik padi ini berbentuk rumah dengan ukuran panjang dan lebar disesuaikan dengan daya tamping hasil panen yang diperoleh. Blik padi dibangun dengan menggunakan jenis kayu yang berkualitas dengan tiang tiang dan pondasi yang kokoh,biasanya pada tiang dan dinding dibuat ukiran ukiran bermotifkan patma.Lokasi bangunan bilik berada dalam lingkungan laheik atau duseoun dalam parit bersudut empat.
Padi yang disimpan di dalam bilik biasnya digunakan sebagai stok atau penyangga ketahanan pangan untuk jangka waktu untuk satu kali masa panen,dan padi di dalam bilik padi baru dimanfaatkan pada saat dibutuhkan atau sebaai persiapan bagi para kerabatb yang membutuhkan.
Masyarakat Kota Sungai Penuh memiliki jenis padi local untuk dikonsumsikan,jenis padi yang ditanah oleh masyarakat suku Kerinci daerah Kota Sungai penuh diantaranya adalah jenis padi:
- Padi Silang serukuo
- Padi ekor tupai
- Padi Payoa
- Padi Silang rantai
- Padi Pulut(Padi Ketan) yang terbagi dalam:
- – Padi pulut senja (warna Kuning tua)
- – Padi pulut ahang/itang (warna hitam)
- – Padi pulut Sagu( warnanya seperti padi biasa.
Arsitektur trradisional suku Kerinci Daerah Kota Sungai Penuh termasuk bangunan Mesjid Agung Pondok Tinggi, rumah rumah larik dan Bilik Padi yang ada di Kota Sungai Penuh merupakan salah satu identitas yang mampu memberikan gambaran tentang tingkat kehidupan masyarakat di Kota Sungai Penuh pada masa lalu, Dalam arsitektur tradisional terkandung secara terpadu wujud ideal,wujud sosial dan wujud material suatu kebudayaan,karena wujud wujud kebudayaan itu dihayati dan diamalkan,maka melahirkan rasa bangga dan rasa cinta bagi masyarakat pendukungnya.
Dalam arsitektur tradisional yang terwujud dalam bangunan Mesjid Agung Pondok Tinggi ,bangunan rumah rumah tradisional dan Bilik Bilik Padf memiliki berbagai ragam nilai nilai kearifan lokal,Bangunan Masjid Agung Pondok Tinggi yang dibangun 2 abad yang lalu yang dibangun dengan menggunakan bahan materialalam yang tersedia di Kota Sungai Penuh dan arsitek perancang dan pelaksana pembangunan Mesjid telah menunjukkan betapa tingginya daya cipta dan daya kreatif masyarakat di Pondok Tinggi pada waktu itu,meski dengan menggunakan sarana dan prasarana terbatas masyarakat telah mampu mewujudkan sebuah bangunan yang Agung.megah dan bernilai seni tinggi.
Nilai nilai kekeluragaan yang erat dan sifat kegotong royongan dan rasa kesaatuan dan persatuan tinggi telah menunjukkan bahwa mereka telah mampu mewujudkan sebuah bangunan yang saat itu sangat sulit untu Belakangan ini akibat dampak perkembangan zaman dan tekhnologi, arsitektur tradisional suku Kerinci khususnya di Kota Sungai Penuh semakin tergerus dan mengalami perubahan,manusia sebagai penggerak utama perubahan semakin terdesak oleh alam dan lingkungannya,berbagai pengaruh tekhnologi dan tuntutan perubahan zaman membuat arsitektur bangunan rumah aslidi Kota Sungai Penuh semakin tergeser dan terpinggirkan,dan di khawatirkan untuk abad mendatang arsitektur tradisional bangunan di Kota Sungai Penuh akan punah dan akan menjadi kenangan masa lalu.
Sebuah harapan dari kalangan budayawan dan seniman agar Pemerintah segera turun tangan untuk menyelamat dan merawat aset aset bangunan arsitektur tradisional yang masih tersisa, diantara sisa sisa bangunan berarsitektur tradisional yang terancam tergeru ialah Bangunan Mesjid Agung Pondok Tinggi yang mulai mengalami kerusakan akibat dampak pengaruh alam , disamping Mesjid Agung Pondok Tinggi, terdapat beberapa rumah rumah tradisional asli kota Sungai Penuh yang masih tersisa di Dusun Baru, sebuah rumah tua di Rio Jayo Sungai Penuh, sebuah bilik padi di pasar Sungai Penuh, dan di Koto Bento dan beberapa rumah rumah tua yang masih tersisa di sejumlah dusun dusun.
Pemerintah dalam hal ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan perlu segera menginventarisasi dan melakukan pemugaran terhadap bangunan bangunan arsitektur tradisional yang masih tersisa seperti Mesjid Agung Pondok Tinggi,rumah rumah tua ,bilik bilik padi dan beduk beduk/tabuh yang semakin lapuk.
Oleh: Budhi Vrihaspathi Jauhari & Nurul Anggraini Pratiwi
Jurnalisme Online dalam Regulasi Media di Indonesia
Dalam perspektif hukum, sifatnya media online yang berbeda dengan media konvensional ini memunculkan konsekuensi etis maupun hukum yang berbeda pula. Sebagai medium penyampai pesan dan ranah kebebasan berekspresi, tentunya perkembangan jurnalisme online selayaknya mempunyai aturan sendiri. Sampai hari ini aturan hukum yang digunakan oleh pemerintah untuk mengatur jurnalisme online masih dikembalikan kepada UU Pers.
Aturan hukum yang dimiliki Indonesia berkaitan dengan jurnalisme online cukup parsial. Tidak jelas mana yang lex spesialis, mana yang lex generalis. Di sisi lain, peraturan baru yang hendak dibuat dan masuk dalam agenda program legislasi nasional, belum menjanjikan keputusan hukum yang mampu mewadahi perkembangan jurnalisme online, mengingat lahan ini sangat dinamis sampai hari ini.
Jurnalisme online dalam hukum media di Indonesia masih dipayung dengan Undang-undang No.40 tahun 1999 tentang Pers. Dalam pasal 1 ayat (1) Undang-undang Pers disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Pers adalah :
Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi, baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Undang-undang ini dinilai masih bisa diberlakukan untuk mengatur jurnalisme online karena dalam pasal 1 Undang-undang tersebut, jurnalisme online masih masuk dalam pengertian pers yang digagas oleh UU. Secara terminologi berdasarkan pasal 1 UU Pers yang masuk dalam kategori pers adalah segala kegiatan jurnalistik baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, data, grafis, maupun bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. Jurnalisme online masuk dalam kategori media yang menggunakan ranah elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia. Oleh karenanya, jurnalisme online masih bisa menggunakan undang-undang ini sebagai payung hukum.
Persoalan yang kemudian muncul adalah jurnalisme online mempunyai karakter yang berbeda dengan jurnalisme konvensional. Sementara undang-undang pers dibuat masih memuat konteks jurnalisme konvensional meskipun dalam pengertian undang-undang itu kata ‘media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia’ dianggap bisa mewakili jurnalisme online. Terdapat beberapa persoalan jurnalisme online yang memang masih bisa dipayungi dengan undang-undang Pers karena memang sifatnya masih sama atau mirip dengan kasus untuk media cetak dan media penyiaran. Namun begitu ada beberapa persoalan dalam jurnalisme online yang tidak bisa ditampung dan dipayungi oleh undang-undang pers karena karakternya yang sudah berbeda.
Konferensi internasional di Pusat Jurnalisme Warsawa Polandia pada 11-12 Oktober 1997 mencatat bahwa ada hal mendasar mengenai kasus jurnalisme berinternet (Journalism in Cyberspace) yang hampir sama dengan dengan kasus pada jurnalisme cetak dan elektronik. Persoalan-persoalan tersebut meliputi, hal-hal yang menyerang kepentingan individu, pencemaran nama baik, pembunuhan karakter/reputasi seseorang. Kemudian hal-hal yang sifatnya menyebarkan kebencian, rasialis, dan mempertentangkan ajaran agama. Selain itu berkenaan dengan masalah kesusilaan seperti menyebarkan hal-hal tidak bermoral, mengabaikan kaidah kepatutan menyangkut seksual yang menyinggung perasaan umum, dan perundungan seksual terhadap anak-anak. Hal-hal yang bersifat kebohongan publik juga tidak diperkenankan misalnya melakukan kecurangan, tidak jujur, termasuk menyampaikan promosi/iklan palsu. Yang terakhir adalah masalah hak ciptacipta (copyright) dan Hak Atas Karya Intelektual (HAKI, atau Intelectual Property Right/IPR). Dalam jurnalisme cetak, jurnalisme penyiaran, maupun jurnalisme online, masalah-masalah tersebut cukup fundamental dan tidak boleh dilakukan. (Priyambodo, 2008)
Namun begitu ada pula persoalan-persoalan dalam jurnalisme online yang khas dan khusus terjadi hanya dalam jurnalisme online saja. Sebagaimana dikutip Priyambodo, Johnson mencatat kecenderungan kasus khusus yang terjadi dalam cyberjournalism. Kasus-kasus tersebut dalam catatan Johnson lebih berkisar pada persoalan kewilayahan dan sifat journalisme online yang mengglobal dan melintasi batas wilayah secara geografis maupun ideologi. Johnson mencatat kasus yang khusus muncul dalam cyberjournalism itu seperti, persoalan azas tuntutan hukum, karena cakupan penyebaran berita di Internet dan sistem kinerja cyberjournalism bersifat lintas batas kewilayah negara. Selain cakupan berita juga berkenaan dengan kinerja jurnalis yang juga memungkinkan lintas negara. Yang tak kalah krusial adalah persoalan ekonomi mengenai ketentuan pajak lintas negara, karena kecenderungan ekonomi global juga mempengaruhi kinerja cyberjournalism, terutama menyangkut proses transaksi jual beli hak cipta atas berita. (Priyambodo, 2008)
Bercermin dari catatan-catatan di atas, yang jelas belum diatur dalam undang-undang pers di Indonesia adalah ketentuan jurnalisme yang dilakukan lintas negara berikut implikasi yang mengikutinya. Persoalan kegiatan pers yang dilakukan lintas negara, dalam undang-undang pers yang diatur baru mengenai keberadaan pers asing dan pengembangan pemberitaan melalui kantor berita. Hal ini termaktub dalam pasal 14 dan pasal 16 Bab VI undang-undang pers. Dalam pasal 14 disebutkan
Untuk mengembangkan pemberitaan ke dalam dan keluar negeri, setiap warga negara Indonesia dan negara dapat mendirikan kantor berita
Sedangkan pada pasal 16 disebutkan :
Peredaran pers asing dan pendirian perwakilan perusahaan pers asing di Indonesia disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Yang diatur oleh pasal 14 dan 16 undang-undang pers ini lebih berkisar pada persoalan perusahaan atau institusi pers asing. Padahal dalam praktiknya, lembaga asing berbasis online di Indonesia lebih banyak bermain menggunakan jurnalis mereka yang dikirim ke Indonesia daripada mendirikan perusahaan pers di Indonesia. Lagipula dalam persoalan jurnalisme online, perusahaan pers tidak perlu mendirikan perusahaan secara fisik di wilayah teritorial Indonesia karena mereka menggunakan wilayah cyber yang kaplingnya tidak dibatasi secara teritorial. Sebagai gantinya mereka mengirimkan jurnalisnya untuk mendekati objek berita.
Persoalan wartawan ini juga menyisakan pertanyaan ketika kita bersinggungan dengan jurnalisme online. Pasalnya, dalam wilayah online tidak semua penyumbang tulisan terinstitusionalisasi secara resmi. Dalam wilayah online, ada yang disebut sebagai citizen journalism atau jurnalisme warga yang memberikan kemerdekaan berekspresi kepada warga masyarakat guna menyebarluaskan informasi. Pada konsep citizen journalism mereka yang menulis bukan selalu wartawan profesional dengan institusi pers yang terinstitusionalisasi, namun warga masyarakat secara umum. Lalu, dengan rutinitas menulis informasi yang mereka posting di website mereka dan menyatakan diri sebagai bagian dari citizen journalism, si penulis ini bisa disebut sebagai wartawan?
Dalam Pasal 1 ayat 4 undang-undang pers disebutkan bahwa wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Selanjutnya dalam pasal 7 undang-undang pers disebutkan bahwa, (1) wartawan bebas memilih organisasi wartawan, (2) wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik. Dengan ketentuan tersebut, maka secara lebih lanjut siapapun yang melaksanakan profesinya sebagai wartawan berhak mendapatkan perlindungan hukum sebagaimana termaktub dalam pasal 8 undang-undang pers.
Mereka yang aktif menulis dalam bilik-bilik citizen journalism seperti yang terjadi dalam kompasiana, liputan6.com dan detik.com tentunya masih berada di wilayah abu-abu untuk disebut sebagai wartawan atau bukan. Pasalnya, aktivitas jurnalisme yang mereka lakukan bukanlah aktivitas jurnalis sebagaimana mereka yang menjabat reporter maupun redaktur resmi dalam sebuah media. Nah, yang kemudian menjadi pertanyaan adalah dengan kebebasan berekspresi yang mereka lakukan, bagaimana perlindungan hukum yang berlaku untuk mereka. Jika mereka disebut sebagai wartawan, jelas akan kembali pada pasal 1 ayat 4, pasal 7 dan pasal 8 undang-undang pers. Namun, jika mereka tidak bisa dimasukkan dalam kategori wartawan, perlindungan kebebasan bicara yang mereka lakukan menjadi seperti apa?
Fakta bahwa aktivitas jurnalisme melalui media baru akan membuat makin banyaknya jurnalis yang muncul dalam wilayah ini sebenarnya sudah diprediksi oleh De Bens dan Ostbye yang melakukan penelitian terhadap Pasar Surat Kabar di Eropa. Pada kesimpulannya yang termuat dalam Media Policy :Convergence, Concentration, and Commerce, De Bens dan Ostbye menyebutkan bahwa
New technologies have diminished the number of print workers but increased the number of journalists. One could argue that the new technologies (and the search for advertising revenues) has increased the editorial output of most newspapers (more special columns, more inserts). New technologies have also improved layout, colour printing, and so on. The next step in the introduction of new technologiy is probably linked to new forms of distribution of information. (De Bens and Ostbye, 2002 : 20)
Sebenarnya jika dirujukkan kepada undang-undang lain, Indonesia memiliki undang-undang No. 11 tahun 2008 mengenai ITE (internet dan Transaksi Elektronik) yang secara khusus membahas persoalan-persoalan di wilayah online. Hanya saja, persoalan jurnalisme online dalam hal ini aktivitas yang dilakukan oleh aktivis jurnalisme warga tidak bisa serat merta dipayungi dengan undang-undang ini. Meskipun dalam konteksnya, kegiatan jurnalisme warga ini bisa dimasukkan dalam aktivitas mendistribusikan dan mentransmisikan informasi atau dokumen elektronik. Akan tetapi, undang-undang ini dibuat bukan dalam rangka menggagas persoalan distribusi informasi sebagai bagian dari aktivitas jurnalisme.
Selain mengenai persoalan wartawan, yang patut diperhatikan dalam payung hukum jurnalisme online adalah persoalan speed dan interaktivitas yang melekat sebagai ciri khas jurnalisme online. Speed adalah persoalan penting yang membuat jurnalisme online hidup. Mereka yang bekerja di wilayah ini tidak perlu menunggu waktu untuk cetak ataupun waktu untuk siar guna menayangkan beritanya. Ketika berita itu terjadi, wartawan tinggal menulis atau merekam lalu mengunggahnya di situs beritanya, seketika masyarakat langsung bisa mengakses. Misalnya berita mengenai bom Cirebon kemarin. Pengeboman terjadi pada sekitar pukul 12.30, tidak perlu menunggu cetak dan jam siar, selisih beberapa menit kemudian melalui situs-situs berita online, kabar mengenai pengeboman ini langsung bisa kita akses. Speed memang menjadi andalan utama dalam jurnalisme online. Yang kemudian patut diperhatikan dari persoalan speed pada jurnalisme online ini adalah mengenai akurasi berita dan kelengkapan berita.
Berbeda dengan cetak dan penyiaran yang menunggu lengkapnya 5W dan 1H serta berbagai aspek nilai berita lainnya untuk bisa tayang, jurnalisme online memperbolehkan tayangnya berita singkat meskipun elemennya belum lengkap. Kelengkapan berita dalam wilayah online, terhubung dengan adanya hyperlink. Di satu sisi, dalam satu peristiwa berita yang bisa dimuat melalui peristiwa tersebut bisa banyak dan berangkaian. Pembaca pun bisa memilih berita mana yang mereka butuhkan dan berita mana yang tidak mereka butuhkan. Namun karena sifat pengumpulan fakta dan elemen pemberitaan yang mengandalkan hyperlink karena mengejar speed ini kelengkapan informasi dan akurasi pemberitaan menjadi hal yang terabaikan. Jika distribusi informasi untuk audiens ini hanya berkisar antara audiens dan media saja, maka tidak menjadi persoalan pelik. Masalahnya, dalam perkembangan jurnalisme online ini, wilayah percakapan (oral) sebagai bagian dari distribusi informasi di Indonesia masih belum bisa dilepaskan. Ketika berita muncul di internet, kabar yang muncul tidak selalu berhenti pada pembaca yang mengakses berita. Berita online bisa menyebar melalui share yang dilakukan oleh pembaca melalui media online, maupun menyebar melalui perbincangan yang dilakukan tanpa medium online.
Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Merlyna Lim, melihat bagaimana internet mengambil peran untuk memobilisasi massa melalui distribusi informasi yang dilakukan oleh para cyberactivism melakukan penelitian terhadap distribusi informasi melalui internet dalam kurun waktu 4 tahun mulai dari tahun 1999-2003. Lim mencatat bahwa mereka yang aktif di dunia maya melanjutkan (forwarded) setiap informasi yang mereka dapatkan baik melalui websites, mailing list, maupun email personal yang diunduh, dicetak, digandakan, dan disecarkan ke publik. Aktivitas ini tak ubahnya sebagai aktivitas komunikasi secara oral yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. (Muliana, 2008:34)
Model Komunikasi Online dan Offline di Indonesia
Melalui diagram di atas Lim berargumen bahwa two step flow communication menjadi penentu keberhasilan distribusi informasi di Indonesia. Selama reformasi tahun 1998 interconnectedness antara pengguna online media ini memainkan peranan penting. Teori Lim tentang interconnectedness ini dikatakan bahwa satu pembaca mengkopi atau melanjutkannya kepada lebih banyak orang, sebagai efek snowball dan kemungkinan berita itu kemudian akan dibaca oleh orang yang jumlahnya menjadi lebih banyak lagi.
