HOT NEWSHukumKerinci

KPK-Polri Tangkap Pelaku Politik Uang dalam Pilkada

Kerincitime.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Polri siap menangkap kandidat yang maju pemilihan kepala daerah (Pilkada) menggunakan praktik politik uang untuk mendapatkan dukungan suara. Sebab, sesuai UU No. 10 Tahun 2016 sebagaimana perubahan UU No. 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (Pilkada) mengatur sanksi pidana bagi pihak manapun yang melakukan praktik politik uang terutama bagi calon kepala daerah.

“Kalau ada kandidat menawarkan uang dalam pemilihan nanti, tolak uangnya dan laporkan orangnya. Bila menawarkan untuk membeli suara, uang ditolak dan laporkan orang yang menawarkan itu,” ujar Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (23/1/2018) seperti dikutip Antara.

Menurutnya, saat ini KPK bekerja sama dengan Mabes Polri telah memiliki tim khusus yakni Satuan Tugas (Satgas) dalam mengawal Pilkada Serentak 2018 mulai awal sampai pada sengketa pilkada di Mahkamah Agung (MA) atau Mahkamah Agung (MK).

Terkait teknis penanganan politik uang, satgas yang dibentuk dan bertugas di daerah-daerah pelaksanaan Pilkada di seluruh Indonesia. Namun, dirinya enggan merinci serta membocorkan dimana personel tersebut ditempatkan.

Hanya saja pelaporan politik uang, kata alumus Unhas ini, harus disertakan dengan alat bukti kuat seperti foto ataupun video, sehingga tim yang sudah dibentuk langsung melakukan penindakan menangkap pelakunya, termasuk orang yang menyuruhnya (kandidat kepala daerah).

Baca juga:  Insiden Pengrusakan Motor Pemuda Belui Dilaporkan ke Polsek Air Hangat

Mengenai peta politik di Sulsel diketahui ada empat kandidat yang maju Pemilihan Gubernur termasuk 12 kabupaten kota melaksanakan Pilkada Serentak, pihaknya berharap pilkada di Sulsel berjalan lancar tanpa adanya praktik politik uang.

Dia mengungkapkan berdasarkan hasil penelitian, ternyata orang (calon kepala daerah) yang memiliki banyak uang biasanya paling banyak mendapatkan suara karena bisa membayar (membeli) suara seperti itu. “Makin banyak uangnya, kemungkinan menang di Pilkada juga makin besar juga. Kalau bicara kerawanan di Sulsel, semua Pilkada di seluruh Indonesia rawan, kemungkinan memanfaatkan uang untuk mendapatkan pemilih. Inilah yang kita diantisipasi,” ujarnya.

Pihaknya berharap dengan pertemuan konsolidasi organisasi masyarakat sipil, mengangkat tema penguatan advokasi anti korupsi di sektor sumber daya alam serta pengadaan barang dan jasa pemerintah di Makassar, merupakan salah satu langkah maju dalam upaya pemberantasan korupsi.

“Khusus Pilkada di Sulsel, diharapkan Pilkada bersih, masyarakat memilih calon gubernur yang bagus track record-nya, tidak memiliki catatan-catatan yang buruk, apalagi korupsi. Kita berharap bukan hanya di Sulsel, tapi di semua daerah Pilkada bisa lebih baik dari Pilkada lalu,”

Baca juga:  Toke Rokok Illegal Diduga Oknum Aparat “BS", APH Tutup Mata, Biaya Pengamaan pun Mengalir

Sebagai saran bagi penyelenggara dalam hal ini KPU, pelaksanaan Pilkada serentak pada 27 Juli 2018 mendatang, harus jujur, independen dan tidak memihak kepada kandidat kepala daerah manapun. Kalau mendekati adanya kecurangan atau dipaksa curang, laporkan ke KPK dan Polri.

Sementara bekas Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto pada kesempatan ini menuturkan, ada empat kandidat Gubernur Sulsel yang bertarung dan punya visi misi, tetapi yang harus dicatat apakah kandidat itu bersih dan punya tujuan sama dengan masyarakatnya.

“Harus yang punya tujuan sama dengan rakyatnya, latar belakang bersih dan disenangi masyarakat. Tapi ingat kecurangan bisa saja terjadi pada tingkat penegak hukum, laporan yang masuk ke Bawaslu dan ke Gamkudu mesti dijamin independensinya, harus dieksekusi menyeluruh tidak sepotong-sepotong,” kata Bambang mengingatkan.

Seperti diketahui, UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada mengatur sanksi pidana bagi pihak manapun yang menjalankan praktik politik uang. Seperti termuat dalam Pasal 187A UU Pilkada. Dalam pasal itu disebut orang yang terlibat politik uang sebagai pemberi bisa dipenjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan. Selain hukuman badan, pelaku juga dikenakan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Tak hanya kepada pemberi, penerima uang berbau politik itu juga dikenakan sanksi pidana yang sama dengan pihak pemberi. Jika dapat dibuktikan bahwa orang tersebut memilih atau tidak memilih karena ada uang yang dijanjikan, maka tindak pidana politik uang itu terpenuhi. Namun, jika tak ada bukti yang bisa menunjukkan adanya politik uang beserta dampaknya secara nyata, proses pidana bisa gugur.

Baca juga:  Tercium Praktik Permainan Penjulan LPG 3 Kg di Bumi Sakti Alam Kerinci
Pasal 187A UU Pilkada

(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 Ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

(2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada Ayat (1).(hukumonline.com)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button