opini

OH SUNGAI BATANGHARI PERAN DAN FUNGSIMU Oleh Syamsul Bahri, SE dan Widianto, SP

OH SUNGAI BATANGHARI PERAN DAN FUNGSIMU

Oleh Syamsul Bahri, SE dan Widianto, SP

(Conservationist di TN Berbak Jambi)

 

Mencermati kritikan Wakil Presiden Jusuf Kala yang cukup pedas berkaitan dengan keruhnya keruhnya air sungai Batanghari saat acara persemian Jembatan Pedestrian dan Menara Gentala Arasy, Sabtu (28/3/2015), pertanyaan tersebut sangat menusuk terhadap kondisi lingkungan Daerah Aliran Sungai Batang hari, yang telah memberi peran dan multi fungsinya antara fungsi hydro-orologis, ekonomi dan transportasi dan banyak fungsi lainya bagi masyarakat, bahkan menjadi bagian sejarah penting yang tak terpisahkan dengan masyarakat yang hidup di DAS Batanghari, terutama keberadaan Kerajaan melayu bahkan diduga sebagai pusat Kerajaaan Sriwijaya.

Kritikan yang simple disampaikan oleh Pak JK, namun memiliki pemaknaan dan pemahaman yang dalam berkaitan dengan pengelolaan lingkungan dan pengelolaan Hutan dan Daerah Aliran Sungai Batang Hari yang membelah Propinsi Jambi, bahkan Propinsi Sumatera Barat, karena Sungai Batanghari merupakan sungai terpanjang di Pulau Sumatera sekitar 800 km, merupakan DAS terbesar kedua di Indonesia, mencakup luas areal tangkapan (catchment area) ± 4.9 juta Ha. Sekitar 76 % DAS Batang Hari berada pada provinsi Jambi meliputi 10 Kabupaten/kota yaitu Kerinci, Kota Sungai Penuh, Merangin, Bungo, Tebo, Sarolangun, Batanghari, Muaro Jambi, Kota Jambi dan Tanjung Jabung Timur yang mengalir dan menuju selat Berhala, sisanya berada pada provinsi Sumatera Barat yang meliputi 4 kabupaten yaitu Solok, Solok Selatan, Damasraya, Sijunjung.

Indikasi keruhnya air Sungai Batanghari, sebuah fakta bahwa air Sungai Batanghari memang keruh, ini sebuah pembuktian terbalik tentang pengelolaan DAS Batanghari yang belum baik, jika kita simak sesungguhnya bukan hanya persoalan “Jamban Keluarga” sebagaimana disampaikan oleh Bapak Gubernur Jambi Bapak HBA, namun keruhnya air tersebut sebagai sebuah indikasi sudah terjadi persoalan pengelolaan DAS tersebut, terutama terjadinya erosi dan abrasi, polusi dari limbah yang berbahaya di sekitar DAS bahkan didalam Sungai tersebut.

Adanya aktivitas pertambangan dan kegiatan pengusahaan (eksploitasi) hutan yang dilakukan secara mekanis sepanjang aliran sungai, telah berdampak terhadap berubahnya alur sungai, erosi di tepian sungai, pendangkalan atau sedimentasi, limbh pabrik, atau limbah pertambangan liar baik Emas, pasir dll yang tinggi di DAS dan sepanjang aliran DAS Batang Hari.

Akibat dari pembangunan di DAS Batanghari yang tidak dikelola dengan azas keletasrian dan berkesenimbungan, sehingga terjadi bukan hanya “keruh” atau polusi bahkan akan menimbulkan perubahan alur dan arah arus Batang Hari ini mengakibatkan air sungai dengan cepat naik pada saat musim hujan datang, sebaliknya cepat surut saat musim kemarau. Hal ini juga diperburuk dengan meningkatnya populasi penduduk terutama pada daerah transmigrasi sedikit banyaknya akan membebani wilah DAS Batang Hari itu sendiri.

DAS Batanghari sesungguhnya merupakan satu kesatuan ekosistem yang mendukung hidup dan kehidupan masyarakat yang berada disekitarnya baik yang dihulu, tengah maupun di muaranya/hilir. Sehingga peran DAS ini sangat vital dalam mendukung pembangunan ekonomi di Propinsi Jambi, bahkan dalam mendukung pengelolaan DAS berbasis biodiversity saat ini sistim pengelolaan Taman Nasional di sekitar DAS ini terdapat 4 Taman Nasional yaitu untuk kawasan Hulu DAS Batanghari terdapat kawasan Konservasi Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), dibagaian tengah terdapat Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT), dan hilir atau Muara terdapat Taman Nasional Berbak (TNB).

