Jambiopini

Menyelamatkan Dan Melestarikan Hutan Gambut

MENYELAMATKAN DAN MELESTARIKAN HUTAN GAMBUT
(RAKYAT SEJAHTERA HUTAN LESTARI)

Oleh Syamsul Bahri, SE dan Syaiful Bahri, SH
Conservationis di Jambi

Upaya pelestarian lahan gambut baik secara ekosisem maupun protection secara tanggung jawab dan konsisten di Provinsi jambi tentunya akan memberi pengaruh yang cukup bernilai dalam menyelamatkan bumi, karena berkurangnya lahan gambut akan menyuplai emisi yang melimpah ke mineral tanah, hal ini menjadi perhatian kita bahkan dunia Internasional, bahkan Pemerintah Provinsi Jambi telah mengeluarkan Perda No 2 tahun 2016, tentang Pencegahan dan Pengendalian kebakaran hutan dan lahan (PPKHL) Provinsi Jambi, tanggal Februari 2016.

Syamsul Bahri
Syamsul Bahri

Seyogyannya jika kita jujur terhadap lingkungan dan ekositem sebagai penyangga kehidupan, hutan gambut ini tidak seharusnya diubah menjadi apa pun, karena kemampuannya menyimpan karbon sepuluh kali lipat dibanding mineral tanah, kerusakan kecil pada lahan gambut akan melepaskan emisi sangat besar, tentunya akan memberi dampak pada meningkatnya efek gas rumah kaca.

Bentang Alam Berbak yang merupakan lahan/hutan gambut dan lahan basah terluas di Proponsi jambi yang terletak antara lain di Kabupten Muara Jambi dan Kabupaten Tanjung Timur dengan core area yang menjadi pusat perhatian Internasional adalah Taman Nasional Berbak.

Dari luasan ±751.000 hektar, sekitar 76% (±561.037 ha) lahan gambut yang sudah menjadi lahan budidaya, baik perkebunan, persawahan, HTI dan peruntukan lainnya, yang artinya lebih dari 75% hutan dan lahan gambut sudah dibebani izin pengelolahan oleh perusahaan, termasuk yang diolah oleh masyarakat, sehingga tak ada lagi hutan gambut yang tak terjamah kecuali hanya di areal konsevasi.

Upaya penyelematan dan pelestarian hutan gambut tersebut, antara lain melalui program restorasi atau pemulihan ekosistemnya yang ditarget mencapai 151.662 Ha, terdiri dari lahan gambut pada kawasan lindung seluas 25.880 Ha, lahan gambut pada kawasan budidaya berizin seluas 99.774 Ha, serta lahan gambut pada kawasan budidaya tidak berizin seluas 26.008 Ha.

Baca juga:  Zarman Pembina ABK Desak APH dan Bea Cukai Tindak Tegas Rokok Illegal

Jika kita perhatikan salah satu factor dominan Kebakaran hutan dan lahan peyebab rusaknya ekosistem hutan gambut di Propinsi Jambi, bahkan diberapa tempat menyisakan sebuah danau, sampai saat ini sangat sulit mengalami pemulihan ekosistem, karena akibat kebakaran di lahan gambut, terjadi penurunan permukaan gambut/atau tanah yang menyisakan terjadinya ekosistem baru yang berbentuk danau.

Begitu juga dengan kebakaran besar tahun 2015, yang juga terjadi kecenderungan terbesar di wilayah yang sama, dan untuk Propinsi Jambi, jika kita analisa berdasarkan data hot Spot di Propinsi Jambi semenjak bulan Juni 2015 sampai oktober 2015, sebanyak 2016 hot spot melalui pemantauan satelit TERRA / AQUA, dan puncak hot spot terjadi di bulan Agustus sampai Oktober 2015, masing-masing September 2015 yaitu 43%, dan bulan agustus 2015 sebanyak 30%, serta oktober sebanyak 20%.

Dari data tersebut, jika kita lihat dari lokasi penyebaran hot spot menyebar di 11 Wilayah Kabuaten Kota dalam Propinsi Jambi, jika dirinci Kabupaten hot spot tertinggi adalah jika dirinci Kabupaten hot spot tertinggi adalah adalah (1) Kabupaten Muara Jambi (45,95%), Kabupaten Tanjung Jabung Timur (20,24%), Sarolangun (9,13%) dan Kabupaten Tebo (7,8%), sementara Kabupaten/Kota lainnya berada di bawah 7,8% bahkan ada yang 0,0% seperti Kota Jambi dan Kota Sungai Penuh.

Dari data tersebut diatas, titik api yang terbanyak kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 yaitu di Kabupaten Muara Jambi dan Tanjung Jabung Timur mencapai lebih dari 50%, yang memiliki kecenderungan di lahan atau kawasan gambut yang sudah dikonversi menjadi lahan Pertanian, perkebunan dan Kehutanan, yang menjarah sampai masuk ke kawasan konservasi seperti kawasan lindung dan taman nasional.