“This interconnectedness of all actors from all these layers created the necessary multiple effect for information dissemination to result in mase mobilization and political reform.” (Muliana, 2008 : 35-36)
Dari sini kita melihat bahwa tanggung jawab atas akurasi pemberitaan, meskipun speed menjadi tuntutan adalah mutlak diperlukan. Selain itu, hyperlink yang menjadi solusi atas kelengkapan pemberitaan hanyalah salah satu karakter jurnalisme online yang menonjol. Dalam undang-undang pers secara tegas disebutkan dalam pasal 4 ayat (3), “Untuk menjamin kebebasan pers, pers nasional mempunyai hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.” Pasal ini mendukung kegiatan jurnalistik dan penyebarluasan informasi. Namun yang perlu menjadi catatan, bagaimana jika informasi dalam aktivitas jurnalistik tersebut belum lengkap dan memungkinkan timbulnya hoax, sementara dengan prinsip speed informasi tersebut harus segera tayang?
Secara lebih lanjut dalam pasal 6 huruf (c) disebutkan peranan pers nasional sebagai, “Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar.” Artinya, berita yang sifatnya masih kemungkinan dan membuka peluang terjadinya hoax tidak boleh ditayangkan sebagai berita. Meskipun dari running pemberitaan di waktu kemudian elemennya akan menjadi lengkap, namun untuk menghindari berita yang sifatnya hoax, seharusnya hal ini diatur. Paling tidak untuk menghindari distribusi informasi yang salah. Apalagi dalam beberapa pemberitaan, acapkali ditemukan berita dengan menggunakan narasumber yang nilai ketokohannya, sebagai salah satu elemen pemberitaan, tidak mempunyai kelayakan.
Media online berdalih, untuk menghindari hoax atau jika pembaca merasa tidak nyaman dengan pemberitaan yang ada dalam media, mereka bisa langsung berinteraksi dengan redaksi mengenai pemberitaan yang bersangkutan. Ini adalah satu lagi sifat jurnalisme online yang berbeda dengn jurnalisme cetak maupun penyiaran. Feedback dari audiens pada media online bersifat langsung dan seketika. Berbeda dengan media cetak maupun penyiaran dimana feedbacknya tertunda karena tidak bisa dilakukan secara langsung. Tanggapan audiens dalam jurnalisme online dapat dilakukan secara langsung melalui kolom-kolom online yang disediakan oleh redaksi baik dengan cara harus register maupun tanpa register.
Reaksi pembaca atas pemberitaan dalam jurnalisme online ini menjadi perubahan pula dalam wajah jurnalisme dari sisi penggunaan hak jawab dan hak koreksi. Dalam undang-undang pers dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan hak jawab adalah hak seseorang atau kelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Sedangkan hak koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. Pada media konvensional hak jawab dan hak koreksi ini dilakukan secara prosedural. Bahkan secara lebih lanjut mengenai hak jawab Dewan Pers mengelurarkan Peraturan Dewan Pers Nomor 9/Peraturan-DP/X/2008 mengenai Pedoman Hak Jawab dalam persoalan pers.
Adanya forum dan tempat berkomentar yang ada dalam setiap pemberitaan jurnalisme online juga menjadi wajah baru hak jawab. Audiens , baik itu audiens secara umum maupun narasumber yang membaca pemberitaan mengenai dirinya dapat melakukan feedback langsung melalui ruang yang difungsikan untuk interaktivitas antara redaksi dengan audiens. Sayangnya, yang patut dicatat dari ruang ini adalah dalam wajah jurnalisme online hari ini acapkali feedback yang terjadi adalah perdebatan terbuka antara audiens yang satu dengan audiens yang lainnya dalam forum tersebut tanpa moderasi. Secara tidak langsung ini mengganggu kenyamanan publik karena mengganggu audiens yang lain.
Kesimpulan
Dari uraian di atas, paling tidak ada tiga persoalan penting dalam wilayah jurnalisme online yang masih patut diperhatikan terkait dengan pembahasannya di wilayah hukum. Pertama, mengenai wilayah jurnalisme online di daerah global village yang menghalalkan terjadinya aktivitas jurnalisme online lintas negara, sementara payung hukum kita belum cukup mengakomodasi hal tersebut. Kedua, mengenai kedudukan wartawan. Hadirnya wilayah online, bukan berarti wartawan kehilangan pekerjaannya, justru muncul wartawan-wartawan baru termasuk mereka yang aktid di wilayah citizen journalism. Sayangnya, kedudukan mereka sendiri dan aktivitas kebebasan berekspresi mereka belum terpayungi oleh hukum. Ketiga, mengenai persoalan speed dan akurasi dalam jurnalisme online. Di satu sisi memberikan alternatif informasi, namun di sisi lain memungkinkan terjadinya hoax, banjir informasi, dan tuntutan media literasi bagi audiens untuk memahami konteks peristiwa yang diberitakan. Keempat, persoalan interaktivtas antara redaksi dan audiens dalam dunia maya membuat hak jawab dan hak koreksi menjadi abu-abu.
Menilik perkembangan jurnalisme online di Indonesia hari ini, sebagai medium penyampai pesan dan ranah kebebasan berekspresi, tentunya perkembangan jurnalisme online selayaknya mempunyai aturan sendiri. Mengingat, sifat dari jurnalisme ini berbeda dengan jurnalisme konvensional yang muncul sebelumnya dengan konsekuensi kebebasan berekspresi yang berbeda dengan jurnalisme konvensional. Sampai hari ini aturan hukum yang digunakan oleh pemerintah untuk mengatur jurnalisme online dikembalikan kepada Undang-undang Pers dan sebagian ke Undang-undang ITE.
Bisa dikatakan sampai hari ini regulasi media di Indonesia belum cukup proporsional memberikan kepastian hukum bagi terselenggaranya jurnalisme online. Proporsionalitas dari aturan ini tentunya dilihat berdasarkan kepentingan publik yang harus dibela dalam undang-undang dan bagaimana kebebasan pers jurnalisme online seharusnya dituangkan dalam peraturan hukum. Kebutuhan Indonesia akan aturan yang tegas dalam ranah online pun, tak bisa menunggu esok. Pasalnya, perkembangan ranah online sampai hari ini sudah tak terbendung. Jangan sampai perkembangan teknologi yang sedemikian pesat dan memberikan sentuhan perubahan pada pers tidak selaras dengan aturan yang berlaku.
Sumber:
https://muftipages.wordpress.com/2011/06/13/menilik-aturan-jurnalisme-online-sebagai-jurnalisme-masa-depan-dalam-regulasi-media-di-indonesia/
Untuk mengenal lebih dekat seni dan Kebudayaan masyarakat Suku Kerinci yang mendiami lembah alam Kerinci ( Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci, Penulis Bj Rio Temenggung Tuo dan Eri Sasmita,S.Hum selama 5 hari mengamati kegiatan penampilan atraksi seni dan dan Kebudayaa Suku Kerinci di Lokasi Festival Masyarakat Peduli Danau Kerincike 14 di kawasan wisata Danau Kerinci, hasil pengamatan, wawancara dengan sejumlah tokoh seniman dan catatan literatur di rangkum dalam artikel ini
1.Seni Tari di lingkungan Masyarakat Suku Kerinci: > Menurut asalnya pertumbuhan seni tari yang terdapat di daerah Kerinci merupakan tarian tradisional, tarian ini sebagai warisan budaya nenek moyang dilandasi oleh corak–corak tradisi yang hidup dan berkembang sesuai dengan semangat zamannya.
Tarian tradisional daerah Kerinci pada pokoknya berasal dari tarian primitif yang berkaitan dengan upacara pemujaan dari suatu tradisi megalitik. Bentuk tari umumnya sederhana memiliki kesatuan gerak dengan sifat kejiwaan, pada klimaks tertentu membuat penari kesurupan (trance).
Gerakan yang terkandung dalam tarian Kerinci meniru gerakan Harimau, elang, monyet, dan sebagainya. Ada juga bentuk gerakan meniru aktivitas manusia seperti bercocok tanam, rumah tangga dan persembahan (pemujaan). Tarian tradisional daerah Kerinci merupakan tari rakyat, milik masyarakat itu sendiri yang tidak diketahui siapa penciptanya.
Satu ciri khas tari daerah Kerinci terletak pada gerakan kaki dengan gerak berkeliling, yang mana langgam ini disebut rentak purba.Tari–tari tradisional daerah Kerinci sesuai menurut fungsinya masing– masing sebagai berikut, adalah : Tari Asyeak, Tari Iyo–Iyo, Tari Tauh, Tari Tolak Bala, Tari Mandi Balimau, Tari Ngagah Harimau.Seni Tari Kreasi, Punawo Satai, Bahumo,Palaho Janem ,Leik nue, Sike, Tari Penyambutan, Yadahdan, Canang, Nyadap Enau,Puti Dayang Indah,Tari Minta Hujan,Tari Ayak,Tari Keris ,Mandi Balimau, Sekapur Sirih, Serengkuh Dayung,Tari negak umah,Tari Turun Kesawah,tari Pukat, Tari sayak.
Asal usul perkembangan seni tari (wawancara: Azhar,Mj ,Azrefli Nurdin,S.Pd dan Harun Nahri:2013) yang terdapat di alam Kerinci berakar dari tarian tradisional yang dilakukan oleh masyarakat suku Kerinci purba atau disebut dengan tarian klasik yang merupakan warisan budaya masa lampau
Kesenian tari tersebut pada pokoknya berakar dari tarian purba yang berkaitan dengan ritual pemujaan terhadap roh roh pada tradisi megalitik pada masa lampau. Bentuk tarian pada umumnya sangat sederhana dan bersahaja memiliki kesatuan gerak dengan sifat kejiwaan, pada puncak klimak tertentu membuat para penari berada dibawah alam sadar/ kesurupan (trance)
Pada dasarnya tarian asli masyarakat suku Kerinci berasal dari tarian masa purba dan merupakan tari rakyat alam Kerinci yang dilakukan secara turun temurun,tarian itu memiliki langgam ciri khas khusus yang terletak pada gerakan kaki.
Tarian tersebut mencerminkan corak tradisi masa purba yang meniru pola gerakkan fauna seperti harimau,elang, siaman,ular sawa.dll.
Tarian asli masyarakat suku Kerinci yang sudah ada pada zaman purba sebagian diantaranya saat ini masih bertahan dan sebagian besar telah mengalami penyesuaian dengan tanpa mengurangi nilai nilai mistik dan supra natural. Tarian purba yang masih bertahan pada era modern tersebut antara lain adalah:
1.Tari Marcok merupakan sebuah tarian yang berkembang di Alam Kerinci bagian tengah,tarian ini merupakan puncak dari rangakaian acara ritual Asyek(Asyik)
2.Tari Tauh,tarian ini dilaksanakan pada acara kenduri Sko atau pada acara kenduri sudah tuai,tarian ini masih bertahan di wilayah Kecamatan Gunung Raya
3.Tari iyo iyo, tarian ini dipertunjukkan pada saat rangkaian acara kenduri sko,penobatan pemangku adat dan ninik mamak
4.Tari ngagah harimau, tarian ngagah harimau merupakan sebuah tarian supranatural yang melakukan kontak dengan satwa Harimau (disebut juga dengan panggilan Ninek tunggou matang) kontak dengan harimau dilakukan secara ghaib melalui pemanggilan terhadap roh
5.Tari Tolak bala,sebuah tarian yang berhubungan dengan ritual tolak bala.
Penampilan tarian ini bernuansa mistik dan supra natural.sehingga pementasannya dilakukan hanya pada waktu acara tertentu,disamping tarian yang tersebut diatas di alam Kerinci masih terdapat puluhan tarian tradisi yang diwaris secara turun temurun dari zaman purba, tarian tersebut antara lain ialah tari rentak purba seperti tari minta lamat,tari mandi di taman.dll.
Tarian yang berkarakter gembira juga terdapat pada tari rangguk, tari rangguk ayak, tari ya dahdan dan tari rentak kudo.Dewasa ini dialam kerinci juga berkembang tarian bernafaskan agama islam antara lain sikea rebana,marhabban dan kasidah, seni ini merupakan perpaduan gerak local Kerinci yang dipengaruhi tradisi kebudayaan arab (Islam).
2.Tarian Tradisi suku Kerinci
Masyarakat suku Kerinci memiliki beragam tarian tradisi megalitik yang menganut kepercayaan purba animisme dan dinamisme dan mengandung nilai nilai ritual yang bersifat magis dan masih menganut kepercayaan kepada roh roh nenek moyang
Para peneliti kebudayaan menyebutkan bahwa suku Kerinci merupakan salah satu suku terkecil di dunia yang memiliki peninggalan tarian tradisi yang telah lahir dan tumbuh sejak zaman purba, diantara tarian tradisi tersebut ialah tari asyek
Masyarakat daerah Kerinci menyebutnya dengan tari Asyek, Asik atau Asaik. Kata Asyek berasal dari kata asik. Jenis tari Asyek ini adalah salah satu tari tradisi yang dulunya digunakan sebagai tari dalam upacara yang berkaitan dengan pemujaan roh-roh nenek moyang dan memiliki unsur magis.
Tari Asyek memiliki bermacam-macam jenisnya sesuai dengan tujuan upacara yang dilakukan. Jenis tari Asyek yang masih berkembang saat ini adalah tari Niti Naik Mahligai, Mahligai Kaco, Tolak Bala, Gagah Harimau, Mandi Taman, Mintak Lamat, Mandi malimau dan masih banyak lagi yang lainnya.
Di desa Siulak Mukai Tengah hingga saat ini masih dapat disaksikan tarian tradisi “Tari Niti Naik Mahligai” sebuah tarian purba yang berfungsi sebagai media untuk penyampaian hajat dan maksud dan bersifat magis
Menurut Eva Bram (2006) saat ini yang menjadi seorang pawang tari Niti Naik Mahligai, menjelaskan bahwa tarian ini berasal dari kata niti artinya berjalan di atas suatu benda, naik artinya menuju sesuatu yang tertinggi dan mahligai adalah tahta atau istana.
Tari Niti Naik mahligai menurut Eva Bramantika memiliki makna tarian yang dilakukan secara khusuk untuk mencapai sebuah tujuan yaitu memperoleh tahta atau istana dan tarian ini dimasa lalu digunakan dalam upacara pemujaan yaitu upacara adat penobatan gelar adat bilan salih.
Bilan salih adalah gelar adat yang di sandang oleh anak batino (kaum perempuan) yang bertugas untuk mendampingi tugas pemangku adat yang menyandang gelar sko, yang terdiri dari: Depati, Ninik Mamak, dan Anak Jantan yang disandang oleh kaum laki-laki
Upacara penobatan bilan salih, merupakan upacara yang dilakukan oleh masyarakat Siulak Mukai Tengah secara turun-temurun yang disebut dengan upacara Naik Mahligai.
Pada zaman dahulu tarian ini memiliki fungsi sebagai : (1) sarana komunikasi kepada roh nenek moyang; (2) sarana komunikasi kepada masyarakat; (3)sarana penyembuhan; (4)sarana pengungkapan rasa syukur; dan (5) sebagai sarana pengikat solidaritas masyarakat setempat khususnya antar penyandang gelar adat.
Perlahan sesuai dengan perkembangan zaman dan masuknya agama Islam dan meningkatnya tingkat pendidikan di alam Kerinci yang berdampak pada pemahaman dan perubahan pola pikir, upacara ini mulai ditingkalkan oleh masyarakat adat di alam Kerinci
Dampak dari penyebaran agama Islam dan kemajuan pendidikan masyarakat di alam Kerinci tradisi tarian ini mengalami perubahan fungsi dan penyajiannya .
Para seniman dan budayawan menyebutkan bahwa pada hakekatnya karya seni itu harus berkembang sejalan dengan arus perubahan zaman.
Perubahan bentuk dan penyajian tari Niti Naik Mahligai di lakukan oleh masyarakat pendukung tari ini, mereka menata tari ini sedikit demi sedikit.
Secara keseluruhan tari Niti Naik Mahligai, masih memiliki bentuk penyajian yang sederhana, seperti gerak, musik, pola lantai, property, tata rias dan tata busana.Kesederhanaan bentuk penyajian tari ini merupakan ciri khas yang dimiliki tari tradisional kerakyatan pada umumnya.
Selain itu, tari ini memiliki keunikan dari tari-tarian yang berkembang di Indonesia saat ini, yaitu adanya atraksi yang menantang dan berbahaya. Pada saat dimulai atraksi, saat inilah para penari mulai dirasuki roh-roh nenek moyang yang mereka percayai mendatangkan kekuatan yang melebihi kekuatan manusia. Sehingga, para penari tidak sadarkan diri atau trance, selama atraksi berlangsung.
Selama ritual tarian ini berlansung dilakukan berbagai atraksi yang menegangkan dan mencekam yang mengundang decak kagum, diantara atraksi yang dilakukan oleh para penari yang lemah gemulai itu ialah, Penari melakukan atraksi Niti Gunung Kaco yaitu penari menari diatas pecahan kaca, Atraksi Niti Gunung Tlo(telur) beberapa orang penari berjalan diatas mangkuk mangkuk kecil yang berisikan telur dan telur yang di injak oleh kaki kaki sang penari tidak retak dan tidak pecah disamping itu penari berjalan diatas pohon pisang yang direbahkan dan diatas pohon pisang rebah diletakkan telur telur dan telur yang di pijak oleh kaki kaki penari pun tidak pecah
Atraksi berikutnya Niti Gunung Tajam, para penari dengan gemulai berjalan sambil meliuk liuk kan tubuh menari diatas bambu bambu yang telah di runcing tajam dan menari nari diatas paku paku tajam yang telah di tata
Sebuah atraksi yang membuat jantung berdetak kencang ialah atraksi Niti Gunung Pedam,dalam atraksi ini penari berjalan meniti pedang yang runcing dan tajam selanjutnya atraksi Niti Gunung Daun yakni penari menari diatas daun kelor atau seorang penari sambil menari diangkat dengan sehelai kertas karton dan kertas tersebut tidak robek.
