opini

Menghitung Edi Purwanto dan Sutan Adil Hendra

(Tinjauan dari Perspektif Prilaku Memilih)

Menghitung Edi Purwanto dan Sutan Adil Hendra

Dua tahun terakhir publik Jambi disuguhkan berita politik yang menempatkan Hasan Basri Agus (HBA), Gubernur Jambi dan Zumi Zola Zulkifli, Bupati Tanjung Jabung Timur sebagai calon terkuat pada pemilihan gubernur mendatang. Wacana ini masih berkembang sampai saat ini dan sejauh ini belum menunjukkan ada tanda-tanda “perlawanan” dari aktor baru. Tulisan ini akan berusaha memprediksi pertarungan Pilgub 2015 nanti dengan skenario penambahan aktor baru, yaitu Edi Purwanto, Sekretaris Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Provinsi Jambi dan Sutan Adil Hendra, Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya Provinsi Jambi. Kedua aktor ini akan dipotret berdasarkan perspektif saya sebagai pengkaji ilmu poltik berbasis akademis. Tentu tulisan ini tidak berpretensi untuk mendikte bahwa pandangan ini sepenuhnya benar.

Edi Purwanto

Sejauh yang saya pahami, Edi Purwanto adalah tokoh muda yang sedang bersinar terang. Masuk ke Partai Politik yang beraliran nasionalisme semacam PDI-P sedari awal menjadi pertanyaan mendasar bagi saya. Secara pribadi saya mengenal Edi Purwanto sejak tahun 2000, ketika kami bersama-sama mengurus organisasi kemahasiswaan di IAIN STS Jambi pada Badan Eksekutif Mahasiswa. Jauh sebelum menjadi Presiden BEM IAIN STS Jambi, Edi adalah satu-satunya mahasiswa “muda” yang menurut saya pantas menduduki posisi sebagai  menteri kala itu. Berdasarkan catatan saya, Edi memiliki kemampuan luar biasa dalam bidang kegamaan, mulai dari pengetahuan keIslaman sampai pada keterampilan yang berhubungan dengan keagamanaan. Edi adalah mahasiswa yang memiliki keterampilan tinggi dalam menulis Arab secara indah (kaligrafi). Ternyata Edi masuk dari pintu Baitul Muslimin, sebuah organisasi sayap yang berfokus pada KeIslaman. Dan, tentu dia menemukan passion-nya di sana. Lepas dari kemampuan Pribadinya yang menurut saya cukup baik dalam bidang keagamaan, Edi juga telah membangun kapasitas intelektual dengan lulus dari jurusan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Kapabilitas pribadi seperti ini menjadi catatan baik bagi Edi untuk menjadi pribadi yang bisa dihitung dalam pertarungan Pilgub 2015 mendatang.

Sutan Adil Hendra

Tidak banyak catatan pribadi dari perjalanan Sutan Adil Hendra yang saya kuasai. Jauh sebelum menjadi ketua umum Partai Gerindra, Sutan Adil adalah Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dan banyak memfokuskan diri pada masalah pertanian dan perkebun di Jambi, sebelum akhirnya menjadi Ketua Umum Gerakan Indonesia Raya, yang dengan menakjubkan mendudukkannya sebagai anggota DPR RI 2014-2019. Tidak banyak catatan akademik dan kiprah organisasi gerakan yang tercatat atas nama Sutan Adil yang saya kuasai. Namun, kemampuan mengelola Partai Gerindra menjadi salah satu Partai yang memperoleh delapan kursi di DPRD Provinsi dan mampu menempatkan beberapa kader Gerindra sebagai Ketua DPRD di beberapa kabupaten, telah memberi petunjuk jelas, bahwa Sutan Adil memiliki kemampuan kepemimpinan yang handal