Dari luasan ±751.000 hektar, sekitar 76% (±561.037 ha) lahan gambut yang sudah menjadi lahan budidaya, baik perkebunan, persawahan, HTI dan peruntukan lainnya, dan sesungguhnya hutan/lahan gambut dengan pH 3,5-4,0, yang mengindikasikan tanah sangat miskin hara, sebagai mana menurut Indriyanto (2005), hutan gambut didefinisikan sebagai hutan yang terdapat pada daerah bergambut ialah daerah yang digenangi air tawar dalam keadaan asam dan di dalamnya terdapat penumpukan bahan ¬bahan tanaman yang telah mati, yang sangat kurang layak untuk lahan dijadikan lahan pertanian dan perkebunan

Baca juga:  Zarman Pembina ABK Desak APH dan Bea Cukai Tindak Tegas Rokok Illegal

Namun jika kita cermati secara cermat, bahwa penyelamatan ekostem landscape berabk memang diakui bahwa kebakaran hutan dan lahan menjadi factor dominan penyebab kerusakannnya, namun disamping factor kebakaran hutan dan lahan tersebut, hal yang tidak mungkin diabaikan adalah faktor illegal lgging juga menjadi factor yang mempengaruhi kerusakan ekosistem hutan gambut, termasuk perambahan dalam kawasan lindung dan kawasan konservasi .

Bahwa sampai saat ini dikawasan gambut, sarana transportasi yang dominan adalah kendaraan air, yang diproduksi oleh Pengusaha local, yang terus dan terus dibutuhkan masyarakat sebagai sarana transporasi umum dan pengangkutan barang melalui Jalur Sungai, yang menggunakan bahan baku dari kayu “papan panjang”, sedangkan transportasi darat belum memadai bahkan cendetung dengan cost yang tinggi dan mengalami kerusakan yang sangat cepat.

Dari data sementara, disekitar TN Berbak, terdapat Industri Kapal Kayu di Kecamatan Berbak Kabupaten Tanjung Jabung sebanyak ± 17 Unit; Kecamatan Nipah Panjang Kabupaten Tanjung Jabung sebanyak ± 9 Unit; Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muara Jambi sebanyak ± 5 Unit Industri Boat/Kepala Kayu, yang membutuhkan bahan baku kapal yang memerlukan dan membutuhkan sumber bahan baku yang jelas dan pasti, sementara ini sumber bahan baku disamping dari HPH yang ada disekitarnya, juga cenderung berasal dari kawasan Lindung dan kawasan konservasi, yang bermain kucing-kucingan dengan petugas.

Kondisi yang dilematis ini, harus ada solusi yang solutif bahwa penyelamatan hutan gambut, sekaligus mensejahterakan masyarakat sekitar menjadi sesuatu yang sangat penting dalam pengelolaan Hutan Gambut tersebut.

Hutan gambut dan kesejahteraan masyarakat menjadi kata kunci bagaimana mewujudkan upaya pelestarian Hutan Gambut tersebut, sehingga paradigma Hutan Lestari, rakyat sejahtera, sampai saat ini susah terwujud, sehingga paradigm tersebut dibalik menjadi Rakyat sejahtera Hutan Lestari.

Baca juga:  Zarman Pembina ABK Desak APH dan Bea Cukai Tindak Tegas Rokok Illegal

Solusi yang bisa menjadi simbiosis antara kesejahteraan masyarakat dan pelestarian hutan gambut menjadi kata kunci, sehingga terkait dengan aktivitas illegal logging menjadi salah satu factor yang mempengaruhi kelestarian dan perlindungan hutan Gambut/Landscape berbak.

Diakui industry kapal kayu di wilayah hutan gambut menjadi bagian penting dari upaya mensejahterakan masyarakat, sehingga sumber bahan baku yang legal menjadi sebuah solusi yang dibutuhkan.

Untuk mendukung dan memproses bagaimana solusi yang terbaik, diperlukan duduk bersama para pihak, baik Dinas Instnasi tehnis, Instansi Kebijakan, Pelaku Industri, Pengusaha HPH, Pengelola Hutan Lindung/Konservasi/Produksi tingkat tapak dan tingkat kebijakan yang difasilitasi sebaikya oleh lembaga swadaya masyarakat yang memiliki kepedulian terkait dengan Upaya pelestarian hutan Gambut.

Duduk bersama itu dapat menghasilkan kesepakatan antara lain Kesepakatan mendukung Industri Kapal kayu sebagai sarana transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat; menghentikan pengambilan/pencarian bahan baku Industri berupa kayu di kawasan Lindung/Konservasi dan jika masih terjadi ditindak secara hukum; Kesepakatan dengan Pengusaha HPH untuk penyedian bahan baku Industri kapal kayu melalui pola kemitraan dan/atau CSR; Membentuk Koperasi Industri kapal kayu; Dukungan fasilitasi dari Instansi/lembaga terkait menyangkut prosedur, permodalan, peningkatan kemampuan tehnis dll, pengamanan bersama baik illegal logging, kebakaran hutan, perambahan lintas pengelola kawasan baik konservasi, lindung, HPH, bersama instnasi penegak hukum.

Paradigma “Masyarakat sejahtera Hutan Lestari”, harus diimplementasi dengan utuh dalam pengelolaan hutan, sehingga factor kesejahteraan masyarakat yang menjadi bagian utama dari tujuan pembangunan bahkan program pokok pembangunan rezim Pak Jokowi sebagai Presiden, yaitu membangun Indonesia dari Pinggir, hendaknya terwujud dengan bersama-sama lembaga/Instansi terkiat membangun desa baik fisik, ekonomi, pendidikan, sarana dan prasarana, dalam mewujudkan Kesehateraan social bagi seluruh rakyat Indonesia, tentunya leading sector pembangunan ini ada di Pemerintah Kabupaten/Provinsi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button