Sebuah atraksi terakhir yang sangat menegangkan ialah Niti Laut Api pada atraksi tarian ini para penari penari menari nari diatas bara api yang membara ,dan kaki kaki para penari tak satu orang pun yang mengalami luka bakar
Keseluruhan atraksi tersebut menurut sang pawang memiliki maksud dan makna tersendiri. Selain itu, sebelum melaksanakan pertunjukan para penari diwajibkan untuk melakukan ritual yaitu berupa persembahan terhadap nenek moyang dengan harapan agar para penari penari mendapat perlindungan dan diharapkan pertunjukan dapat berjalan dengan lancar
Di samping, atraksi yang unik, para penari tari Niti Naik Mahligai menggunakan kostum tari yang unik juga yaitu pakaian adat suku Kerinci yang berwarna hitam dengan hiasan sulaman benang warna kuning pada dada
Sedangkan untuk hiasan kepalanya menggunakan kuluk atau sungkun yang berwarna hitam dan dihiasi dengan manik-manik dan bunga sebagai penghias. Para penari menggunakan kain sebagai bawahan yang biasa di sebut dengan tahhap, kain yang digunakan adalah kain songket yang berwarna merah. Tentunya kostum yang digukan semuanya memiliki makna simbolis.
A.Tari Asyeik dan Tolak Bala
Tari asyeik dan tolak bala merupakan sebuah tarian purba yang telah tumbuh sejak zaman purba, tarian ini telah ada saat nenek moyang suku Kerinci menganut kepercayaan animism, dinamisme dan tarian ini merupakan sebuah tradisi megalitik yang masih menganut kepercayaan kepada roh roh nenek moyang masyarakat pada masa prasejarah.
Perlengkapan tarian ini sesajian berupa nasi putih, lepat,nasi kuning,nasi hitam,lemang,bunga tujuh warna, warna sembilan,limau tujuh macam, telur ayam rebus, benang tiga warna, sedangkan peralatan yang digunakan antara lain arai pinang,keris, kain tenunan kerinci,cembung putih,piring putih,dalam sesajian harus disedikan satu ekor ayam hitam atau ayam putih, ayam panggang dan kelapa tumbuh.
Acara tari Asyek dilakukan pada malam hari mulai pukul 20.00 Wib hingga dini hari (pukul 04.30) dengan ritual yang dilakukan beberapa episode yakni acara nyerau atau nyaho, masouk bumoi,mujoi gureu, naek tango,mintoak berkeh dan mageih sajin.
Ritual Asyek pada masa lampau berlansung selama satu minggu,berbagai persiapan dilakukanoleh dukun atau bilan salih ,orang yang berobat (keluarganya).
Upacara selama satu minggu disebut”Marcok”pada tingkatan proses akhir roh roh nenek moyang akan memasuki sukma pengunjung atau orang yang berobat,saat roh roh nenek moyang memasuki jiwa tubuh mereka menjadi ringan mereka dapat memanjat batang bambu,menari diatas pecahan kaca.
Tradisi upacara tari asyek di daerah Kecamatan Siulak ,menurut budayawan Azhar,Mj dilengkapi dengan sarana alat alat musik tradisional seperti rebana,gong,seruling bambu,dan di daerah Kecamatan Siulak Kabupaten Kerinci tari asyek memiliki keberagaman, antara lain asyeik niti mahligai, asyeik mandi di taman, asyek ngayun luci, asyeik baparang,asyeik mahligai kaco dan asyeik nyabung,walau memiliki berbagai pola dan perbedaan akan tetapi kebudayaan ini berasal dari satu akar rumpun kebudayaan tradisional megalitik.
Penyebaran tarian asyek ini berkembang di kawasan masyarakat adat Tigo Luhah Tanah Sekudung Kecamatan Siulak, Masyarakat Tigo Luhah Semurup, masyarakat persekutuan adat Kubang dan wilayah Desa Semerah dan Pondok Beringin Kecamatan Sitinjau Laut Kabupaten Kerinci termasuk di dusun dusun di Kota Sungai Penuh
Tolak Bala pada masa silam dilakukan saat terjadi wabah penyakit yang menyerang sebuah neghoi (negeri) yang mengakibatkan banyaknya korban yang meninggal dunia, ternak dan tanaman padi banyak yang mati. Penyebaran upacara tolak bala tersebar diwilayah Tanah Sekudung Kecamatan Siulak Wilayah Tigo luhah Semurup dan di wilayah Cupak Kecamatan Danau Kerinci
Dimasa lalu upacara ini disesuaikan dengan ico pakai namun tujuan upacara ini tetap sama.Saat ini acara asyeik tidak lagi dijadikan sebagai acara pemujaan atau persembahan terhadap roh roh nenek moyang,akan tetapi telah dikreasikan menjadi seni tari pertunjukan untuk memperkaya khasanah kebudayaan Alam Kerinci.
B.Tari Iyo-Iyo
Tarian ini merupakan tarian missal yang dilaksanakan pada saat kenduri Sko (pusaka) pengangkatan /pemberian gelar adat (Rio, Depati, Mangku, Datuk, dan sebagainya) kepada anak jantan yang dipilih oleh anak batino dari suatu suku/pintu/luhah.
Disamping itu, tarian ini juga dipertunjukkan pada saat setelah panen raya padi di sawah atau penyambutan tamu agung negeri yang berkunjung ke alam Kerinci.
Tari iyo-iyo dibawakan oleh anak batino (perempuan) dengan gerakan yang sangat gemulai diiringi dengan tale (lagu) dan bunyi gong.
Pembukaan tari Iyo-iyo diawali dengan atraksi pencak silat yang disaksikan oleh sesepuh/tetua adat serta para undangan lainnya.
Tarian ini dilaksanakan anak negeri sebagai ucapan kegembiraan atas pengangkatan pemimpin adat mereka. alat musik yang digunakan pada tari iyo-iyo ini, antara lain :Gumbe/Gembe ( Gendang Bambu) dibuar dari bahan baku seruas bambu yang sudah tua dan sudah kering.
Kulitnya kira-kira selebar dua jari dikupas dan dilubangi sebelah ujungnya, sedang yang sudah dikupas itu di buang kiri dan kanannya sedikit, sehingga bisa di pukul dan berbunyi nyaring.
Disamping dibuat senarnya dari kulit bambu itu juga, yang di cukil kira-kira sebesar setengah kelingking, sebanyak dua buah. Senar ini di pasak dengan kayu kecil, sehingga senar itu terangkat ke atas.
Alat pemukul senar ini adalah jari telunjuk dan jari tengah, sedangkan pemukul lidah yang telah di kupas tadi menggunakan ibu jari,cara memakainya di letakkan di atas paha sambil duduk.
Alat ini sekarang sudah punah, namun kemudian telah di gali kembali dan telah berfungsi kembali. Alat ini gunanya hanya untuk ritme, bukan untuk melodi. Bunyi senarnya mendengung dan bunyi lidahnya agak lembab.
Alat musik lain yang di gunakan ialah gong dan gendang melayu, gong merupakan salah satu alat musik yang di gunakan saat tari iyo – iyo . Gong terbuari dari tembaga,cara memainkan gong ini adalah di pukul.
Gendang Melayu juga termasuk salah satu alat musik dari tari iyo-iyo. Gendang melayu terbuat dari kayu dan kulit. Pada sat tari iyo-iyo gendang kayu ini diperlukan dua buah, yaitu disatukan dalam bentuk berdampingan, cara memainkan nya adalah dipukul. Sedangkan Syair lagu/nyannyiannya ialah:
Iyo-iyo rilok tarai kayo sadou rinai iyo-iyo-iyo
Iyo-iyo rayun jaroilah saludeang jateuh iyo-iyo-iyo
Iyo-iyo rantok kakai kudea dibularoi iyo-iyo-iyo
Iyo-iyo semauk tapijeak rideak ralah matai iyo-iyo-iyo
Tari iyo-iyo dibawakan oleh kaum wanita dengan cara berpasangan bisa berjumlah 6 orang bisa juga lebih sesuai dengan kebutuhan. Jumlah pemusik 3 orang terdiri dari 2 orang memainkan gendang dan 1 orang memainkan gong. Kostum yang di gunakan, pada mulanya masyarakat memakai baju biasal, yaitu baju kurung, sarung, dan tapu. Tetapi sesuai dengan perkembangan zaman, mereka sudah memakai baju adat kerinci.
C.Pencak Silat
Pencak Silat meruapakan salah satu seni olah raga bela diri yang dilakkukan oleh 2-3 orang hulubalang, pada umumnya Pencak silat dilakukan oleh dua orang pria tangguh yang menggunakan sebilah pedang.
Para pesilat mengadu ketrampilan dalam mempermainkan pedang (senjata tajam), biasanya dilaksanakan pada saat penobatan para calon Pemangku Adat yang terdiri Depati dan Permenti di lakukan oleh tetua adat yang di tunjuk. Depati yakni orang yang memenggal putus, memakan habis dan membunuh mati. Keputusan Kaum adat (Depati) adalah keputusan yang tertinggi dan tidak dapat diganggu gugat.
D.Tari Tauh
Tarian ini merupakan tarian khas daerah Lekuk 50 Tumbi Lempur Kecamatan Gunung Raya,biasanya dilaksanakan pada saat ada perayaan perayaan Kenduri Sko dan penyambutan tamu.
Tarian ini dibawakan laki laki dan perempuan (berpasang pasangan)sering dilakukan sambil berdiri dan diiringi dengan musik rebana, gong dan nyanyian klasik yang disebut mantun yang mengisahkan kehidupan masyarakat desa, percintaan, adat istiadat dan lain lain.
Para penari memakai busana khas Lempur berwarna hitam atau coklat serta memakai tutup hiasan perak.Tari tauh sering kali dipertunjukan dilapangan terbuka namun ada juga di dalam ruangan hal itu sesuai dengan waktu dan ruangan acara.
Pemakaian kostum dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi pada saat acara yang sedang berlansung, dan pada saat acara acara yang berhubungan dengan acara adat lazimnya menggunakan kostum adat atau bagi perempuan dapat menggunakan baju kurung,bagi pria dapat menggunakan kostum pencak silat, semuanya tergantung pada situasi yang tengah terjadi, dan secara umum para penari dapat menggunakan kostum sehari hari dan tidak terikat, akan tetapi semestinya di sesuaikan dengan situasi dan kondisi
Pada acara kenduri adat atau pada saat kedatangan tamu kehormatan,lazimnya para penari menggunakan kostum khusus yakni memakai baju beludru hitam atau coklat dengan hiasan kepala Kuluk, tisu (agar mudah di pasang), kecipung (biasa dipakai istri raja), peribut (untuk dayang-dayang raja).
Selain itu juga menggunakan selendang merah yang bermakna keberanian,rok penari wanita dinamakan tanjung beremas. Makna dari kostum tersebut : berjiwa luhur, berlapang dada.
Kesimpulan dialog bersama maestro Tari Tauh Lempur Kecamatan Gunung Raya disimpulkan bahwa kata Tauh dalam tarian ini bermakna ‘ta’ berarti tarap dan ‘uh’ berarti jauh. Jadi, tauh adalah singkatan dari tarap jauh.
Tarap artinya memanggil, mengajak atau meminta seseorang untuk ikut bersamanya. Apabila dalam suatu keramaian di sebuah acara di desa, maka tauh itu berarti mengajak seseorang untuk ikut bernari.
Menari disini bukanlah menari secara berdekatan, tapi menari dengan jarak kira-kira 3 atau 4 langkah secara berpasangan. Mulai saat itulah tauh berarti menarap dari jauh dan mengajak menari secara berjauhan.
Pengertian yang lebih luas lagi tauh adalah mengajak orang lain untuk menari bersama-sama dengan menggunakan jarak, sehingga diantara penari itu tidak saling bersentuhan.
Jadi, arti tauh di desa itu adalah menari bersama-sama atau berpasangan. mari bertauh maksudnya mari menari. Tari tauh hanya ada di kecamatan Gunung Raya, desa Lempur khususnya. Selain di desa ini di desa lainpun juga sudah berkembang, namun asal tari ini konon berkembang di desa Lempur.
Tari tauh termasuk tari pergaulan, tidak saja dipertunjukkan oleh muda-mudi, tetapi juga yang tua-tua, misalnya dalam acara keramaian kenduri sko, maka yang menari adalah tua-muda, laki-laki perempuan, bahkan kaum manula juga ikut menari berpasangan membawakan tari tauh ini. Pasangannnya tidak terikat muda-mudi saja, tetapi boleh juga lelaki saja atau wanita saja.
Dalam tradisi tari Tauh sang Maestro menyenandungkan Mantau, lazimnya Mantau digunakan untuk penyambutan tamu kehormatan.Mantau merupakan pantun pantun/syair syair berima yang di lantunkan pada saat melakukan tarian tauh.
Tarian ini lazimnya di gelar pada saat acara kenduri adat/kenduri pusaka , atau di pertunjukkan pada saat adanya keramaian kunjungan pejabat dan dapat di pertunjukkan pada saat gotong royong beselang/dan atau menuai padi dan tari tradisional Tauh merupakan sarana hiburan masyarakat dan dapat dimanfaatkan sebagai wahana untuk menjalin kasih diantara dua hati yang berpadu
Sebagai pengiring tari ini adalah berupa alat tabuhan dan vokal. Alat tabuhannya adalah dua buah rebana besar yang disebut dap dan sebuah gong. Yang menabuh dap adalah laki-laki, dan yang menabuh gong biasanya seorang perempuan.
Vokal disebut mantau, artinya memanggil dengan suara yang lengking dan lantang oleh seorag wanita atau juga saling bersahutan antara laki-laki dan perempuan. Vokal yang juga disebut seni suara atau nyanyi berisikan pantun-pantun. Ada pantun muda-mudi, pantun nasib dan lain-lain. Irama dari pada mantau tersebut adalah :
Pemuda :
Cubo-cubo klasik julai
Mak tantu padi dengan gento
Cubo-cuo usik dengan kami
Mak tantu budi dengan baso
Pemudi :
Apo di arap padi jerami
Padi idak gento idak ado
Kacang remang jauh sekali
Apo di arap pada kami
Budi idak basi idak ado
Padoman jauh sekali
E.Tari Naik Mahligai
Naik mahligai adalah suatu acara puncak penobatan secara gaib. Pada seseorang yang memiliki ilmu kesaktian atau kesaktian yang tinggi dan telah memenuhi syarat dan untuk mencapai sangkak tujuh.
Dalam penobatan ini akan dilaksanakan upacara menurut tokoh dan jenjang selama tujuh hari dan tujuh malam,dimana orang tersebut terlebih dahulu diuji kesaktiannya seperti meniti mangkuk diatas telur,meniti diatas duri atau paku dan lain-lain.Setelah ujian ini terlewati, maka pemimpin tersebut diperkenankan untuk menaiki mahligai.
F.Tari Tolak Bala
Tari asyik ini merupakan puncak dari rangkaian acara ritual tolak bala,sebelum acara ritual ini dilaksanakan terlebih dahulu dilaksanakan beberapa rangkaian kegiatan antara lain melaksanakan kegiatan membersihkan lingkungan di dusun
Puncak aktifitas kegiatan ini dengan melakukan kegiatan pengasapan rumah dengan asap api kemenyan dan ritual membuang alat alat ritual upacara dengan cara menghanyutkan di sungai terdekat.
Upacara ini dipimpin oleh 6 (enam) orang belian (pawang), keenam belian ini mempunyai fungsi dan tugas masing-masing, namun demikian ada salah satu pawang yaitu belian tua laki-laki yang ditunjuk sebagai pemimpin dari keenam belian ini, sesuai dengan tingkat kekuatan supranaturalnya.
G.Tari Ngagah Harimau
Tarian ini telah berkembamg sejak paruh abad ke 18,Tarian ini bertujuan untuk menghormati harimau tetapi menurut kepercayaan orang Pulau Tengah harimau tersebut dinamai “nenek”. Pada waktu lampau ketika seekor harimau mati di ladang oleh masyarakat hal ini dipercaya membawa keberuntungan, jadi dibuatlah suatu upacara untuk mengagah harimau yang maksudnya agar jiwa atau roh harimau tadi kembali dan hidup ke dunia lain
Selama menarikan tarian ini yang biasanya ditarikan oleh wanita muda yang mengenakan kostum menyerupai harimau dan setiap gerakan tari ini tangannya membuka seakan-akan ingin menerkam mangsa.
Selama tarian ini berlangsung selalu diiringi dengan lagu untuk memanggil harimau dan diasapi dengan kemenyan. Pada tarian ini juga para penontonnya secara spontan bergerak dan bergabung dengan penari layaknya seekor harimau yang memperebutkan mangsa.
H.Lukah dan Ambung Gilo
Tradisi tua suku Kerinci tidak bisa dilepaskan dari kepercayaan animisme yang dulu tumbuh dan berkembang di seantero alam Kerinci termasuk Lukah dan ambung Gilo.
Lukah dan ambung Gilo merupakan sebuah boneka yang dibuat dari rotan yang dihiasi menyerupai manusia. Masyarakat di desa desa menggunakan lukah sebagai sarana untuk menangkap ikan sedangkan ambung merupakan alat (wadah)alat mengangkut barang yang dihiasi dengan pakaian yang menyerupai boneka manusia yang dapat bergerak sendiri dan dimasa lalu digunakan sebagai media untuk berkomunikasi dengan sang pencipta dan roh para leluhur
Lukah gilo akan semakin menggila dan-bergerak tak beraturan kekiri dan kekanan mengikuti sang pawang dan gerak semakin lama semakin cepat
Seiring dengan perjalanan waktu lukah gilo sebagai kesenian nyentrik dan merupakan sarana hiburan rakyat yang ditampilkan pada acara kenduri sko dan pada acara acara budaya yang di balut untus magis
dalam kontek seni dan kebudayaan lukah gilo merupakan sebuh pertunjukan yang unik dan merupakan bagian dari ragam budaya masyarakat suku Kerinci
Lukah gilo merupakan permainan/kesenian tradisional masyarakat Kerinci yang dilakukan oleh beberapa orang dalam suasana gembira.