Kondisi DAS Batanghari dengan kondisi saat ini, terdapat luasnya lahan kritis, peramabahan, illegal logging, luasnya lahan mono kultur banjir (perkebunan Kelapa Sawit), kebakaran hutan, PETI, Penambangan Galian C, pendangkalan sungai serta berbagai akibat dari kerusakan catchmen area dari DAS Batanghari, yang menimbulkan bahwa kekeringan dan banjir, kebakaran hutan dan asap serta dampak lingkungan lainnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari penurunan nilai penting dan nilai fungsi DAS Batanghari sebagai suatu kesatuan “ecobioregion management”.

Apalagi dikaitkan dengan pemanasan global yang membawa implikasi terjadinya perubahan keseimbangan alam terhadap perubahan permukaan air laut yang semakin naik, pergeseran iklim, dampak negatif secara langsung atau tidak langsung terhadap sub sektor pertanian, Sub sektor Kehutanan, Sub sektor Perternakan, Kesehatan, kalender musim yang susah diprediksi, dengan side efek negatif terhadap kemanusian dan sistem sumber daya alam terutama sumber air, pertanian, kehutanan, sistem ekologi, keanekaragaman hayati dan kesehatan.

DAS Batang Hari juga telah diklasifikasi sebagai satu dari 22 DAS dengan kategori sangat kritis (super critical). DAS ini merupakan DAS terbesar kedua di Sumatera dengan jumlah luas daerah tangkapan air (water catchment area) 4,9 juta hektar dan secara administratif meliputi propinsi Sumatera Barat dan Jambi.

Disamping bernilai penting untuk jalur transportasi, irigasi, perkebunan, rencana PLTA dan persawahan, secara ekologis DAS Batang Hari sangat penting karena meliputi berbagai type ekosistem alami (selain ekosistem sungainya sendiri) mulai dari ekosistem pesisir/muara, lahan basah, hutan hujan dataran rendah, hutan hujan dataran tinggi, hutan hujan pegunungan dengan vegetasi sub alpin dan alpin. Sebagian besar hulu sub DAS terdapat di dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).

Saat ini DAS ini mengalami kondisi yang sangat kritis dengan banyak PETI dan beberapa bentuk kegiatan illegal lainnya yang berlangsung di beberapa daerah hulu dan hilir yang sangat mengancam akan kelestarian ekosistem DAS tersebut, bahkan telah memunculkan pencemaran air yang cukup berbahaya bagi mahluk hidup bahkan manusia yang mengkonsumsi air dari DAS tersebut. Tingkat pencemaran air DAS tersebut akan mengancam perekonmian para Nelayan dengan hasil tangkapan yang semakin sedikit.

Memang DAS sebagai satu kesatuan ekologi yang dikelola melalui ecobioregion management yang memiliki keluasan yang luas ini harus cukup besar guna mempertahankan integritas komunitas biologi wilayah tersebut, habitat dan ekosistem; untuk menyokong proses-proses ekologi yang penting seperti siklus nutrien dan limbah, migrasi dan aliran arus; untuk menjaga habitat dari spesies-species penting; dan juga mencakup komunitas manusia yang terlibat di dalam pengelolaanm, penggunaan, dan memahami proses-proses biologi.

DAS Batanghari sebagai pengelolaan bio-ekologi yang terimplementasi dalam pemanfaatan daratan dan perairan di mana masing-masing wilayah menyediakan habitat dari berbagai macam species hidup dan berkembang dengan baik, dan masing-masing memiliki keterkaitan dengan populasi manusia pada wilayah tersebut. Semua elemen-elemen dalam mosaic tersebut berinterkasi secara aktif. Sebagai contoh pengelolaan terhadap daerah tangkapan air akan mempengarhi habitat aliran sungai, perikanan dan terumbu karang.