Pilgub dan Prilaku Memilih

Lepas dari kapasitas pribadi mereka, pemilihan yang berbasis massa dengan metode langsung, telah berakibat pada perlunya menghitung proses pemiihan dari pertimbangan sosiologis. Pendekatan sosiologis dalam melihat prilaku memilih menjadi penting dalam kontek Pilgub kali ini, karena antara Edi dan Sutan Adil, memiliki basis massa yang cukup jelas dan identifikasi sosiologis yang terang pula. Edi adalah representasi etnik Jawa dan Sutan Adil adalah representasi etnik Batak, namun memiliki hubungan sosiologis Kerinci dari garis istri. Pendekatan Sosiologis menekankan pentingnya beberapa hal yang berkaitan dengan instrument kemasyarakatan seseorang seperti: status sosioekonomi (seperti pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan, dan kelas); etnik; bahkan wilayah tempat tinggal (misalnya kota, desa, pesisir, ataupun pedalaman).

Masuknya Edi dan Sutan Adil sebagai calon Gubernur akan mengacaukan konstalasi yang sudah berlangsung sejak dua tahun terakhir. Kehadiran keduanya, secara sosiologis yang tidak mengganggu basis sosiologis HBA dan Zumi Zola secara signifikan, untuk tidak mengatakan sangat lemah, memungkinkan massa yang berbasis Etnis Jawa, Batak, dan Kerinci yang sebelumnya bisa terbelah secara sempurna kepada kedua calon terdahulu, akan kembali mengatur dukungan kepada calon yang datang kemudian karena faktor kedekatan etnis. Pertanyaannya adalah apakah massa Jawa dan Kerinci memang bisa diandalkan untuk memperoleh dukungan? Berdasarkan pengalaman pada Pilpres September 2014 lalu kelihatan sangat jelas, calon presiden dengan identifikasi etnik Jawa, yakni Jokowi, memperoleh kemenangan di daerah-daerah yang berbasis Jawa, terutama daerah-daerah transmigrasi. Bahkan, di Kabupaten Kerinci, ketika Jokowi kalah telah dari Prabowo, daerah Kayu Aro yang banyak penduduk Jawanya, Jokowi memperoleh suara signifikan. Begitupun dengan Kerinci, ketika hampir semua kabupaten/ kota lainnya memenangkan Jokowi, Kerinci justeru memenangkan Prabowo secara telak. Pemilihan Gubernur 2010 sebelumnya juga menunjukkan betapa solidnya massa Kerinci. Meskipun Ami Taher adalah calon Wakil Gubernur, pemilih Kerinci dengan sukarela memberi suaranya ke pasangan Zulfikar Achmad-Ami Taher sebanyak 60% lebih. Fakta politik di atas menunjukkan betapa etnik Jawa yang bisa dihubungkan dengan Edi Purwanto, dan Etnik Kerinci yang bisa dihubungkan dengan Sutan Adil, bisa melakukan penataan ulang dukungannya.

Kehadiran dua tokoh penting ini dalam kontestasi Pilgub 2015 mendatang juga sangat dimungkinkan dengan perolehan kursi signifikan di DPRD Provinsi Jambi, yakni masing-masing memperoleh delapan kursi. Dengan usaha yang tidak terlalu keras, mereka sepertinya bisa memperoleh tiga kursi untuk mencapai 11 kursi sebagai persyaratan memperoleh tiket pencalonan.‘Andaikan politik koalisasi nasional tidak benar-benar memecah PDI-P dengan Gerindra, maka secara sosiologis kalau mereka bergabung dalam memenangkan Pilgub 2015, maka HBA dan Zumi Zola layak menghitung ulang, dan bahkan perlu khawatir pada kekuatan mereka. Namun, kalau mereka tidak bersatu, maka “mencuri” mereka berdua, atau salah satunya akan penting untuk menggalang suara pemilih yang sangat mudah dimobilisir dengan menggunakan isu-isu sosiologis.

Jafar Ahmad, Dosen STAIN Kerinci. Saat ini sedang belajar Ilmu Politik di Universitas Indonesia, Jakarta.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button