Lukah gilo merupakan permainan yang amat menarik untuk diikuti, karena permainan-ini mengandung unsur magic, dimana lukah (sejenis alat penangkap ikan) dapat memberikan kekuatan yang luar biasa sehingga orang yang melakukan kegiatan ini seolah-olah tidak sanggup meng-hentikan gerakan lukah tersebut.
Dalam permainan ini penonton dilibatkan langsung untuk mencoba mengendalikan Lukah tersebut.
I.Tari Persembahan
Gerak gerik tari tradisi Kerinci tergambar dalam tari ini seperti tari iyo-iyo, tari tauh, tari asyiek, tari mandi taman dan lain-lain.
Dengan penuh rasa hormat dan dengan keramahan para penari dan segenap anak jantan dan anak batino yang ada di dalam luhah dengan suka cita menyambut kedatangan tamu.
Pepatah, petitih dari para depati serta persembahan sirih nan sekapur, rokok nan sebatang yang menyatakan keikhlasan dan ketulusan masyarakat Kerinci menerima tamu dalam arti kata putih kapas dapat dilihat putih hati berkenyataan
Para penari dengan gemulai dan riang hati menari nari, dan sepasang remaja secara perlahan dengan carano di tangan berjalan kedepan menghadap tamu agung seraya mempersilahkan tamu agung untuk mengambil sirih yang sekapur yang ada di dalam carano
J.Kesenian Seruling Bambu
Kesenian suling bambu tergolong alat musik masyarakat yang ada di alam Kerinci, sarana /media alat-alat musiknya masih tradisional yaitu berupa suling, tambur, gendang dan gong.
Pengamatan di wilayah adat nenek limo dan nenek empat Hiang, wilayah adat tanah sekudung Siulak da di wilayah adat Depati Nan Bertujuh terlihat beberapa orang pengembala memainkan seruling bambu sambil mengawasi hewan ternak yang di gembalakan.
Beberapa tahun terakhir jumlah pengembala yang memanfaatkan waktu di padang pengembalaan dengan meniup seruling semain jauh berkurang.
Biasanya dimainkan oleh sekelompok orang dan memainkan lagu-lagu kerinci. Belum diketahui secarapasti asal usul music seruling bamboo,kesenian seruling bambumemili kesamaan dengan alat music seruling yang berada di tanah Batak-Sumatera Utara
- Maduamo tarian tradisi suku Kerinci
Tari tradisi suku Kerinci yang popoler di sebut tari Maduamo merupakan sebuah tarian purba sisa peninggalan zaman megalitic yang saat itu nenek moyang suku Kerinci masih menganut kepercayaan dinamisme dan animisme
Sebelum ritual tari maduamo ini dilaksanakan para penari harus melakukan upacara ritual nyaho untuk menyeru (memanggil) roh roh arwah nenek moyang dengan sebuah pengharapan agar kegiatan tradisi yang dipertunjukkan ini dapat berjalan lancar dan para penari dapat menghadapi tantangan tantangan yang membahayakan
Setelah ritual nyaho dilaksanakan, maka roh roh (arwah) nenek moyang akan memasuki jiwa /sukma para penari termasuk mereka yang memiliki hajat pada acara ritual ini, pada umumnya upacara ritual maduamo ini dilaksanakan sebagai sebuah rangkaian pengobatan secara tradisional
Manakala roh roh nenek moyang telah memasuki sukma, tubuh para penari akan menjadi ringan dan mereka para penari dengan gemulai menari diatas pecahan kaca piring,keramik dan dapat menghadapi benda benda tajam yang berada di hadapan para penari
Tradisi Madu amo hingga saat masih tumbuh dan berkembang di dusun dusun(desa) tradisional di alam Kerinci
L.Tari Asyek Ngayun Luci
Tari Asyiek Ayun Luci merupakan sebuah tarian mengandung unsur magic. Tarian ini menunjukkan rasa syukur atas rahmat yang diberikan oleh Sang pencipta atas mulai keluarnya isi padi yang ditanam disawah.
Selain itu tarian ini bertujuan pula untuk menolak bala terhadap serangan hama penyakit seperti serangan hama tikus, burung dan hama babi yang mengganggu tanaman kecil-kecil yang berisi sesajian yang digantungkan ke Luci besar yang juga berisi sesajian. Pawang membacakan mantera sambil mengayunkan luci-luci yang bergantungan.
Para penari, menari-nari mengelilingi Luci sambil sesekali memercikkan air bunga cina, semakin lama gerakannya semakin kencang sesuai dengan tempo musik.
Seiring dengan itu penari akan mengalami trance (tidak sadarkan diri), kemudian para penari akan diobati oleh pawang begitulah sampai seterusnya sampai pawang menyatakan bahwa hajat sudah tersampaikan.
M.Tari Bigea Rbeah
Sebagai bagian dari masyarakat Suku Kerinci yang mendiami puncak Andalas Sumatera, masyarakat Kota Sungai Penuh memiliki beradam seni musik dan tarian daerah. Diantara tarian yang berkembang di wilayah Kota Sungai Penuh adalah tari Bigea Rbeah.
Bigea atau Bigau adalah sejenis tumbuhan semak yang hidup di dalam air terutama di daerah rawa rawa/areal persawahan yang tidak di garap.
Tanaman ini secara turun temurun telah dimanfaatkan oleh masyarakat suku Kerinci sebagai bahan utama anyaman.Tanaman ini tingginya sekitar 1,5 sampai 2 meter, Jika dihembus angin tanaman bigau ini meliuk liuk menurut irama hembusan angin.
Liuk kan tanaman ini ibarat seorang gadis yang sedang menari. Dari gerakkan bigau (bigea) inilah seniman mendapatkan inspirasi untuk menciptakan tari Bigea Rbeah.
Pada awalnya tarian ini dibawakan oleh wanita wanita yang telah memasuki manula dan tarian ini dilakukan petani di sawah pada saat beristirahat setelah melaksanakan aktifitas menyiangi atau saat panen ,akan tetapi belakangan ini tari Bigea Rbeah dibawakan oleh anak anak gadis dan perempuan dewasa ,dan tak jarang tarian ini juga digelar pada acara kenduri pusaka atau pada saat acara penyambutan tamu.
N.Tari Ntak Kudo
Tarian ini ini berasal dari Hamparan Besar Tanah Rawang yang pada zaman dahulu hanya ditampilkan pada acara-acara kebesaran tertentu saja dan berbau magic yang gerak langkahnya berasal dari gerak silat dibawakan secara beramai-ramai, serta diiringi oleh musik perkusi (gendang) bertujuan untuk menghidupkan gerakan tari sehingga lebih asyik.
Daya tarik tari ini mampu memikat penonton untuk ikut serta menari dan berdendang, tarian ini mulai berkembang diperkirakan pada tahun 1970. Sejak beberapa tahun terakhir tari rentak kudo semakin populer hingga menembus batas alam Kerinci
3.Seni tari kreasi baru
Seperti daerah lainnya di nusantara, alam Kerinci memiliki berbagai atraksi seni dan kebudayaan baik yang dilakukan secara turun temurun maupun kesenian kreasi baru yang diciptakan dan dikreasikan oleh para seniman
Penciptaan tarian kreasi baru ini telah dimulai sejak decade tahun 1960 an yang dipelopori oleh seniman dan budayawan yang aktif padazamannya, tercatat beberapa tokoh seniman pencipta tari kreasi baru alam Kerinci masing masing H.Norewan.BA. H.Furisyah,Iskandar Zakaria, Fahmi Efendi,Harun Nahri,Rohati dan pada era tahun 1990 an alam Kerinci memiliki koreografer/penata tari kreasi yakni Azrefli Nurdin,S.Pd, Cik Buyuang, Adra Nimires,S.Sn,M.Si
Tarian alam Kerinci yang telah di kreasi barukan itu telah dipertunjukkan pada beberapa kali pagelaran di dalam dan di luar negeri, catatan yang telah dapat dihimpun saat ini terdapat puluhan tari kreasi baru
Sejumlah tinggalan seni dan kebudayaan suku Kerinci yakni seni tari tradisional yang masih tumbuh dan berkembang diantaranya adalah tari rangguk, tari tauh, tari asyik, tari asyik ayun luci, tari asyik naik niti mahligai, tari asyik nyabung, asyik nyambai,asyik ngurak anata, asyik mandi taman, asyik tulak bala,asyik mahligai kaco, Iyo Yo,tari sembah, tari ngagah harimau,tari Yadahdan, Ratib Seman
Sedangkan upacara tradisional yang masih dapat dijumpai hingga saat ini antara lain ialah ,kenduri sko,ngasap neghi,tulak bla,ayun luci,naik mahligai,andin,turun Ke sawah, kenduri ulu taun,kenduri padi,kenduri sudah tuai,kenduri kepalo air,kenduri gembalo padang,ajun arah, nyubeuk,batandang,ngapak siheih,Llek muntain,tuhaun Kaaye, sunat Rasul,tegeak umah,naik umah,naik haji,mandi balimo,ziarah,kematian,dendo,asyik,mintak hujan,umban Talai,pencak silat,ladang-ladangan,lukah gilo,linung,Perang-perangan
4.Perkembangan seni musik di alam Kerinci
Sebuah dokumen kumpulan 17 Lagu daerah Kerinci yang berjudul Maai Batalea merupakan buku perdana kumpulan lagu lagu Kerinci yang disusun oleh 3 maestro seni musik (talea) Kerinci Semat,Senin Iljas dan Riva”i Haris.
Ketiga orang tokoh musisi tersebut adalah pelopor yang menulis kumpulan lagu lagu Kerinci yang pada periode sebelumya nada dan irama belum pernah di tulis dan di bukukan.
Buku tersebut dicetak untuk pertama kali satu tahun setelah Kabupaten Kerinci menjadi daerah otonum terpisah dari Kabupaten PSK-Propinsi Sumatera barat dan buku tersebut dapat di terbitkan dengan bantuan dan dukungan sepenuhnya dari A.P.R.I,Komandan Sektor I Bn, Inf : B” TT-II Sriwijaya, Pemerintah Daswati II Kerinci,Perwakilan P.P&K Propinsi Djambi untuk Kerintji
Buku perdana tentang lagu Kerinci yang berjudul Maai Batalea mendapat apresiasi dan penghargaan dari Mohd.Noeh Ketua Dewan Pemerintah Daerah Peralihan Daswati II Kerinci, dan buku tersebut mendapat sambutan pengantar R.Sukotjo Martowidjojo selaku perantara Perwakilan Kementerian P.P.&K Propinsi Jambi Kabupaten Kerinci.
Perlahan namun pasti pasca terbentuknya daerah Otonum Kabupaten Kerinci,perkembangan seni musik Kerinci semakin mendapat perhatian yang sungguh sungguh dari Pemerintah, Pada tahun 1962 Kabupaten Kerinci di undang oleh Presiden Republik Indonesia Ir.H.Soekarno ke Jakarta dalam rangka pembukaan ASEAN GAMES.
Pada acara tersebut dipersembahkan Tari Rangguk di hapadan ribuan pengunjung di Istora Senayan, pertunjukkan berikutnya dilaksanakan di Gedung Kesenian pasar baru, dan untuk pertama kali sejak Indonesia Merdeka tim kesenian Kerinci di undang untuk menampilkan kesenian Kerinci di Istana Negara.
Rombongan di pimpin oleh Senin Ilyas,Semat dan Zukri Nawas,diantara seniman muda yang ikut mentas saat itu antara lain ialah Sa’adunir dan Zurhaida Madjid.
Pada tahun 1969 tim Kesenian Kerinci kembali di undang dalam rangka memeriahkan Jakarta fair,tim ini di pimpin oleh Rivai Aris ,tim ini tergabung dengan tim pemerintah Propinsi Jambi.
Tampilnya Kerinci ke pentas nasional telah mengharumkan nama baik Kabupaten Kerinci, keberhasilan ini pula yang mendorong dibentuknya kantor Kebudayaan Kerinci di awal tahun 1960 an,lembaga ini di pimpin oleh Senin Ilyas dan pada saat itu direkrut beberapa orang seniman untuk menjadi pegawai kantor Kebudayaan seperti Rivai Aris,Amiruddin Gusti, Nurisma Soelot dan Iskandar Zakaria
Pada Dekade tahun 70 an dan 80 an (Zurhatmi Ismail:Tanjong Bajure: 2007) merupakan puncak perkembangan musik tradisional di alam Kerinci,hal ini disebabkan pemerintah Kabupaten Kerinci pada masa itu memberikan perhatian yang sungguh sungguh dalam mengangkat dan mengembangkan kesenian rakyat,berbagai lomba,festifal dan pagelaran seni pada saat itu memiliki intensitas kegiatan yang sangat menggemberikan.
Iklim dan perhatian yang diberikan oleh Pemerintah Daerah mendorong dan memotivasi para seniman untuk terus berkreasi dalam mengolah kesenian masyarakat di alam Kerinci
Pada dekade tersebut bermunculan berbagai bentuk musik tradisional yang menggunakan instrumen yang telah ada dan sebagian dari para seniman melakukan musik kreasi dengan mengangkat kembali alat musik tradisional yang telah nyaris punah.
Azhar,Mj seorang seniman /musisi alam Kerinci mengangkat musik Mindulahin dari Siulak dengan mengggali dan mentradisikan kembali musik traisional Kerinci dengan memanfaatkan kembali alat musik gendang buluh dan ketuk kayu sebagai alat musik, dan pada tahun tahun berikutnya tumbuh dan berkembang pula kelompok Zikir rebana, dan grup grup seruling bambu di sejumlah dusun dusun di alam Kerinci..
Sesuai dengan perkembangan zaman instrumen musik yang luwes seperti akordeon dan Biola beradaptasi dengan musik tradisional, perkembangan ini merupakan sebuah fenomena tersendiri dalam perkembangan musik di alam Kerinci, pada masa itu sejumlah orkes orkes berkembang di alam Kerinci, para musisi memadukan alat musik modren seperti biola dan akordeon dengan alat musik perkusi seperti gong, drum set,rapano,ketipung
Di Penghujung tahun 1970 an geliat musik di alam Kerinci semakin semarak, beberapa lagu Kerinci masuk dapur rekaman dengan diawali sang pionir Mahasiswa Kerinci di Bandung Propinsi Jawa Barat, Pada tahun 1977 Ikatan Mahasiswa Kerinci (IMK)-Bandung meluncurkan kaset lagu Kerinci dengan produksi terbatas.
Keberanian Mahasiwa Kerinci di Bandung yang di dukung sejumlah tokoh tokoh HKK di Propinsi Jawa Barat mendorong Pemerintah Kabupaten Kerinci melalui organisasi Dharma Wanita Kabupaten Kerinci untuk kembali merekam lagu lagu Kerinci, Pada tahun 1978 lagu lagu Kerinci kembali masuk dapur rekaman.
Ibarat kata berjawab-gayung bersambut, seorang seniman Kerinci Atmajar Idris memproduksi albun lagu Kerinci dengan judul album Kanti Batandang Lagu Kerinci kali ini di rekam dengan sponsor Tanama Record.
Sederetan artis artis penyanyi Kerinci yang menyanyikan lagu lagu (Talea) Kerinci pada masa itu hingga saat ini masih dikenang oleh sebagian besar masyarakat di alam Kerinci khususnya di kalangan para seniman dan budayawan di alam Kerinci, beberapa orang penyanyi legendaris yang mempelopori perkembangan musik alam Kerinci diantaranya ialah Atmajar Idris,Muchtar Hadist,Edi Sinir, Nasrul Jas, Sobrina,Itmawati,Ermasni Rais,dan Jalidar.
Semangat untuk merekam lagu lagu (talea) Kerinci hingga saat ini menjadi dorongan bagi bagi para artis dan pencipta lagu untuk melakukan rekaman lagu ,saat ini hampir di setiap Kecamatan di alam Kerinci berlomba lomba merekan lagu lagu tradisional Kerinci, dan lagu lagu kreasi baru yang diciptakan para musisi musik dan sejumlah artis penyanyi.
Catatan yang dihimpun menyebutkan daerah Kerinci tengah( Kota Sungai Penuh) dan Kerinci Mudik (Siulak,Air Hangat) merupakan kelompok masyarakat yang rajin melakukan rekaman lagu lagu Kerinci.
Kehadiran para musisi dan artis dalam menggali,menciptakan dan mengangkat seni musik tempo dulu dan seni musik kreasi memperkaya khasanah lagu Kerinci, secara tidak lansung mendorong masyarakat untuk terus berpartispasi dalam melestarikan nilai nilai lagu tradisi masyarakat di alam Kerinci
Pada awal tahun 1980 an sejumlah lagu lagu khas masyarakat di alam Kerinci semakin melejit dan populer dikalangan masyarakat di alam Kerinci dan di luar alam Kerinci, sejumlah lagu lagu seperti lagu Hujan Rintek,Tung Gayut, Mandiki, Kasih Idak Putuih,Kamai Bujaleang, Dalideu dan Uhang Jauh
Sejumlah penyanyi pendatang baru pada dekade tahun 1980 an banyak bermumculan dalam blantika musik lagu daerah, diantara para artis penyanyi itu tercatat nama Azizah dari Keluru,Elly Muis dari Semurup, Asril Koto dari Sungai Penuh,Marjuta,Wardanis,Ermilawati, dan Lis Helma dari daerah Siulak.
Seiring dengan perkembangan musik alam Kerinci pada masa itu telah lahir gurup Band milik pribadi untuk menyalurkan bakat seni dan lahan bisnis baru, grup grup band ini ikut membidani lahirnya para musisi dan artis artis lagu daerah , diantara Band yang popoler dan memiliki fans yang besar ialah Conserto band milik Mantri Zainal,Andrea Band,Dasira Band Sungai Penuh, Mario Band di Semurup, Kanti Band dan Family Band di Siulak
Sedangkan di daerah Kubang dan sekitarnya berkembang musik gitar akustik tunggal, mereka menamakan jenis musik ini”Musik Klasik Kerinci” dengan gaya paralel antara penyanyi dan musik pengiring.