Prinsip pengelolaan DAS Batanghari dalam bio-ekologi, hendaknya melihat DAS dalam kontek DAS sebagai (1) aset ekosistem adalah sumberdaya alam yang ada didalamnya sebagai aset ekosistim yang tak dapat diperbarui (non-renewable resources) atau dalam batas tertentu secara potensial dapat diperbarui (potentially renewable resources). Jika pemanfaatannya melebihi tingkat kelestarian maka berakibat degradasi lingkungan; Nilai kemanfaatan sumberdaya alam yang ada di DAS perlu diarahkan untuk mendapatkan manfaat nilai ekonomi tidak lagi mengarah pada maksimalisai tetapi optimalisasi. (2) Pemanfaan sumberdaya alam versus pertumbugan ekonomi adalah Kenaikan PAD atau PDRB sebagai hasil dari pertumbuhan ekonomi akan memberikan konsekuensi pada peningkatan konsumsi energi, konsumsi air, konsumsi lahan, ruang dan mobilitas; (3) Sumberdaya alam sebagai suatu aset yaitu pembangunan ekonomi hanya mengejar pertumbuan saja cenderung tidak mengindahkan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri yang pada gilirannya akan memberikan akibat pada menurunnya mutu lingkungan hidup, mengoptimalisasi pemanfaatan berarti sumberdaya alam dalam DAS tidak hanya dilihat sebagai suatu aset produksi tetapi juga aset lingkungan, Interaksi antara aktivitas ekonomi dan sumberdaya alam dalam DAS sebagai bagian dari lingkungan; (4) pembangunan berkelanjutan adalah usaha dan upaya menghormati dan memelihara komunitas kehidupan, memperbaiki kualitas hidup manusia, melestarikan daya hidup dan biodiversity, optimalisasi pemanfaatan SDA yang tak terbarukan sesuai daya dukung, mengintegrasikan kerangka kerja untuk memadukan upaya pembangunan dan pelestarian, menciptakan kerjasama global sumber penyediaan bahan mentah; (5) aset sumberdaya alam yang berwawasan konservasi melalui pendekatan Pelestarian fungsi lingkungan hidup, keuntungan pengusaha atau perusahaan digeser pada keuntungan sosial, kelestarian produksi digeser pada kelestarian ekosistem; (6) aset dalam pembangunan pertanian berkelanjutan adalah eksplotasi sumberdaya alam erat kaitannya dengan proses bio produksi membawa dampak yang cukup signifikan dalam keberlangsungan kehidupan; pembangunan pertanian yang berkelanjutan (sustainable agriculture).

Tentunya dalam management ecobioregion ini, adalah integrasi pengelolaan baik fisik maupun non fisik hulu, tengah dan muara secara komprehensif yang mengarah pada keseteraan ekonomi, kesetaraan politik, kesetaraan lingkungan, kesetaraan sumber pendapatan, yang lepas dalam upaya pembangunan ekonomi berkelanjutan dengan melihat DAS dalam ecobioregion management, dalam pengelolaannya kontek utama sebagai aset ekonomi dan aset lingkungan, untuk menghindari dan mengurangi faktor stress lingkungan dan upaya yang biasa dilakukan untuk memperbaikinya dilakukan dengan adaptasi dan modifikasi manusia dalam mengatasi faktor stress.

Upaya kearah pengeolaan DAS Batanghari yang terletak di Prop Jambi dan sebagaian di Prop Sumatera Barat, merupakan langkah yang seharusnya dilakukan oleh Pemerintah Prop Jambi, bahkan seluruh Pemerintahan di Pulau Sumatera adalah mengevaluasi dan melakukan tindakan nyata dalam mengembalikan kenyamanan DAS Batanghari yang semakin terus memburuk dan cepatnya kerusakan hutan dataran rendah sampai dataran tinggi merupakan ancaman umum terhadap keanekaragaman hayati DAS Batanghari yang nampak nyata. Sebenarnya para pemimpin politik dan eksekutif hendak berbuat nyata dan bertindak logis, dengan kondisi yang sudah terjadi saat ini, dimana masyarakat yang berada Wilayah Propinsi Jambi terutama sepanjang DAS Batanghari mengalami bencana, karena faktor lingkungan dan daya lenting lingkungan yang sudah tidak mampu lagi, kenyataannya, para pemimpin saat ini justru kurang peduli dengan aspek lingkungan, bencana yang menimpa justru ingin diciptakan dengan membuat kebijaksanaan yang cenderung tidak berfihak pada lingkungan yang akan memperbesar bencana yang akan timbul dimasa yang akan datang.

Kebijakan untuk membelah bahkan mengbaikan fungsi Hydroorologi kawasan lindung dan kawasan konservasi, mengksploitasi kawasan tersebut menjadi lahan pertambangan, perkebunan, menjadikan lahan tersebut menjadi areal transmigrasi, jelas kawasan tersebut dilindungi oleh Undang-Undang, seakan-akan era otonomi membutakan kan mata dan menghalalkan cara hanya untuk memenuhi PAD jangka pendek selama rezin mereka berkuasa, dan bagimana pemimpin berikutnya menerima akibat baik akibat opportunity maupun bencana yang discenerio dimasa yang akan datang.

