Kerincitime.co.id, Berita Kerinci – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan pemberhentian tetap terhadap Muhammad Taufik Harun sebagai anggota Bawaslu Kerinci. Putusan tersebut, dibacakan pada sidang putusan DKPP, Rabu (16/2).
Sidang yang disiarkan secara live di media sosial tersebut, dipimpin langsung oleh pimpinan DKPP dengan agensa pbacaan putusan, salah satunya putusan Nomor 02-PKE-DKPP/I/2022 dengan teradu anggota Bawaslu Kabupaten Kerinci, Muhammad Taufik Harun
Sidang dipimpin oleh Dr H Alfita Salam dengan dua anggota Dr Ida Budhiati dan Prof Teguh Prasetyo.
Dari pantauan sidang secara daring, DKPP menyimpulkan mengabulkan pengaduan dari pengadu, Rudi Hartono, dan menyatakan M Taufik Harun terbukti melanggar kode etik sebagai penyelenggara pemilu, dalam jabatan sebagai anggota Bawaslu Kabupaten Kerinci.
“Dengan ini memutuskan sanksi pemberhentian tetap terhadap M Taufik Harun sebagai anggota Bawaslu Kabupaten Kerinci sejak putusan ini dibacakan. Memerintahkan Bawaslu melaksanakan putusan ini 7 hari sejak dibacakan, memerintahkan Bawaslu mengawasi putusan ini,” ungkap ketua sidang membacakan putusan.
Putusan pemberhentian tetap terhadap Taufik Harun tersebut, setelah DKPP melakukan membaca pengaduan pengadu, mendengarkan keterangan pengadu dan teradu dan saksi pada sidang sebelumnya. Kemudian dilanjut dengan memeriksa secara seksama terhadap laporan pengadu, jawaban teradu, keterangan saksi dan pihak terkait serta alat bukti.
Anggota majelis sidang, Dr Ida Bhudiati, membacakan hasil pemeriksaan DKPP, pertama terkait keterlibatan Taufik sebagai tim Cabup-Cawabup, Zainal-Arsal tahun 2018, yang dilengkapi alat bukti video dan SK tim, 4 bulan sebelum terpilih sebagai anggota Bawaslu Kerinci.
“Menimbang jawaban dan keterangan para pihak dan bukti dokumen dalam fakta sidang pemeriksaan, DKPP berpendapat bahwa teradu dilantik pada 16 Agustus 2018, 4 bulan sebelum dilantik teradu mengucapkan sumpah dan janji sebagai tim pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kerinci, Zainal-Arsal, dibuktikan dengan video dan keterangan saksi, alat bukti dokumen SK tercantum nama teradu,” ugkapnya.
“Bawaslu Jambi pada tahap seleksi menerima masukan masyarakat, dan melakukan klarifikasi namun tidak terbukti. Kemudian pada fit and pro pertest, kembali dilakukan klarofikasi namun tidak terdapat alat bukti,” ungkapnya.
Berdasarkan fakta persidangan, lanjut dia, DKPP menilai teradu sepatutnya memiliki sanse of ethic bahwa aktifitasnya sebagai tim pemenangan mempunyai konsekuensi terhadap pemenuhan syarat imparsial sebagai calon anggota Bawaslu Kabupaten Kerinci, memperhatikan ketentuan UU pemilihan umum dengan masa jeda 5 tahun dari keanggotaan partai politik.
“Maka secara mutatis mutatif berlaku bagi anggota tim pemenangan, tim sukses. Berdasarkan fakta tersebut, terbukti melanggar prinsip penyelenggara pemilu, Pasal 6 ayat 2 huruf a dan b Peraturan DKPP Nomor 2 tahun 2017 tentang kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu,” jelasnya.
“Dengan demikian, dalil angka 4.1.1 (pengaduan dalil ke 1,red) tersebut terbukti dan jawaban teradu tidak meyakinkan DKPP,” sambungnya.
Kemudian amar putusan dilanjut dibacakan oleh Prof Teguh Prasetyo, untuk dalil kedua tentang pemasangan spanduk peresmian Kecamatan Tanah Cogok oleh Taufik Harun, yang diresmikan oleh Fachrori Umar yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jambi, yang sebelumnya menyatakan akan maju pada pemilihan Gubernur Jambi.
Menurut DKPP, teradu mengakui bahwa tindakannya tersebut tidak dibenarkan secara etik, karena kegiatan Gubernur Jambi dapat dinilai sebagai kegiatan kampanye terselubung, mengingat sebelumnya Gubernur Jambi pernah membuat pernyataan akan mencalonkan kembali.
“Berdasarkan uraian tersebut, DKPP menilai tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan menurut hukum dan secara etika. Sebagai penyelenggara sepatutnya mengetahui atau sekurang-kurangnya mempunyai informasi bahwa Gubernur Jambi akan mencalonkan kembali pada 2018. Seharusnya menghindari kesan ketidak netralan sebagai penyelenggara pemilu. Berdasarkan fakta tersebut, teradu terbukti melanggar pasa 6 ayat 2 huruf b Jo pasal 8 Peraturan DKPP Nomor 2 tahun 2017,” terangnya.
Sedangkan dalil ketiga, tentang teradu menerima uang Rp 50 juta dan 200 amplop untuk dibagikan ke masyarakat untuk calon Gubernur Jambi Cek Endra dan Raru Munawaroh, tidak terbukti.
“Berdasarkan rekaman suara dan keterangan saksi, DKPP menilai pengadu tidak dapat menghadirkan alat bukti yang meyakinkan sebagaimana peristiwa yang didalilkan, dan jawaban teradu membantah dalil tersebut meyakinkan DKPP,” ungkapnya. (Ega)