Pada berikutnya bermunculan lagu lagu Kerinci kreasi baru dalam berbagai warna dan bentuk,Komposi lagu yang di ciptakan tidak terpaku pada pengulangan tema saja seperti bentuk lagu tradisional akan tetapi para musisi telah berani membuat kontras lagu
Demikian juga dengan komposisi syair syair lagu,para musisi dan pencipta lagu sudah banyak yang menulis syair lagu dalam bentuk yang lebih bebas,dan beberapa diantaranya masih cenderung terikat dengan bentuk pantun.
Dusun dusun(desa) yang paling menonjol dalam usaha merekam lagu diantaranya ialah sejumlah desa desa di daerah Siulak,Kubang dan sekitarya, Koto Majidi dan sekitarnya,Sungai Penuh,Keluru dan sekitarnya.
Para penggiat dan musisi lagu daerah yang giat dalam menciptakan dan merekam lagu lagu daerah alam Kerinci tercatat nama Muchtar Hadist,Atmajar, Oesul, Amrie,Rapudin, Sa’adunir, dan Irmansyah,para musisi tersebut pada umumnya saat itu menggunakan aranger studio.dapur rekaman di Kota Padang-Sumatera Barat.
Selain penggiat/musisi tersebut terdapat nama Nurbaity, Zurhatmi Ismail,Suparman Harun, Azhar,Mj, Syafui Manaf,Rustam Syukur yang aktif berkarya sepanjang hidupnya.
Sedangkan musisi muda potensial yang telah mengabdikan diri untuk dunia seni musik tercatat ,Mayri Hardi, Ir.Jamsol Mesra(alm) Zulyendri Soeloet(alm)Syaiful,H.Otma Rosya,SE, Dasni Yatim, dan generasi berikutnya Tony Syahminan,Monalisa,Yuli Zainal, Ujang Perancis,Andy Krinchie, Madala, Popy Susanti,Onex Arel,Fendi,MD,Juanda Albe
Dan pada paruh tahun 2000 an munculnya artis musik dan produk rekaman VCD Lagu lagu Kerinci tidak lepas dari peran dapur rekaman Solfegio Studi Sungai Penuh dan peran musisi Antoni Pasaribu.
Khusus untuk lagu lagu yang di produksi oleh Pemerintah Kabupaten Kerinci musik pengiringnya di kerjakan oleh Riva’i Aris atau Irmansyah,. Hinggar Binggar Band di alam Kerinci mulai redup seiring dengan masuknya jenis instrumen baru yang akrab disebut Phenomena Organ Tunggal yang tidak membutuhkan personil yang banyak dan lebih praktis dalam mengiringi penyanyi,penyesuaian tangga nada dan memudahkan dalam mengaransir lagu.
Pada tahun 2007 Zurhatmi Ismail Seniman dan musisi alam Kerinci di Jambi dengan dukungan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jambi melakukan upaya menyusun buku kumpulan lagu tradisional Kerinci dengan judul buku Tanjon Bajure
Zurhatmi Ismail dengan dukungan sejumlah seniman dan musisi telah mengumpulkan menelaah, menyusun dan menerbitkan buku kumpulan lagu tradisional Kerinci”Tanjon Bajure” yang berisikan 50 lagu lagu tradisional Kerinci.( Erni Sasmita & Bj Rio Temenggung Tuo)
Kerincitime.co.id, Sungai Penuh – Dikecamatan Hamparan Rawang Kota Sungai Penuh terdapat sebuah mesjid dengan arsitektur modern perpaduan arsitektur Eropa dan Persia, sebelumnya mesjid ini merupakan sarana ibadah mesjid arsitektur khas kerinci, dan pada tahun 1938 mesjid yang sederhana itu dibangun permanent dengan arsitek :Angku Lunak”,mesjid ini merupakan salah satu mesjid permanent yang dibangun pada masa kolonial Belanda masih bercokol di bumi alam Kerinci, bangunan mesjid memiliki 8 tiang utama sebagai lambang Depati IV delapan Helai Kain,sejak masa lalu mesjid ini juga dimanfaatkan untuk tempat permusyawaratan dan pengajian ilmu ilmu Tauhid,
Arisetektur bangunan “Mesjid Raya Rawang”merupakan mesjid paling megah dan salah satu Masjid arsitekturmodren paling indah hingga masa kini dan menjadi kebanggaan masyarakat alam Kerinci,mesjid ini dibangun secara swadaya oleh masyarakat se “Hamparan Rawang” dan hingga saat ini kondisi bangunan mesjid meski pernah di goyang gempa dahsyat tahun 1995 namun hingga saat ini masih berdiri kokoh dan masih dimanfaatkan untuk kegiatan ibadah dan kegiatan sosial keagamaan bagi masyarakat Rawang. Masjid yang memiliki 5 Qubah ,1 Menara dan memiliki Mimbar berukir yang didatangkan pada masa Kolonial Belanda merupakan satu satunya Masjid Permanent termegah dan terindah pada zamannya setelah Masjid Raya Medan-Sumatera Utara
Masjid Raya Rawang memiliki lengkung-lengkung yanudang beraneka ragam sehingga menimbulkan kesan dekoratif secara tersendiri,,sedangkan tiang tiang penyangga merupakan perwujudan\ dari garis garis vertical yang memberikan kesan kuat dan tegap,dan susunan tiang tiang memiliki bentuk yang khas dan mengandung makna filosofis
Bidang bidang pada dinding bangunan serta bidang yang terdapat pada sambungan lengkung merupakan ruang yang meriah dan indah karena dipadukan dengan jendela jendela hias ukuran besar membuat bentuknya menjadi sangat indah dan bersinar.dan disetiap ruangan dibawah kubah terdapat lampu lampu Kristal yang menawan.
Masjid ini memiliki mimbar yang penuh dengan ornament ukiran yang bernilai estetika tinggi,konon Mmbar ini secara bertahap didatangkan dari Medan,Vesri lain menyebutkan Mimbar ini didatangkan dari Malaya melalui Medan(Sumatera Utara),Dan untuk mengingatkan Jemaah dalam melaksanakan ibadah shalat lima waktu-Masdjid ini memiliki satu buah Jam yang uniek setinggi ,1.5 meter..Pada Dinding bagian atas dihiasi dengan hias geometris yang dipadukandengan pola hias huruf Arab sesuai dengan cuplikan ayat ayat Al-Quran yang ditulis dengan sangat hati hati dan tersusun dengan indah
Kebudayaan Islam yang masuk ke Alam Kerinci (Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci) Propinsi Jambi mempengaruhi berbagai aspek seni seperti seni sastra,seni arsitektur,seni pahat dan lain lain. Seni Arsitektur (bangunan) yang tumbuh dan berkembang di alam Kerinci menunjukkan adanya perpaduan antara seni tradisional dengan budaya Islam, hal ini dapat kita lihat dari arsitektur masjid masjid kuno yang tersebar di alam Kerinci seperti Masjid Agung Pondok Tinggi, Masjid mesjid kuno ini menunjukan ciri ciri khusus yang yang berbeda dengan masjid masjid yang ada di Timur Tengah.
Kekhususan gaya arsitektur ini dapat kita lihat pada bentuk atapnya yang bertingkat lebih dari satu,dan memiliki corak ukiran yang uniek dan mengandung nilai nilai kearifan local yang dipadukan dengan berbagai motive geomtetris dan motive tumbuh tumbuhan menjadi ornamemen yang memiliki nilai seni tinggi dalam bentuk desain ornamental sebagai karya seni dekorasi Islam yang terdapat hampir di seluruh Negara Negara islam di Dunia termasuk di Alam Kerinci
Masjid Raya Rawang Kota Sungai Penuh merupakan bangunan masjid pertama di alam Kerinci yang dibangun secara permanen ,salah satu unsure kelengkapan yang penting di dalam arsitektur Masjid Raya Rawang ialah segi segi dekoratif dan ornamental yang memberikan kesan khusus.
Kata Arsitektur, berasal dari bahasa Yunani,yakni architekton yang terbentuk dari dua suku kata yakni arche yang bermakna asli,awal otentik,dan tektoo yang bermakna berdiri stabil dan kokoh.Hasil karya utama dalam seni arsitektur Islam adalah masjid,sebab masjid merupakan titip tumpuan dari ungkapan kebudayaan Islam,sebagai konsekuensi dari ajaran Islam yang mengajarkan Shalat dan masjid sebagai tempat pelaksanaannya.
Dalam Arsitektur Islam dikenal beberapa jenis masjid sesuai dengan penggunaannya, diantaranya ialah (a) masjid jami (b) masjid madrasah (c) masjid makam (d) masjid tentara dan madrasah. Kemudian muncul bnagunan bngunan di luar masjid dan madrasah yang juga masih merupakan rangkaian ungkapan kehidupan Islam sebagai fasilitas yang menampung kebutuhan manusia, yaitu istana istana/kraton,bangunan benteng pertahanan,dan makam makam
Arsitektur Islam mengalami perkembangannya dari bentuk yang sederhana pada abad ke- 6 sampai tingkat kesempurnaannya yang mengagumkan pada abad ke -8 dan seterusnya, dan memiliki keanekaan bentuknya sesuai dengan budaya umat yang menciptakannya. Perkembangan aristektur tersebut dilatar belakangi oleh beberapa factor, dianataranya (1) semakin tinggi tekhnologi bangunan (2) pengaruh social politik dan kenegaraan, misalnya peperangan, menyebabkan timbulnya benteng benteng dan tembok pertahanan (3) berubahnya tingkat ekonomi masyarakat menyebabkan adanya kemampuan mereka untuk membuat industry keramik keramik dan lain lain.
Di alam Kerinci hingga akhir abad ke 19 dan memasuki awal abad ke 20, pada umumnya telah berdiri bangunan bangunan masjid masjid dan surau dengan corak tradisional, bangunan terbuat dari jenis kayu berkualitas tinggi, dan pada tiang tiang,alang dan dinding sebagian besar diukir dengan menggunakan tekhnologi sederhana dengan bentuk ukiran Fatma, dan diantara Masjid masjid yang dibuat sejak paruh abad ke 18 ialah Masjid Keramat di Pulau Tengah, Masjid Agung Pondok Tinggi, Masjid di Desa Tarutung, Masjid Rawang, Masjid di Dusun Lolo dan Dusun Lempur dan sejumlah Masjid masjid Kuno yang tersebar di alam Kerinci.Sebagian besar masjid masjih kuno tersebut telah diganti dengan masjid masjid baru yang lebih kokoh, salah satu Masjid Kuno yang di rubuhkan ialah Masjid Kuno Rawang yang telah diganti dengan Masjid berarsitektur Arab (Persia)
Asal awal pertumbuhan arsitektur islam terjadi pada masa Nabi Muhammad.SAW,dan al Khulafa’ ar- Rasyidin. Pada bentuk awalnya arsitektur Islam itu-sebagaimana terlihat pada masjid-bukanlah bangunan yang megah seperti yang tampak pada masa kejayaannya, melainkan sederhana dan bersahaja.
Sampai awal abad ke 20 masjid-masjid dan surau surau yang dibangun di alam Kerinci umumnya terbuat dari material bangunan dari kayu dengan dihias oleh beragam ukiran bermotif Fatma(Flora) Tiang tiang utama bangunan merupakan balok balok kayu ukuran besar, pada awalnya bangunan masih sangat sederhana. Perencanaan masjid pada masa itu pada tahap awal disediakan tempat,dan kemudian tempat itu dibuat menyerupai ruangan agar orang yang melakukan shalat dapat terlindungi dari berbagai ganguan alamiah” Catatan sejarah juga menyebutkan bahwa”Masjidilharam” pada awalnya juga merupakan masjid lapangan, dibagian tenah dikelilingi serambi yang ada di sekitar dinding masjid serta terbuka menghadap kelapangan.Tetapi setelah berkali kali diadakan penyempurnaan, akhirnya ia menjadi masjid yang mempunyai arsitektur yang mengagumkan
Apakah Anda seorang jurnalis atau punya niat serius menekuni dunia jurnalis? Tolong baca tulisan ini. Mari kita sharing -bukan bermaksud menggurui-. Dan, mari belajar bijak.
Dunia pers di Provinsi Jambi kian memprihatinkan. Di tengah pesatnya media sosial yang membuat media-media konvensional makin terjepit, perkembangan dunia ini kian lambat dan malah makin mengalami kemunduran.
Ini diperburuk dengan kondisi para pelaku profesi pers atau jurnalis atau biasa dikenal dengan sebutan wartawan, lambat laun mengalami degradasi. Parahnya lagi, jiwa korsa di dalam dada sebagian kawan-kawan jurnalis, mulai hilang bersamaan dengan pesatnya industri media online yang, bisa dikatakan, terlalu cepat dewasa sebelum usianya.
Degradasi Jurnalis
Degradasi dari KBBI dapat diartikan sebagai; kemunduran, kemerosotan, penurunan, dan sebagainya (tentang mutu, moral, pangkat, dan sebagainya). Degradasi jurnalis dapat diartikan; kemerosotan atau lunturnya mutu/nilai, moral, dan norma yang berlaku di diri jurnalis.
Sebelum membicarakan ini, ada baiknya melihat lebih luas fungsi dan kedudukan pers di Indonesia.
Dalam negara demokrasi, kedaulatan berada di tangan rakyat. Rakyat sebagai pemegang kedaulatan berhak mengetahui apa yang terjadi terhadap seluruh aspek yang dapat mempengaruhi kehidupan dan penghidupan rakyat (baca faq tentang peranan pers – Dewanpers.id https://dewanpers.or.id/kontak/faq/start/290).
Pers menciptakan keterbukaan pada pemerintahan sekaligus dimungkinkan adanya alternatif pemikiran, saran, kritik dan pengawasan kepada pemerintah dan para pihak yang terkait yang berujung pada terciptanya tatanan bernegara dan berbangsa yang demokratis. Memenuhi hak masyarakat inilah yang juga sering menyebabkan pers disebut sebagai pilar keempat demokrasi.
Adanya peran memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui inilah yang membuka pintu bagi pers mencari, mengumpulkan, mengolah, menyimpan, memiliki dan menyiarkan informasi. Pintu ini pulalah yang membuat pers dapat dan boleh mewawancarai mulai dari para pejabat publik, politikus, pengusaha sampai rakyat biasa.
Dengan terbukanya pintu ini pula dalam UU Pers No. 40 Tahun 1999 ditegaskan terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, dan pelarangan siaran. Tidak hanya itu, sebagai konsekuensinya, bagi mereka yang menghalang-halangi tugas dan fungsi sesuai dengan amanah yang diberikan oleh UU Pers, diancam sebagai perbuatan yang melanggar kemerdekaan pers.
Dari sini bisa ditarik kesimpulan bahwa nilai pers sangat tinggi di mata hukum dan negara demokratis. Sebagai penjaga demokrasi dan pilar ke empat demokrasi, moral dan norma jurnalis sangat dibutuhkan.
Sementara fakta saat ini berbeda jauh dengan harapan. Ibaratnya, jauh panggang dari tiang. Coba kita perhatikan.
Paling dekat, bisa lihat insiden “serangan” salah satu media online di Jambi terhadap sosok jurnalis dari media online lain. Tulisan di media online itu, sangat mencoreng dan memalukan jurnalisme di Jambi. Ini seperti memukul air di dulang, kena muka sendiri.
Seakan tak percaya, berkali-kali dibaca, ternyata memang apa yang ditulis di media online itu sangat subyektif. “Serangan”-nya terfokus kepada media online dan sosok jurnalis di media online yang “diserang” itu.
Jika ada pencatat sejarah, ini adalah catatan terburuk di antara sekian banyak sejarah perkembangan jurnalisme di Provinsi Jambi. Sekali lagi, TERBURUK!
Degradasi jurnalis bisa dilihat begitu kentara di insiden (sebaiknya pakai kata insiden sebagai bentuk ketidaksengajaan -semoga saja begitu) ini.
Di kemanakan nilai, mutu dan moral jurnalis pada insiden ini? Tidakkah yang menulis sadar, bahwa dia adalah jurnalis juga, seseorang yang berprofesi sebagai pewarta? Seorang penjaga demokrasi?
Apakah penulis “serangan” tak sadar, bahwa ketika ia “menyerang” subyek oknum jurnalis, ia juga “menyerang” profesinya sendiri? Ini tak ubahnya, membuka aib rumah tangga sendiri. Orang yang mendengar atau mengetahui akan senang, tertawa, mencemooh dan menghina, bukannya malah simpati dan perhatian. Sadarkah kau, kawan?
Jika sudah begini, perlu diajukan pertanyaan terpenting. Yakni, bisakah dirimu hidup seorang diri? Bisakah kau membela dirimu sendiri ketika kau “diserang” habis-habisan oleh orang di luar dunia jurnalis? Siapa yang akan membelamu (jika kau terbukti sudah menyerang dirimu sendiri)?
Jiwa Korsa yang Mulai Hilang
Pertanyaan-pertanyaan di atas ada kaitan erat dengan jiwa korsa. Ya, jiwa kesatuan. Pers di Jambi mulai kehilangan jiwa korsa-nya.
Dikutip dari laman Wikipedia, Jiwa korsa (bahasa Perancis: esprit de corps) adalah kesadaran korps, perasaan sebagai suatu kesatuan, kekitaan, kecintaan terhadap suatu perhimpunan atau lembaga. Jiwa korsa dapat berupa banyak hal, seperti rasa hormat kepada korps, setia pada sumpah, janji dan tradisi, kesadaran bersama antarkawan dalam satu korps, dan kebanggaan menjadi anggota korps.
Konsep jiwa korsa pertama kali diperkenalkan oleh Napoleon Bonaparte dalam strategi peperangan, bahwasanya tentara dalam satu unit harus saling setia, bahu-membahu dan melindungi untuk memenangkan suatu perang.
Baiklah, jurnalis bukan tentara. Jurnalis juga bukan berada dalam pertempuran nyata. Tetapi, jurnalis berada di pertempuran maya dengan medan menegakkan demokrasi sebagai pondasi negara.
Karena itu, jurnalis semestinya saling bahu membahu dan saling melindungi untuk memenangkan demokrasi demi negara dan rakyat tercinta ini.
Satu diganggu, yang lain ramai-ramai bersatu dan membela. Inilah yang dimaknai jiwa korsa itu. Kuat karena bersatu, lemah karena bercerai.
Bukan malah menggunting dalam lipatan dan menikam dari belakang. Serendah inikah jiwa korsa jurnalis di Jambi?