Sebelum membicarakan ancaman-ancaman pokok lainnya, penting untuk mempertimbangkan penyebab-penyebab utamanya: (1) Kurangnya kemauan politik. Meskipun deklarasi-deklarasi di tingkat nasional telah mengarah pada penghentian pengrusakan hutan yang illegal/legal dan perdagangan satwa liar yang ilegal, hanya ada sedikit kemauan politik atau perhatian yang terorganisir baik untuk melakukan hal yang sama pada tingkat lokal. Bahkan cenderung Kemauan politik tingkat regional dalam bentuk deklarasi serta kesepakatan baik menghentikan Illegal loging, perburuan satwa, maupun deklarasi pelestarian kawasan konservasi cenderung merupakan lip servise dan sangat tidak ada kemauan untuk mengimplementasikan; (2) Kemiskinan. Kemiskinan yang terstruktur akibat kebijakan yang tidak berfihak pada lingkungan masa yang akan datang lebih besar; (3) Korupsi, kolusi dan nepotisme. Penyalahgunaan wewenang untuk mendapatkan keuntungan pribadi merupakan warisan yang telah merajalela dan banyak didokumentasikan sejak dulu. Keterlibatan berbagai pihak dalam pengrusakan sumber-sumber daya hutan; (4) Penegakan hukum yang tidak berfungsi. Tiadanya penegakan hukum, khususnya dalam sektor kehutanan, telah umum diketahui, bahkan dalam pernyataan-pernyataan resmi oleh Menteri Kehutanan Indonesia (5) Dorongan kuat terhadap pembabatan dan perubahan fungsi hutan. Keuntungan dari industri minyak kelapa sawit dan kebangkrutan industri kertas dan bubur kertas, mendorong terjadinya pembabatan, pembakaran dan perubahan fungsi hutan dalam skala besar, proses pembalakan dan perubahan fungsi tersebut memberikan mata pencaharian bagi masyarakat lokal, yang meskipun tidak sah namun sangat dibutuhkan; (6) Dorongan terhadap upaya konservasi tidak memadai. Nilai dari layanan-layanan ekologis (misalnya pengendalian banjir, fungsi-fungsi aliran air, dan pemanfaatan hasil-hasil hutan yang diatur dengan baik) tidaklah dipahami dengan baik, sementara hukuman terhadap pembabatan hutan yang ilegal kurang memadai.

 

Kondisi menyebabkan terparah karena terjadi (1) Penebangan Kayu Legal dan Ilegal Pemanfaatan hasil hutan baik kayu maupun non-kayu yang tidak sah dan ilegal terjadi merajalela di seluruh Sumatera, terkadang mendapat dukungan dari oknum militer, polisi , serta industri-industri perkayuan, kertas dan bubur kertas. Harga kayu ilegal jauh lebih rendah dari kayu legal, sehingga operasi yang legal tidak mendapat keuntungan ekonomis. Situasi ini diperburuk oleh meningkatnya permintaan kayu dari Cina, sebagai akibat adanya larangan penebangan kayu di negara tersebut. Kayu ilegal dari Sumatera diselundupkan melalui Malaysia untuk memenuhi permintaan dari Cina, Amerika Utara, Eropa, dan Jepang. Industri kertas dan bubur kertas merupakan faktor utama ancaman yang terjadi akibat penebangan kayu;(2) Perkebunan Kelapa Sawit pemerintah daerah mempromosikan ekspansi dari perkebunan kelapa sawit. Beberapa Gubernur mengumumkan rencana untuk mengubah hutan menjadi kelapa sawit. Situasi ini mencerminkan besarnya rencana ekspansi kelapa sawit yang akan dilaksanakan di tempat lain, setidaknya di Propinsi Jambi, Riau dan di Sumatera utara. Pada saat yang bersamaan, kebakaran hutan banyak terjadi di seluruh Sumatera, khususnya di wilayah tengah dan selatan. Dengan meningkatnya harga minyak kelapa sawit, para pembangun perkebunan yang haus akan tanah di Sumatera dengan sengaja membakar hutan dengan skala wilayah yang luas; (3) Perdagangan Satwa dan Perburuan Liar Perdagangan satwa dan perburuan liar terjadi merajalela di Sumatera. Insentif keuangan untuk perburuan gelap sangat tinggi, sementara kesadaran dan penegakan hukum atas peraturan perdagangan satwa liar masih rendah; (4) Rencana dan Pembangunan Jalan Jalan merupakan rute dimana para penduduk dan truk-truk penebangan ilegal mendapat akses ke kawasan hutan yang dahulu terpencil, beserta semua spesies yang hidup di dalamnya. Jalan-jalan untuk penebangan hutan ini seringkali menjadi rute transportasi resmi yang diadopsi oleh pemerintah lokal. Di sebagian besar wilayah Sumatera, pembangunan jalan untuk penebangan ini menandai tahap pertama hilangnya hutan secara keseluruhan. Pemerintah lokal nampaknya cenderung untuk mengakomodasi konstruksi jalan sebagai suatu bentuk mendapatkan penghasilan. Gambar dari satelit mencatat ratusan jalan-jalan untuk penebangan melintasi jauh sampai ke dalam hutan-hutan Konservasi dan taman-taman nasional. Propinsi Aceh mempunyai rencana untuk membangun sistem jalan masuk, mulai dari Banda Aceh selatan sampai ke batas Ekosistem Leuser. Baru-baru ini, sebuah rencana pembangunan di Taman Nasional Kerinci Seblat, meskipun ada peraturan yang melarangnya. Secara umum, pola pembangunan jalan menunjukkan bahwa fragmentasi hutan yang lebih besar akan terjadi dalam waktu dekat; (5) Pertambangan Ledakan bisnis pertambangan dimulai pada tahun 90-an, telah menyebabkan pembangunan jalan di daerah yang dahulu terisolasi, pengrusakan hutan, banjir, dan polusi sungai, mengakibatkan kontaminasi di sistem sungai sekitar, hilangnya sumber-sumber daya air untuk penduduk desa sekitar, serta masih banyak kekuatiran lainnya.