Kenangan Indah Itu
Padahal, kenangan tentang jiwa korsa yang kuat di kalangan jurnalis, sangat melekat beberapa tahun lalu. Catatan sejarah tak bisa diingkari. Pada kasus Pohon Natal dan Lafaz Allah di Novita Hotel pada 23 Desember 2016, kondusifitas Jambi tak terlepas dari peran pers, aktivis dan seluruh elemen masyarakat.
Sewaktu itu, isu agama sangat sensitif. Apapun terkait isu ini pasca demo 212 di Jakarta, akan mendapat perhatian lebih dari sebagian besar masyarakat. Malangnya, adanya lafaz Allah di dalam gambar telapak kaki bawah pohon Natal dalam Hotel Novita Jambi, membuat emosi masyarakat meledak.
Begitu terekspose ke permukaan, hotel itu diserbu masyarakat Kota Jambi. Amuk massa hampir terjadi jika pemangku kebijakan tak tegas pada malam kejadian itu.
Dini hari, penyebar informasi soal lafaz Allah ini diperiksa. Mulai dari beberapa wartawan hingga beberapa orang aktivis yang menyebarkan konten tentang pohon natal Novita ini ke media sosial. UU ITE mengintai beberapa wartawan dan akvitis.
Tak butuh waktu lama bagi hampir semua jurnalis untuk bersatu membela kawan-kawannya yang sedang diperiksa polisi terkait kasus itu. Betapa indahnya kala itu. Jiwa korsa di dada jurnalis menggerakkan mereka untuk bergantian menjenguk rekan-rekan yang diperiksa di Polresta Jambi. Akomodasi dan konsumsi terus dialirkan selama pemeriksaan. Dukungan moral tak putus-putus!
Kapolda dan Kapolresta Jambi kala itu, meminta agar media tak lagi memberitakan kasus pohon natal Novita. Tujuannya agar tak “membakar” emosi masyarakat sehingga akan memperburuk situasi di Jambi. Bayangan efek demo 212 sangat mengkhawatirkan. Sedikit saja disulut, kemarahan massa akan tak terkendali!
Untungnya pers di Jambi segera paham dan mau bekerjasama. Sejah hari itu, berita soal pohon natal ditahan dan tak dikejar lagi perkembangannya. Sementara, dukungan kepada kawan-kawan jurnalis yang masing diperiksa di Polda Jambi, terus dilakukan secara berkelanjutan.
Dari hari ke hari, mulai pagi sampai malam, awak-awak jurnalis berdatangan mendampingi dan memberi dukungan moral kepada kawan-kawan jurnalis yang diperiksa. Ditambah pendampingan seorang pengacara yang juga mantan aktivis lingkungan kala itu, pemeriksaan dikawal dengan ketat.
Tak pernah satu haripun terlewat dukungan dari kawan-kawan jurnalis. Ini membuat para penyidik kasus itu angkat topi. Beberapa di antaranya mengacungkan jempol atas solidaritas dan jiwa korsa para wartawan yang hadir.
Selain itu, jiwa korsa juga ditunjukkan kawan-kawan aktivis. Seperti jurnalis, mereka juga mengawal pemeriksaan kasus rekan-rekannya yang diperiksa dengan ketat. Sehingga, jurnalis dan aktivis, memenuhi Mako Polda Jambi dengan damai dan penuh perhatian atas kasus itu.
Hasil akhir, pelaku pembuat lafaz di bawah pohon natal Novita Jambi itu terkuak. Penyidikan dialihkan ke pelaku. Sementara, jurnalis dan aktivis yang diperiksa diperbolehkan pulang. Betapa suka citanya kala itu. Seperti memenangkan pertempuran berkat jiwa korsa yang kuat!
Ini salah satu bukti, bahwa persatuan, akan membuat kekuatan tumbuh dengan sendirinya. Jiwa korsa dengan saling melindungi dan mendukung, membuat jurnalis dan aktivis lepas dari jerat UU ITE kala itu.
Apakah ada jurnalis atau aktivis di antara pembaca tulisan ini merupakan pelaku sejarah kasus pohon novita Jambi? Setujukah kau, kawan, tentang jiwa korsa kita ini? Semoga kita bisa menyimpan kenangan “manis” ini untuk selamanya.
Kata-kata Diselesaikan dengan Kata-kata (Tulisan Diselesaikan dengan Tulisan)
Mari lupakan sejenak soal jiwa korsa. Kita beralih ke kasus pidana undang-undang pers.
“Penyakit Lama” yang Terus Berulang
Akhir-akhir ini, “penyakit” lama di tubuh pers kembali “meradang”. Yakni, ancaman pidana gara-gara berita. Lebih jelasnya, KUHP versus Undang-undang Pers nomor 40 tahun 1999.
Ada beberapa kasus ketika gara-gara berita, pers atau media massa di Jambi, digugat atau dilaporkan ke lembaga hukum dengan menggunakan pasal KUHP. Semisal, pencemaran nama baik atau UU ITE.
Ini sangat tidak baik untuk iklim jurnalisme di Jambi dan Indonesia pada umumnya. Penggunaan pasal KUHP untuk kasus pemberitaan, sangatlah tidak tepat. Yang tepat, mestinya merujuk pada UU Pers nomor 40 tahun 1999.
Diambil dari laman Dewanpers.id (https://dewanpers.or.id/kontak/faq/start/290, tentang apakah uu pers termasuk lex specialis), dari alasan teoritis maupun yuridis Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers sudah memenuhi syarat untuk dikatagorikan sebagai lex specialis.
Secara teoritis profesi jurnalistik yang diperankan oleh wartawan mendapat tempat yang khusus. Undang-undang tentang pers mengadopsi, mangakui dan menerima teori-teori yang berkembang secara universal dengan cara memasukan ke dalam batang tubuh Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Dengan demikian, karena secara teoritis profesi wartawan melaksanakan kegiatan jurnalistik diatur secara khusus, maka mekanisme penyelesaian permasalahan yang timbul sebagai akibat pemberitaan pers harus pula didekati dan diselesaikan secara khusus pula.
Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers mengatur secara khusus mekanisme penyelesaian akibat pemberitaan pers dengan bahasa yang lebih singkat, yakni kesalahan produk jurnalistik diselesaikan dengan mekanisme jurnalistik pula. Kesalahan katakata harus diselesaikan dengan kata-kata juga.
Hak jawab adalah puncak muara dari semua mekanisme ini. Kesalahan jurnalistik diselesaikan dengan mekanisme hak jawab. Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers secara khusus mengakui, menerima dan mengejewantahkannya.
Bahkan dari dulu hingga kini, Dewan Pers berpegang teguh dengan ini : “Kata-kata diselesaikan dengan kata-kata”. Ada banyak pengaduan yang masuk ke Dewan Pers, rekomendasi yang diturunkan akan kembali ke pondasi dasar Pers, yakni, HAK JAWAB. Bukannya, PI-DA-NA.
Ini berlaku untuk media massa yang bekerja secara profesional. Tertib di dokumen lembaga maupun kode etik jurnalistik. Produk jurnalistik ini pula yang membedakan dengan media sosial.
Medsos wajar diintai dengan KUHP atau UU ITE. Itu karena medsos bukan media massa profesional. Di medsos, cenderung terjadi ketika banyak orang dengan “gegabah” menjadi “wartawan”. Status bukanlah produk jurnalistik. Tetapi berita yang dikeluarkan media massa baik cetak, elektronik maupun daring, barulah masuk ke kategori produk pers.
Setelah menjadi berita dan tayang, maka ini sudah masuk kategori produk pers dan dilindungi UU Pers nomor 40 tahun 1999. Jika ada masalah dengan kata-kata akibat produk pers, ya, harusnya diselesaikan dengan kata-kata, bukannya pidana.
Berkaca dari pengalaman, asal berpegang teguh dengan UU Pers nomor 40 tahun 1999, semoga konflik pers akan selesai dengan mekanisme pers itu sendiri. Jangan mau diseret ke pidana. Jika terseret dan dipaksa diseret-seret, bisa paksakan kembali ke UU Pers dengan menggunakan mekanisme PRA PERADILAN lembaga hukum yang memaksa tersebut.
“Dewasa” Sebelum Saatnya
Fenomena lain yang perlu diteliti, adalah jurnalis yang “dewasa” sebelum saatnya. Kenapa begini? Baik, mari kita bedah secara sekilas. Karena kalau dikupas habis, perlu waktu dan kajian mendalam. Setidaknya, ada gambaran untuk didiskusikan lebih dalam lagi.
Perkembangan dunia internet membuat pertumbuhan media online makin pesat. Dengan cukup bermodal domain name (nama situs) dan sewa hosting (baik share hosting ataupun VPS hosting), seseorang sudah bisa punya media online/daring-dalam jaringan-.
Bermodal template dan CMS –content management system-, pembuatan konten/artikel jadi lebih mudah. Otak-atik sebentar, tambah logo dan seting ini itu, daftarkan ke search console google supaya terindeks di situs pencarian google, bikin fans page di medsos seperti Facebook, Twitter dan Instagram, dan… bang, situs jadi.
Bahkan ada juga yang membuat situs media online menggunakan AGC (Auto Generate Content). Cukup copy dari sana-sini, lalu paste ke situs (manual atau otomatis), dan… bang lagi, lagi-lagi situs jadi. Tiba-tiba ownernya sudah jadi wartawan. Media online siap berlayar mengabarkan informasi.
Dalam waktu singkat, situs media online itu sudah berlayar di dunia maya. Tak peduli siapa jurnalis di belakangnya, pengalamannya maupun mutu tulisannya. Yang penting, situs jadi, link bertebaran di medsos-medsos, maka eksis sudah media online itu. Pemiliknya adalah wartawan, terkadang merangkap segalanya. Mulai dari wartawan dia, redaktur dia, pemimpin redaksi dia, buzzer dia dan ownernya dia. Satu orang untuk pengoperasian media itu.
Sebegitu mudahnya membuat media online saat ini. Dan, sebegitu gampangnya menjadi jurnalis lewat media online. Degradasi jurnalis kembali terjadi.
Padahal… dulu, jauh sebelum media online berkembang pesat, menjadi jurnalis profesional bukanlah perkara gampang. Perlu pelatihan-pelatihan kontinyu, perlu waktu, perlu gemblengan lapangan yang penuh asam-garam, perlu jenjang karir yang jelas hingga akhirnya seseorang bisa dikatakan wartawan yang “dewasa” pada saatnya.
Setidaknya, di zaman kejayaan koran, ada jenjang jurnalis yang tersedia berdasar pengalaman dan prestasi sesuai ketentuan manajemen.
Jenjang jabatan wartawan, antara lain :
- Jurnalis magang/wartawan magang (biasanya 3 bulan)
Dalam prakteknya, wartawan magang diwajibkan mengikuti wartawan tetap/senior. Mulai dari peliputan, penulisan hingga pengeditan berita, wartawan magang diwajibkan melekat kepada seniornya. Ibaratnya, sebagai anak balita, wartawan magang ini dituntun dan ditatah oleh kakaknya sang wartawan senior.
Sampai akhirnya sang “balita” bisa berjalan sendiri walau dengan langkah terseok-seok. Dalam proses ini, biasanya wartawan magang ini diberi kode berita CR/MG. CR untuk calon reporter dan MG untuk magang. Penggunaannya seperti (CR01) atau (MG01), jika ia yang pertama jadi wartawan magang. (CR02)/(MG02) kalau dia yang kedua.
- Jurnalis/wartawan tetap (sudah diangkat jadi karyawan dan melalui masa magang)
Setelah melalui proses magang dan dinyatakan layak jadi wartawan, wartawan baru ini dinobatkan sebagai wartawan tetap.
Nantinya, si wartawan lulus magang ini akan ditempatkan di pos liputan oleh redakturnya. Di sinilah ia sehari-hari akan berkutat dengan peliputan dan penggalian informasi untuk dijadikan berita. Dan kode di dalam berita akan diubah menjadi inisial sesuai namanya. Atau kode lain yang disepakati oleh si wartawan dan pemimpin redaksi. Semisal, (JNI) untuk singkatan dari JONI.
Proses menjadi wartawan biasa ini, memakan waktu hingga bertahun-tahun. Selama ini pula, si wartawan tetap ini akan dipindah-pindah tugaskan. Dari satu pos ke pos lain sehingga pengalaman dan wawasannya semakin luas.
Semisal, biasanya di pos liputan pemerintahan, akan dipindahkan ke pos liputan hukum dan kriminal. Lalu ke bisnis dan pendidikan. Kalau perlu, dipindahkan dari satu daerah kabupaten ke daerah kabupaten lain. Sehingga, dari tahun ke tahun, mekanisme pengayaan pengalaman ini melekat di diri wartawan itu.
Disadari atau tidak disadari, lambat laun wartawan itu menjadi “penuh” dan benar-benar “dewasa” pada saatnya. “Dewasa” di sisi wawasan, mental dan pengalaman.
Dan sadar atau tidak sadar, instingnya telah tumbuh dengan matang. Mulai dari insting berita –mencium seperti anjing, melihat seperti elang, mendengar seperti kelelawar-, insting keamanan –waspada dan penuh kehati-hatian serta memperluas jaringan keamanan- hingga insting pengetahuan –haus akan pengetahuan baru karena sadar bahwa menghadapi narasumber dan situasi selama peliputan membutuhkan pengetahuan yang luas-.
Ini pula yang menjadikan sarat utama sebagai wartawan menjadi tinggi. Harus sarjana minimal strata 1. Kalau tak sarjana, tak bisa jadi wartawan. Bayangkan jika seorang wartawan lulusan SMA berhadapan dengan nara sumber yang lulusan sarjana, tentu wibawa wartawan itu akan jatuh di mata nara sumber. Sarat utama ini dipegang hampir seluruh media cetak kala itu.
Sehingga, begitu seseorang ditetapkan sebagai wartawan tetap di satu perusahaan pers, tentunya ia adalah sarjana dan punya wawasan yang luas.
- Redaktur/Editor
Ini jenjang ketiga jurnalis. Redaktur/editor adalah wartawan “dewasa” yang dirasa sudah layak menjadi editor atau penyunting atau pengedit berita dari wartawan biasa/tetap.
Biasanya, redaktur dipilih dari wartawan-wartawan tetap yang prestasinya lumayan bagus dan berita-beritanya menonjol. Standar utama adalah seberapa sering berita sang wartawan senior itu tampil di halaman utama koran/media cetak. Dan, seberapa gesit dan lihainya ia di lapangan selama meliput.
Standar-standar lain yang tinggi dan ketat, membuat seleksi menjadi Redaktur seperti seleksi eselon III di pemerintahan.
Redaktur bisa diibaratkan “gawang” pertama dari jurnalis ke manajemen/Pemimpin Redaksi. Pemred bisa diibaratkan Sekda di pemerintahan daerah.
Berada di posisi redaktur bukanlah perkara mudah. Wawasan yang dibutuhkan juga menjadi lebih kompleks. Mulai dari wawasan lapangan, wawasan isu terkini, wawasan narasumber, wawasan keamanan, termasuk wawasan bisnis dan tata bahasa yang baik dan benar.
Lewat redaktur, berita-berita dari wartawan diseleksi dan dipoles sedemikian rupa sehingga lebih menarik dan memenuhi kriteria jurnalistik yang bermutu dan bermanfaat bagi pembaca dan masyarakat.
Di posisi ini, redaktur akan berlomba-lomba menunjukkan kualitasnya lewat kerja keras dan cerdas. Butuh bertahun-tahun untuk seorang redaktur naik ke jenjang berikut.
- Koordinator Liputan (Korlip)
Korlip (dibawah redaktur pelaksana-redpel), jika diibaratkan, sudah masuk ke jenjang eselon II di pemerintahan. Kalau di pertempuran, Korlip tak ubahnya perwira menengah. Ia yang mengkoordinir pasukan dan kepentingan pasukan di bawah.
Karena itu, seorang korlip harusnya wartawan dan redaktur yang benar-benar menguasai medan tempur. Bisa menyesuaikan dalam situasi apapun. Cepat menganalisa dan membuat keputusan untuk dibawa ke perwira tinggi untuk kemudian dijadikan perintah yang akan dieksekusi.
Perintah-perintah dari Pemred, diteruskan ke korlip untuk dilaksanakan oleh redaktur dan wartawan. Masalah-masalah wartawan di lapangan diteruskan oleh wartawan ke redaktur dan korlip meneruskan lagi ke Pemred. Gugus koordinasi yang saklek ini membuat sistem jurnalistik di media massa cetak begitu kuat hingga bertahun-tahun lamanya.
Wartawan menjadi nyaman melaksanakan tugasnya karena ada korlip yang menjaga dirinya dan redaktur yang menjaga kualitas dan keamanan beritanya. Terlebih, ada Pemred sang jenderal yang siap pasang badan untuk dirinya jika ia dalam tekanan sementara ia berada di posisi yang benar.
Korlip bisa diibaratkan gawang ke 2 untuk menembus manajemen/Pemred, setelah redaktur.
- Redaktur Pelaksana (Redpel)/Wakil Pemred
Setelah lolos jadi korlip dan ditetapkan layak naik jenjang, ia akan menempati posisi eselon II setengah. Yakni, Wakil Pemred/Redpel. Tugasnya seperti korlip, tetapi jauh lebih kepada teknis-teknis keredaksian.
Redpel jauh lebih ke pengawasan para redaktur. Teknis-teknis ke-redaktur-an, diurusi oleh Redpel. Redpel akan berkoordinasi melekat dengan Pemred. Dan mengejewantahkan sebagian instruksi ke Korlip. Juga berkoordinasi soal peliputan dengan Korlip.
Di sebagian perusahaan pers, posisi redpel ini tidak ada. Sebagian lain memakai jabatan ini sebagai “benteng” terakhir ke Pemred.
Untuk mencapai posisi ini, butuh waktu belasan hingga puluhan tahun oleh seorang wartawan. Seleksi alam yang ketat terjadi di posisi ini. Karena dalam satu perusahaan pers, biasanya hanya ada 1 Redpel dan 1 Korlip. Maka, yang mencapai posisi ini, tentunya seorang jurnalis yang sangat terlatih dan sangat “dewasa” baik di lapangan maupun di kantor.