 

Kondisi ini akan memperburuk mutu lingkungan, namun betapa besarnya managemen konservasi akan sangat sulit bisa mengatasi kondisi ini, apabila Pemerintah Kabupaten/Propinsi tetap tidak mengangggap faktor lingkungan menjadi faktor yang sangat penting, tentunya akan menciptakan bahaya dan bencana lebih besar lagi dimasa yang akan datang.

 

Apalagi saat ini di beberapa daerah Kabupaten/kota dan propinsi di Sumatera akan melaksanakakan Pil”bup/Wako”kada dan Pil”gub”kada dalam rentan waktu 2015, Isu PAD dan sumber PAD yang bersumber dari kawasan konservasi, serta Pembangunan jalan/infrastruktur dalam kawasan konservasi menjadi isu politik (Black Issue) yang cukup trend dalam materi kampanye dan sosialisasi para bakal calon baik Bupati/Wali kota maupun Gubernur, dengan hitungan ekonomi nilai kayu dan dampak jangka pendek terhadap infrastrukrtur yang dibangun, sebaiknya menghitung nilai ekonomi tersebut harus secara komprehensif, karena hutan konservasi memiliki nilai langsung sangat kecil dibandingkan nilai ekonomi tidak langsung, yang dikatakan nilai ekonomi total kawasan konservasi.

Diharapkan dalam pembangunan ekonomi saat ini, adalah memadukan prinsip sinergitas antara kegiatan konservasi dengan pembangunan ekonomi (darusman dan widada 2004), adalah (1) Konservasi merupakan landasan pembangunan ekonomi berkelanjutan, tanpa ada ketersediaan dan jaminan SDAH, maka pembangunan ekonomi akan terhenti; (2)Pembangunan ekonomi merupakan landasan pembangunan konservasi konservasi berkelanjutan, tanpa ada manfaat ekonomi bagi masyarakat secara berkelanjutan, dipastikan pembangunan konservasi akan akan hancur, karena masyarakat tidak peduli; (3) Kegiatan pembangunan ekonomi dan pembangunan konservasi bertujuan untuk meningkatkan mutu kehidupan dan kesejahteraan masyarakat; (4) dengan pengetahuan dan pemahaman konservasi, maka manusia lebih mampu dan memahami kompleksitas tentang ekologi dan ekosistem sehingga menyadari, bahwa SDA perlu dikelola secara hati-hati dan, agar tetap lestari meskipipu SDA itu dimanfaatkan secara terus menerus; (5) Dengan pengetahuan ekonomi, manusia akan lebih arif menentukan pilihan aktivitas ekonomi yang paling rasional dalam mengunakan SDA untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan secara berkesinambungan

Dan perlu mernjadi catatan bahwa Kebutuhan adanya konservasi keanekaragaman hayati di Sumatera merupakan salah satu hal yang paling mendesak di planet ini, dalam meminimalkan bencana.

Bahkan Wilayah Cachment area dari DAS Batang Hari ini, terutama daerah hilir sesuai data memiliki indikasi sebagai kawasan Rawan Kebakaran, terutama wilayah landscape Berbak yang berada di wilayah Muara Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur, yang meliputi HL Gambut, Tahura dan Taman Nasional Berbak. ( HYPERLINK “mailto:syamsulbahri1605@gmail.com” syamsulbahri1605@gmail.com)

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button