- Pemimpin Redaksi (Pemred)
Pemimpin redaksi (pemred) bisa diibaratkan Sekda di pemerintahan dan Jenderal di medan pertempuran. Ia adalah mata dan arah redaksi. Ia juga benteng terakhir perusahaan pers. UU Pers nomor 40 tahun 1999, membuat kaki seorang Pemred sebelah di penjara sebelah di luar. Bisa diibaratkan begitu, saking pentingnya posisi ini di satu perusahaan pers.
Jika menjadi wartawan, redaktur, korlip, redpel, butuh waktu hingga puluhan tahun, bagaimana dengan Pemred? Tentu lebih lama lagi. Tentu melalui proses yang tak sedikit dan sangat kompleks. Butuh wawasan penuh dan tak sekadar “dewasa”.
Pemred harus menguasai segala hal di keredaksian dan di jurnalistik. Kerja-kerja jurnalistik harus dikuasainya dengan matang. Tak boleh ada yang terlewat oleh pemred, kalau tidak, seluruh redaksi akan tergganggu dan pada akhirnya mengganggu perusahaan pers itu sendiri.
Di masa peperangan atau pra kemerdekaan, Pemred adalah Jenderal sekaligus Bos Perusahaan. Baik idealisme maupun bisnis, harus seiring sejalan dengan kebijakan Pemred. Tetapi, di era pers industri ini, Pemred adalah perpanjangan tangan manajemen (Direktur atau Generam Manager). Sehingga, tak jarang terjadi konflik interest antara Pemred dengan jajaran manajemen dalam pembuatan kebijakan dan penurunan berita.
Terlepas dari itu semua, Pemred adalah posisi tertinggi di karir wartawan. Posisi paling tidak enak dan membuat tidur tidak nyenyak. Sebab, seluruh jiwa dan raga, harus siap dipasang untuk kemanan seluruh jajaran redaksi dan manajemen.
Lihat, betapa beresikonya posisi Pemred. Dan, betapa sulitnya menjadi Pemred.
Fakta saat ini, menjadi Pemred berbanding terbalik dengan apa yang dipaparkan di atas. Atau, apa yang terjadi berpuluh-puluh tahun lalu sebelum media daring berkembang pesat.
Wartawan yang –maaf-, baru kemarin sore belajar menulis berita, pagi ini sudah punya media online hingga menjadi Pemred di medianya sendiri.
Apakah itu salah? Tidak. Tentu saja tidak. Asal, ia benar-benar bisa menjalankan fungsinya sebagai Pemred, Sang Jenderal Tempur penjaga redaksi dan dunia jurnalistik di media itu. Agar jurnalisme tak terdegradasi oleh ketidakmampuan dan ketidaktahuannya yang “dewasa” sebelum saatnya.
Melihat dari fenomena yang ada saat ini di Jambi, tak bisa dihindari lagi bahwa degradasi jurnalis makin memprihatinkan. Wahai senior-senior, bergeraklah untuk membina. Wahai junior-junior, belajarlah untuk mengejar “kedewasaan”.
Kembalilah ke nilai-nilai mulia diri kita sebagai seorang penjaga demokrasi! Dan, jangan terbawa emosi. Emosi tak pernah menghasilkan kebaikan, hanya memperburuk keadaan.
Mari kita tegakkan lagi jiwa korsa jurnalis. Bahwa seorang jurnalis diganggu, jurnalis lain akan bersatu untuk melakukan pembelaan. Jangan mau dipecah belah, karena kalau bukan kita yang saling bela, siapa lagi?
Salam hangat dari sesama jurnalis yang ingin belajar bijak dan rindu jurnalisme bermutu-bersatu.
* Monas Junior adalah nama pena dari Alpadli Monas. Pernah menjadi wartawan, redaktur, korlip dan Pemred di harian pagi Jambi Independent. Kini owner di media online Jambiseru.com. Pernah menerbitkan buku kumpulan cerpen “Aum” 2001, “Harimau Sumatera” 2002, “Apa yang Kau Lihat” 2012 dan Novel “Pemburu Emas : Legenda Bermula” 2018.
Berkali-kali terlibat dalam penulisan biografi, mulai dari “Polisi Ditantang Keringatan” Komjen Pol Anang Iskandar, “Ketika Hidup Telah Terpola” AKBP Robert A Sormin, “New Hope HBA” – Hasan Basri Agus, “Surat Dari Sahabat” HBA, “Lawan Macet di Kota Jambi” AKP M Arief.
Alam Kerinci merupakan kawasan pemukiman suku Kerinci yang merupakan salah satu dari suku asli yang ada di Propinsi Jambi, catatan sejarah menunjukkan di daerah Propinsi Jambi terdapat sembilan suku yang mendiami wilayah sepucuk Jambi Sembilan Lurah yakni suku Melayu Jambi, suku Kerinci, suku kubu,orang Batin, orang Penghulu,suku pindah,suku Bajau,orang Indonesia dan orang asing.
Suku Kerinci merupakan suku melayu tertua yang ada di nusantara,memiliki beragam peninggalan kebudayaan masa lampau hingga peninggalan sejarah masa kini, disamping peninggalan benda budaya dalam bentuk artefak yang tersebar di hampir setiap wilayah di alam Kerinci ,masyarakat di bumi alam Kerinci juga memiliki berbagai peningalan seni dan, salah satu diantaranya adalah “ Upacara Tradisional ” yang masih mampu bertahan pada era tekhnologi tinggi dan peradaban modren.
Hasil penelusuran dilapangan dan mengutip buku “Upacara Tradisional” dalam kaitannya dengan Peristiwa alam dan Kepercayaan Daerah Jambi Upacara tradisional merupakan bagian integral dari kebudayaan masyarakat pendukungnya Dan kelestariannya dimungkinkan oleh fungsinya bagi kehidupan masyarakat.Upacara tradisional ini akan mengalmi kepunahan bila tidak memiliki fungsi sama sekali.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) karangan W.J.S.Purwadarminta (KUBI,1976: 1132),Upacara berarti hal melakukan perbuatan menurut adat kebiasaan atau menurut agama.Tambahan istilah tradisional dibelakang kata upacara memperjelas pengertian bahwa hal melakukan sesuatu perbuatan menurut adat kebisaan atau menurut agama itu berlansung secara turun temurun.
Secara lengkap mengenai pengertian upacara tradisional dijelaskan bahwa upacara tradisional adalah upacara yang diselenggarakan oleh warga masyarakat sejak dahulu sampai sekarang dalam bentuk tata cara yang relatif tetap
Upacara tradisional mengandung berbagai aturan yang wajib dipatuhi oleh setiap warga pendukungnya,Aturan itu timbul dan berkembangsecara turun temurun,dengan peranan dapat melestarikan ketertiban hidup masyarakat.Biasanya kepatuhan terhadap aturan dalam bentuk upacara disertai dengan sanksi sanksi yang sifatnya sacral magis.Dengan demikian upacara tradisional tersebut dapat disebut sebagai pranata sosial yang tidak tertulis namun wajib dikenal dan diketahui oleh setiap warga untuk mengatur sikap dan tingkah laku tata pergaulan yang berlaku dalam masyarakatnya.
Upacara tradisional sebagai pranata sosial penuh dengan simbol simbol yang berperan sebagai alat komonikasi antar sesama manusia,dan juga menjadi penghubung antara dunia nyata dengan dunia gaib.Bagi para warga yang ikut berperan serta dalam upacara unsur unsur yang berasal dari dunia gaib itu menjadi nampak nyata melalui pemahamannya tentang simbol simbol.terbentuknya simbol simbol dalam upacara tradisional berdasarkan nilai nilai etis dan pandangan yang berlaku dalam masyarakat.Pendukung nilai nilai serta adanya pandangan hidup yang sama mencerminkan corak kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan.
Melalui simbol simbol inilah pesan pesan ajaran agama,nilai nilai etis dan norma norma yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan disampaikan kepada semua warga masyarakat sehingga penyelenggaraan upacara tradisional tersebut juga dapat merupakan sarana sosialisasi,terutama bagi masyarakat generasi muda yang masih terus mempersiapkan diri sebelum menjadi dewasa dan mampu menyesuaikan diri dalam tata pergaulan masyarakatnya secara penuh.
Upacara tradisional biasanya dilakukan pada waktu waktu tertentu,dan ini berarti bahwa penyampaian pesan pesan yang mengandung nilai nilai kehidupan itu harus diulang terus menerus,demi terjaminnya kepatuhan warga masyarakat terhadap pranata pranata sosial, Pada hakekatnya ketertiban sosial, kerukunan dan perdamaian yang sepenuhnya itu hanya bersifat normatif dan tidak pernah tercapai, Namun bilatidak dianjurkan,tata pergaulan masyarakat akan menjadi kacau balau dan para warganya bisa menjadi kehilangan pegangan dalam menentukan sikap dan tingkah laku.Dengan demikian jelas bahwa upacara tradisional diselenggarakan sebagai usaha manusia untuk mencapai integritas kebudayaan agar tidak mudah terjadi goncangan,dan keseimbangan dalam hidup bersama bisa dijaga
Di bumi alam Kerinci tumbuh dan berkembang dengan subur berbagai bentuk upacara tradisional yang berkaitan dengan peristiwa alam dan kepercayaan, diantaranya adalah: ,Upacara mintak ahi hujan ( minta diturunkan hujan),.Upacara Kumau ( Kesawah) , Upacara Ngayun Luci ( Asyek Ngayun Luci)dan .Upacara nanak ulu tahun.
Alam Kerinci merupakan sebuah” Taman Kebudayaan dan Peradaban terluas di Nusantara”ratusan artefak,benda benda budaya dan hasil karya seni tersebar diseluruh pelosok dusun dusun di alam Kerinci ( Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci)akan tetapi sangat disayangkan banyak diantara masyarakat terutama dikalangan generasi muda yang belum mempunyai rasa memiliki terhadap artefak artefak sejarah yang telah membuktikan kejayaan masa lalu alam Kerinci,banyak artefak yang (di) rusak,dipindah tangan oleh makelar barang antic,banyak pula artefak dan tinggalan tinggalan budaya yang dibiarkan digerus oleh kemajuan zaman, dilain pihak instansi tekhnis ( Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kerinci) memiliki kesadaran yang rendah untuk merawat benda benda bersejarah
Alam Kerinci oleh kalangan arkeolog, seniman dan budayawan mancanegara dan nusantara disebut sebai taman arkeologi yang kaya dengan situs situs megalithic atau zaman batu besar,pernah menjadi pusat kebudayaan masa Prasejarah hingga permulaan Masehi ,Di Kerinci banyak memiliki Menhir,Dolmen yang berbentuk datar juga bulat bulat seperti umpak..Benda benda tersebut terkesan kuno, magig, mengesankan saat kita menyaksikan benda benda zaman prasejarah.
Sementara itu pengembangan Sastra dan kesenian daerah alam Kerinci belakangan ini terlihat terseok seok, ini merupakan pertanda sebuah kemunduran Peradaban,b anyak pemangku adat terutama dari kalangan muda yang kurang memahami makna “Sko Tigo Takah” pemberian gelar adat dilakukan kurang selektif,faktor kwalitas Sumber Daya Manusia sering (ter) di abaikan pengaruh globalisasi dan dampak euphoria reformasi terkadang ikut mempengaruhi tatanan budaya kemasyarakatan
Memang harus diakui pula bahwa zaman telah berubah dan orang tidak bisa terbuai oleh romantisme sejarah, kita hanya mengharapkan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah mau menjawab tantangan untuk membangkitkan kemajuan alam Kerinci yang kini tertinggal dibandingkan dengan daerah daerah lain yang dulunya belum semaju alam Kerinci,pada hal alam Kerinci memiliki potensi Seni,Kebudayaan,Pariwisata yang cukup membanggakan,alam Kerinci juga memiliki perkebunan Kopi dan Casiavera yang diusahakan oleh rakyatnya yang tak banyak mengharapkan belas kasih Pemerintahnya,alam Kerinci juga memiliki kekayaan minieral temasuk panas bumi yang hingga saat ini masih terkubur dalam perut” ranouh “alam Kerinci.
Tak salah kata MC.Leiland, Dalam suatu masyarakat dan negara terdapat sedikit orang yang unggul karena motif berptestasi,dan Virus berprestasi itu harus disebarkan guna mempengaruhi dan mengubah orang orang dalam masyarakat itu.Alam Kerinci yang saat ini terdiri dari 2 daerah otonom Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh menaruh harapan yang besar terhadap Bupati Kerinci DR.H.Adirozal,M.Si dan Walikota Sungai Penuh untuk memberi warna dan membawa perubahan dalam tatanan dan pembangunan secara keselurahan di setiap jengkal bumi Kerinci yang disebut sebagai‘Sekepal Tanah Dari surga yang tercampak ke Dunia”.sentuhan para pengambil kebijakkan diharapkan dapat membawa perubahan bagi masyarakat alam Kerinci tanpa harus mencabut akar budaya yang selama ratusan tahun mampu menentramkan kehidupan sosial kemasyarakatan masyarakat alam Kerinci.
Alam Kerinci merupakan kawasan pemukiman suku Kerinci yang merupakan salah satu dari suku asli yang ada di Propinsi Jambi, catatan sejarah menunjukkan di daerah Propinsi Jambi terdapat sembilan suku yang mendiami wilayah sepucuk Jambi Sembilan Lurah yakni suku Melayu Jambi, suku Kerinci, suku kubu,orang Batin, orang Penghulu,suku pindah,suku Bajau,orang Indonesia dan orang asing.
Suku Kerinci merupakan suku melayu tertua yang ada di nusantara,memiliki beragam peninggalan kebudayaan masa lampau hingga peninggalan sejarah masa kini, disamping peninggalan benda budaya dalam bentuk artefak yang tersebar di hampir setiap wilayah di alam Kerinci ,masyarakat di bumi alam Kerinci juga memiliki berbagai peningalan seni dan, salah satu diantaranya adalah “ Upacara Tradisional ” yang masih mampu bertahan pada era tekhnologi tinggi dan peradaban modren.
Hasil penelusuran dilapangan dan mengutip buku “Upacara Tradisional” dalam kaitannya dengan Peristiwa alam dan Kepercayaan Daerah Jambi Upacara tradisional merupakan bagian integral dari kebudayaan masyarakat pendukungnya Dan kelestariannya dimungkinkan oleh fungsinya bagi kehidupan masyarakat.Upacara tradisional ini akan mengalmi kepunahan bila tidak memiliki fungsi sama sekali.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) karangan W.J.S.Purwadarminta (KUBI,1976: 1132),Upacara berarti hal melakukan perbuatan menurut adat kebiasaan atau menurut agama.Tambahan istilah tradisional dibelakang kata upacara memperjelas pengertian bahwa hal melakukan sesuatu perbuatan menurut adat kebisaan atau menurut agama itu berlansung secara turun temurun.
Secara lengkap mengenai pengertian upacara tradisional dijelaskan bahwa upacara tradisional adalah upacara yang diselenggarakan oleh warga masyarakat sejak dahulu sampai sekarang dalam bentuk tata cara yang relatif tetap
Upacara tradisional mengandung berbagai aturan yang wajib dipatuhi oleh setiap warga pendukungnya,Aturan itu timbul dan berkembangsecara turun temurun,dengan peranan dapat melestarikan ketertiban hidup masyarakat.Biasanya kepatuhan terhadap aturan dalam bentuk upacara disertai dengan sanksi sanksi yang sifatnya sacral magis.Dengan demikian upacara tradisional tersebut dapat disebut sebagai pranata sosial yang tidak tertulis namun wajib dikenal dan diketahui oleh setiap warga untuk mengatur sikap dan tingkah laku tata pergaulan yang berlaku dalam masyarakatnya.
Upacara tradisional sebagai pranata sosial penuh dengan simbol simbol yang berperan sebagai alat komonikasi antar sesama manusia,dan juga menjadi penghubung antara dunia nyata dengan dunia gaib.Bagi para warga yang ikut berperan serta dalam upacara unsur unsur yang berasal dari dunia gaib itu menjadi nampak nyata melalui pemahamannya tentang simbol simbol.terbentuknya simbol simbol dalam upacara tradisional berdasarkan nilai nilai etis dan pandangan yang berlaku dalam masyarakat.Pendukung nilai nilai serta adanya pandangan hidup yang sama mencerminkan corak kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan.
Melalui simbol simbol inilah pesan pesan ajaran agama,nilai nilai etis dan norma norma yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan disampaikan kepada semua warga masyarakat sehingga penyelenggaraan upacara tradisional tersebut juga dapat merupakan sarana sosialisasi,terutama bagi masyarakat generasi muda yang masih terus mempersiapkan diri sebelum menjadi dewasa dan mampu menyesuaikan diri dalam tata pergaulan masyarakatnya secara penuh.
Upacara tradisional biasanya dilakukan pada waktu waktu tertentu,dan ini berarti bahwa penyampaian pesan pesan yang mengandung nilai nilai kehidupan itu harus diulang terus menerus,demi terjaminnya kepatuhan warga masyarakat terhadap pranata pranata sosial, Pada hakekatnya ketertiban sosial, kerukunan dan perdamaian yang sepenuhnya itu hanya bersifat normatif dan tidak pernah tercapai, Namun bilatidak dianjurkan,tata pergaulan masyarakat akan menjadi kacau balau dan para warganya bisa menjadi kehilangan pegangan dalam menentukan sikap dan tingkah laku.Dengan demikian jelas bahwa upacara tradisional diselenggarakan sebagai usaha manusia untuk mencapai integritas kebudayaan agar tidak mudah terjadi goncangan,dan keseimbangan dalam hidup bersama bisa dijaga
Di bumi alam Kerinci tumbuh dan berkembang dengan subur berbagai bentuk upacara tradisional yang berkaitan dengan peristiwa alam dan kepercayaan, diantaranya adalah: ,Upacara mintak ahi hujan ( minta diturunkan hujan),.Upacara Kumau ( Kesawah) , Upacara Ngayun Luci ( Asyek Ngayun Luci)dan .Upacara nanak ulu tahun.
Alam Kerinci merupakan sebuah” Taman Kebudayaan dan Peradaban terluas di Nusantara”ratusan artefak,benda benda budaya dan hasil karya seni tersebar diseluruh pelosok dusun dusun di alam Kerinci ( Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci)akan tetapi sangat disayangkan banyak diantara masyarakat terutama dikalangan generasi muda yang belum mempunyai rasa memiliki terhadap artefak artefak sejarah yang telah membuktikan kejayaan masa lalu alam Kerinci,banyak artefak yang (di) rusak,dipindah tangan oleh makelar barang antic,banyak pula artefak dan tinggalan tinggalan budaya yang dibiarkan digerus oleh kemajuan zaman, dilain pihak instansi tekhnis ( Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kerinci) memiliki kesadaran yang rendah untuk merawat benda benda bersejarah
Alam Kerinci oleh kalangan arkeolog, seniman dan budayawan mancanegara dan nusantara disebut sebai taman arkeologi yang kaya dengan situs situs megalithic atau zaman batu besar,pernah menjadi pusat kebudayaan masa Prasejarah hingga permulaan Masehi ,Di Kerinci banyak memiliki Menhir,Dolmen yang berbentuk datar juga bulat bulat seperti umpak..Benda benda tersebut terkesan kuno, magig, mengesankan saat kita menyaksikan benda benda zaman prasejarah.
Sementara itu pengembangan Sastra dan kesenian daerah alam Kerinci belakangan ini terlihat terseok seok, ini merupakan pertanda sebuah kemunduran Peradaban,b anyak pemangku adat terutama dari kalangan muda yang kurang memahami makna “Sko Tigo Takah” pemberian gelar adat dilakukan kurang selektif,faktor kwalitas Sumber Daya Manusia sering (ter) di abaikan pengaruh globalisasi dan dampak euphoria reformasi terkadang ikut mempengaruhi tatanan budaya kemasyarakatan
Memang harus diakui pula bahwa zaman telah berubah dan orang tidak bisa terbuai oleh romantisme sejarah, kita hanya mengharapkan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah mau menjawab tantangan untuk membangkitkan kemajuan alam Kerinci yang kini tertinggal dibandingkan dengan daerah daerah lain yang dulunya belum semaju alam Kerinci,pada hal alam Kerinci memiliki potensi Seni,Kebudayaan,Pariwisata yang cukup membanggakan,alam Kerinci juga memiliki perkebunan Kopi dan Casiavera yang diusahakan oleh rakyatnya yang tak banyak mengharapkan belas kasih Pemerintahnya,alam Kerinci juga memiliki kekayaan minieral temasuk panas bumi yang hingga saat ini masih terkubur dalam perut” ranouh “alam Kerinci.
Tak salah kata MC.Leiland, Dalam suatu masyarakat dan negara terdapat sedikit orang yang unggul karena motif berptestasi,dan Virus berprestasi itu harus disebarkan guna mempengaruhi dan mengubah orang orang dalam masyarakat itu.Alam Kerinci yang saat ini terdiri dari 2 daerah otonom Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh menaruh harapan yang besar terhadap Bupati Kerinci DR.H.Adirozal,M.Si dan Walikota Sungai Penuh untuk memberi warna dan membawa perubahan dalam tatanan dan pembangunan secara keselurahan di setiap jengkal bumi Kerinci yang disebut sebagai‘Sekepal Tanah Dari surga yang tercampak ke Dunia”.sentuhan para pengambil kebijakkan diharapkan dapat membawa perubahan bagi masyarakat alam Kerinci tanpa harus mencabut akar budaya yang selama ratusan tahun mampu menentramkan kehidupan sosial kemasyarakatan masyarakat alam Kerinci.
Berita Kerinci, Kerincitime.co.id – Konsep rumah berlarik, rumah tradisional suku Kerinci, dapat dibagi berdasarkan konsep ruang makro, ruang meso dan ruang mikro. Pola rumah berlarik berjejer memanjang dari arah timur ke arah barat sambung menyambung antara satu rumah dengan rumah yang bersebelahan hingga membentuk sebuah larik( deretan).Di masa lalu pada umumnya di setiap pemukiman/neghoi/negehi/negehiu atau dusun di alam Kerinci terdapat rumah berlarik panjang.
Rumah ini menerapkan konsep sumbu vertikal (nilai ketuhanan) dan sumbu horisontal (nilai kemanusiaan). Sumbu vertikal terlihat dari pembagian ruang menjadi tiga bagian, yaitu bagian bawah sebagai kandang ternak, bagian tengah untuk tempat manusia tinggal, dan bagian atas untuk menyimpan benda – benda pusaka.
Sedangkan sumbu horisontal dapat dilihat dari pembagian ruang dalam rumah yang tidak bersekat dan saling menyatu antara satu rumah dengan rumah yang saling bersebelahan,hal ini mengandung nilai kemanusiaan yang tinggi. Pekarangan rumah berlarik yang dibangun di kawasan Parit Sudut Empat, pada umumnya dimanfaatkan untuk kegiatan menjemur hasil pertanian seperti padi. kopi, dan kayu manis.
Pada acara Kenduri Sko halaman rumah berlarik dimanfaatkan untuk berbagai aktifitas pelaksanaan kenduri Sko,Dan pada hari hari besar keagamaan biasanya pekarangan dimanfaatkan untuk kegiatan melemang atau memasak dodol (jadeah) khas suku Kerinci.
Umoh laheik jajou (rumah berlarik berjajar),dibangun sambung-menyambung satu dengan yang lainnya sehingga menyerupai rangkaian gerbong kereta api, sepanjang larik atau lorong dusun, dibangun di sisi kiri dan kanan sepanjang jalan.
Pada konstruksi rumah tradisional suku Kerinci di wilayah Kabupaten Kerinci dan di Kota Sungai Penuh,tidak terlihat menggunakan fondasi permanen, hanya menggunakan batu sendai(batu sendi) yakni memanfaatkan batu alam yang permukaannya telah dipipihkan,Batu sendai ini merupakan penopang tiang tiang rumah berlarik,Pembangunan rumah berlarik tidak menggunakan besi-paku,hanya mengandalkan pasak dan ikatan tambang ijuk.
Dimasa lalu atap rumah berlarik ini,berasal dari ijuk yang dijalin,sedangkan dinding rumah berlarik memanfaatkan pelupuh (bambu yang disamak) atau kelukup (sejenis kulit kayu) dan lantainya papan yang di-tarah dengan beliung.
Material-material itu tidaklah memberatkan rumah. Umoh laheik ini merupakan tempat tinggal tumbi (keluarga besar),dengan sistem sikat atau sekat-sekat seperti rumah bedeng. Setiap keluarga menempati satu sikat yang terdiri dari kamar,ruang depan, ruang belakang, selasar,dan dapur.
Setiap sikat memiliki dua pintu dan dua jendela,yakni bagian depan dan belakang.Material pintu adalah papan tebal di tarah beliung.Antara sekat sekat terdapat pintu kecil sebagai penghubung.
Jendela yang disebut “singap” sekaligus merupakan ventilasi angin dibuat tidak terlalu lebar, tanpa penutup seperti layaknya rumah modern saat sekarang, hanya dibatasi jeruji berukir.
Sementara bagian bawah yang disebut umou sering hanya sebagai gudang tempat menyimpan perkakas pertanian, atau terkadang juga menjadi kandang ternak seperti ayam, itik ,kambing, dan domba. Tak jarang juga dibiarkan kosong melompong menjadi arena tempat bermain anak-anak.
Di bagian atas loteng terdapat bumbungan yang disebut “parra”. Atap di dekat parra itu biasanya dibuat lagi singap kecil yang bisa buka-tutup, yang disebut pintu ahai atau pintu hari (pintu matahari).Di situlah keluarga bersangkutan sering menyimpan pusko (benda-benda pusaka) keluarga
Di luar rumah,tepatnya di depan pintu, biasanya terdapat beranda panggung kecil yang disebut palasa,yang langsung terhubung dengan jenjang atau tangga.
Di situ pemilik rumah sering berangin-angin sepulang kerja.Bahkan,tak jarang para tamu pria sering dijamu duduk di atas bangku sambil minum sebuk daun kawo dan mengisap rokok lintingan daun enau dengan tembakau khas suku Kerinci.
Bagian halaman depan rumah sering dipenuhi oleh tumpukan batu sungai sebagai teras sehingga rumah terkesan tidak berpekarangan. Pekarangan rumah keluarga tersebut sebenarnya berada di halaman belakang yang biasanya sangat luas dan panjang.
Model dan konstruksi arsitektur rumah tradisional suku Kerinci mencerminkan betapa masyarakat sangat mengutamakan semangat kekerabatan, kebersamaan, dan kegotong royongan dalam kehidupannya sebagai falsafah pegangan hidup manusia sebagai makhluk sosial. Dinding rumah bagian depan menghadap ke halaman dibuat miring,ada juga tegak lurus.
Rumah tradisional yang disebut umouh lahek jajou merupakan rumah panggung yang mempunyai ruang kosong dibagian bawah (kolong) rumah yang disebut bawouh umou. Untuk memasuki rumah harus menaikki tangga bertakuk yang disebut tanggo Janteang atau tanggo betino
Tiang tiang rumah panggung berlarik bersisi delapan dan terdapat ukiran ukiran bermotif padma gaya lokal, Setiap komponen rumah mempunyai pengertian /falsafah kehidupan masyarakat.
Pintu rumah terbuat dari selembar papan lebar dan tebal dan dihiasi ukiran stilir matahari, setidaknya ada tiga motif ragam hias di rumah ini Yakni motif sulur, keluk paku dan tali bapilin tigo.
Rumah rumah tradisional yang tersisa di Kota Sungai Penuh dan di Kabupaten Kerinci tinggal beberapa buah, dan rumah rumah tradisional tersebut terhimpit oleh bangunan bangunan baru yang megah dengan arsitektur modren
Rumah kuno yang tersisa masih terdapat di dusun Seleman 5-7 unit potongan rumah larik, 2 unit potongan rumah larik di Dusun Baru, 1 unit potongan rumah berlarik di Dusun Sungai Penuh, beberapa potongan rumah larik yang sebagian sudah di modifikasi di wilayah adat Pondok Tinggi, 1 potongan rumah berlrik di desa Tanjung Tanah .
Didaerah Siulak Mukai dan di beberapa dusun dusun di dalam wilayah Kecamatan Gunung Kerinci masih terdapat sejumlah rumah berlarik yang telah mengalami peremajaan dan perubahan bentuk struktur rumah dan sebagian besar telah mengalami sentuhan modernisasi akan tetai namun masih menyimpan guratan sisa sisa tradisi rumah berlarik,umumnya rumah rumah yang berada di kawasan Pahaik Bersudut Mpak telah dilakukan renovasi akan tetapi perbaikkan yang dilakukan anak betino sebagian masih mempertahankan keaslian
Pada umumnya rumah tradisional memiliki tipe empat persegi panjang dan berbentuk rumah panggung, antara satu bangunan rumah merupakan sebuah rangkaian yang tidak terpisahkan.
Untuk melakukan komunikasi dan saling berintegrasi dengan para tetangga dalam dialeg setempat disebut Sapadik pada masa lalu mereka cukup membuka pintu penghubung yang menghubungkan satu rumah dengan rumah lainnya.Setiap larik dihuni oleh beberapa keluarga yang disebut tumbi,gabungan beberapa tumbi disebut kalbu, setiap kalbu di pimpin oleh seorang Ninik mamak
Setiap rumah memiliki ukuran sekitar 8×6 meter yang dihuni satu keluarga, untuk menghindari ancaman binatang buas, Nnenek moyang membangun rumah dengan konstruksi rumah panggung, dan bentuk bagian bangunan rumah larik merupakan satu kesatuan utuh yang saling berhubungan dengan pembagian sebagai berikut: .Bubungan atap,.Tiang, Dinding.,.Lantai,Pintu Jendela. Dan tangga
Sejumlah arsitek dan kalangan seniman pada diskusi budaya di baheoun buleoh Kincai menyebutkan, rata rata usia rumah berlarik yang masih bertahan saat ini telah di huni 5 generasi atau sekitar 150 – 200 tahun,dan ini dapat kita lihat pada konstruksi tiang tiang bangunan dan pintu pintu yang ada di dalam ruangan rumah berlarik.
Konstruksi rumah yang saling mengikat antara satu rumah dengan rumah yang lain dalam satu larik membuat rumah ini menjadi lentur dan ditambah lagi rumah berlarik menggunakan sistim pasak untuk material sambungan rumah yang satu kerumah yang lain.
Bila terjadi gempa maka rumah rumah tradisi berlarik jarang rubuh atau hancur, hal ini dimungkinkan karena arsitektur rumah berlarik yang ada di alam Kerinci sangat spesifik dan uniek dan antara satu bagian struktur bangunan dengan struktur bangunan yang lain termasuk reng reng untuk pemasangan atap terdiri dari bahan material bambu tua yang telah dilakukan perendaman di dalam sungai atau kolam kolam dan antara satu reng dengan kuda kuda di ikat saling berpegangan erat saling berkaitan atau dalam sistim satu mata rantai yang sulit untuk membuat rumah berlarik itu rubuh atau hancur.
Pengaruh arsitektur modren membuat posisi rumah berlarik semakin terpinggirkan,pada hal rumah berlarik yang diciptakan nenek moyang orang suku Kerinci sangat cocok menggunakan konsep itu karena alam Kerinci sangat rentan dengan bahasa gempa bumi atau gempa tektonik yang bersumberkan dari Gunung Kerinci salah satu gunung merapi paling aktif di dunia..
Semestinya Pemerintah Daerah khususnya Dinas Kimpraswil dan para arsitek arsitek yang berasal dari Putra putri alam Kerinci duduk bersama dan mempelopori pemasyarakatan konstruksi rumah berlarik meski pembangunan dilakukan secara modren, akan tetapi nilai nilai dan sistim inti pada rumah berlarik tetap kita pertahankan.
Dalam kontek kebudayaan penulis mengemukakan rumah berlarik berjajo yang pernah ada di alam Kerinci merupakan bentuk dan ciri kearifan lokal yang dimiliki oleh nenek moyang yang masih sempat bertahan hingga era tahun 1970 an, akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman”Uhang Kitoa Kincai” telah meninggalkan dan mengabai warisan nenek moyang mereka sendiri, dan saat ini hampir seluruh”Uhang Kitoa Kincai” beralih pilihan ke rumah yang modren namun rentan runtuh dan rubuh saat di goyang goyang gempa.
Pengamatan dan survey dilapangan terlihat bambu bambu yang masih terpasang masih dalam kondisi bagus,keras dan tidak lapuk di makan usia,padahal bambu yang ada di atas bangunan sebagian besar sudah berusia hampir sama tua dengan bangunan rumah itu sendiri.
Gempa demi Gempa Bumi yang memporak porandakan bangunan yang ada di alam Kerinci telah membuktikan bahwa rumah berlarik tidak ada yang rusak berat, kerusakan umumnya rumah sedikit miring kara batu bantu sendi yang menopang tiang tiang rumah mengalami pergeseran, sedangkan tiang tiang rumah tidak ada yang patah, dengan demikan alangkah lebih bijaksananya jika teman teman arsitek tamatan Perguruan Tinggi ternama di Indonesia termasuk para teknokrat yang ada di SKPD Dinas Kimpraswil untuk belajar kembali kepada nenek moyang orang Kerinci yang telah mewariskan kearifan lokal kepada generasi penerus. (Budhi VJ)
- HOT NEWS
Arsitektur Rumah Tradisional Kota Sungai Penuh
...perubahan zaman membuat arsitektur bangunan rumah asli di Kota Sungai Penuh semakin tergeser dan terpinggirkan, dan di khawatirkan untuk abad…
Read More » - HOT NEWS
Arsitektur Rumah Tradisional Kota Sungai Penuh
...arsitektur tradisional yang terwujud dalam bangunan Masjid Agung Pondok Tinggi, dan bangunan rumah rumah tradisional memiliki berbagai ragam nilai nilai…
Read More » - HOT NEWS
Jurnalisme online dalam hukum media di Indonesia
...menunggu waktu untuk cetak ataupun waktu untuk siar guna menayangkan beritanya. Ketika berita itu terjadi, wartawan tinggal menulis atau merekam…
Read More » - opini
Perkembangan Seni Tari dan Seni Musik Kerinci Oleh: Eri Sasmita,S.Hum dan BJ.Rio Temenggung Tuo
...tarian tradisional, tarian ini sebagai warisan budaya nenek moyang dilandasi oleh corak–corak tradisi yang hidup dan berkembang sesuai dengan semangat…
Read More » - Pariwisata/Budaya
Mesjid Raya Rawang Kota Sungai Penuh
Kerincitime.co.id, Sungai Penuh – Dikecamatan Hamparan Rawang Kota Sungai Penuh terdapat sebuah mesjid dengan arsitektur modern perpaduan arsitektur Eropa dan…
Read More » - HOT NEWS
Degradasi Jurnalis dan Jiwa Korsa yang Mulai Hilang
...yang dirasa sudah layak menjadi editor atau penyunting atau pengedit berita dari wartawan biasa/tetap. Biasanya, redaktur dipilih dari wartawan-wartawan tetap…
Read More » - HOT NEWS
Puluhan Satpol PP Dan Polisi Bentrok Di SungaiPenuh
SUNGAIPENUH – Malam pergantian tahun baru 2015 di Sei Penuh diwarnai bentrokan Satpol PP dengan aparat kepolisian menyusul penertiban anak…
Read More » - Pariwisata/Budaya
Kerinci Taman Kebudayaan dan Peradaban terluas di Nusantara Oleh:Budhi Vrihaspathi Jauhari
...pengertian upacara tradisional dijelaskan bahwa upacara tradisional adalah upacara yang diselenggarakan oleh warga masyarakat sejak dahulu sampai sekarang dalam bentuk…
Read More » - opini
Kincai Taman Kebudayaan dan Peradaban terluas di Nusantara Oleh:Budhi Vrihaspathi Jauhari
...pengertian upacara tradisional dijelaskan bahwa upacara tradisional adalah upacara yang diselenggarakan oleh warga masyarakat sejak dahulu sampai sekarang dalam bentuk…
Read More » - Pariwisata/Budaya
Ini Konsep Rumah Tradisional Suku Kerinci
Berita Kerinci, Kerincitime.co.id – Konsep rumah berlarik, rumah tradisional suku Kerinci, dapat dibagi berdasarkan konsep ruang makro, ruang meso dan…
Read More »