Berita Kerinci – Opini keuangan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) tampaknya bakal sulit digapai oleh duet kepemimpinan Bupati Kerinci Adi Rozal dan Zainal Abidin. Pasalnya perkara aset milik daerah masih menjadi kendala.
Pada awal tahun 2015, kejelasan temuan janggal oleh BPKP sejak tahun 2005 hingga 2013 masih belum rampung. Celakanya lagi, adanya indikasi aset fiktif. Dugaan aset fiktif ini merupakan salah satu temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi (BPKP) Jambi. Tidak tanggung-tanggung, nilai temuan tersebut diperkirakan mencapai lebih dari angka Rp 50 miliar.
Rumor yang beredar aset-aset tersebut adalah aset pada tahun 2005-2006, 2008-2009, dan tahun 2013. Keberadaan aset milik daerah tersebut tidak jelas, meskipun dalam dalam RKA, rekapan, serta dana yang dialokasikan terdata dengan jelas, namun bukti fisik di lapangan tidak ditemukan.
Bupati Kerinci, H Adirozal saat menggelar pertemuan dengan 14 pejabat SKPD untuk menyikapi surat rekomendasi dari BPKP agar masalah temuan BPK segera dituntaskan. Bahkan bukan tidak mungkin akan ditempuh jalur hukum, jika memang data-data itu terbukti fiktif.
Sekretaris DPRD Kerinci, Amriswarta, yang ikut hadir dalam pertemuan tersebut mengatakan DPPKA menemukan dua buku. Pertama, buku tentang kepatuhan pelaksanaan anggaran dan buku kedua tentang aset yang tidak ditemukan.
“Surat rekomendasi BPKP tersebut disampaikan setelah evaluasi penggunaan anggaran tahun 2013, yang dievaluasi BPKP pada triwulan pertama tahun 2014. Bupati diminta menyelesaikannya, meskipun temuan tersebut terjadi jauh sebelum pak Adirozal menjabat sebagai Bupati,” jelasnya.
Dikatakannya, dari temuan-temuan BPKP tersebut, tercatat beberapa temuan terbesar pada sejumlah SKPD, di antarannya pada Dinas Pendidikan, terdapat aset diduga fiktif sebesar Rp 28 miliar.
“Anggaran, RKA, serta rekapannya ada, namun bukti fisik seperti bangunannya tidak ada. Contohnya perpustakaan, anggarannya ada, namun bangunannya anehnya nihil,” katanya.
Selain itu, temuan juga terjadi di Dinas Kesehatan, seperti perumahan bidan, serta alat kesehatan/alkes yang sudah direalisasikan anggarannya, namun bangunan dan alkesnya tidak ditemukan.
“Pada Disnakkan juga demikian. Ditemukan adanya anggaran sebesar Rp 2 miliar untuk membuat bangunan dan dana sebesar Rp 750 juta untuk pembangunan turap, namun setelah dilakukan pengecekan, bangunan fisiknya tidak ada,” jelasnya.
Hal serupa, lanjut dia, juga terjadi di Disperindag. Untuk Disperindag, temuan terjadi karena adanya pembangunan Kincai Plaza. Di bangunan itu, warga yang mengkredit ruko menjual bangunan ke pihak lain, sementara cicilan tidak mereka bayar.
“Di Dinas PU juga ada temuan sebesar Rp 16 miliar. Hanya saja temuan ini sebagian besar sudah diselesaikan. Temuan tersebut karena adanya kelebihan pembayaran kepada rekanan, namun sebagian besar sudah mengembalikannya. Yang tinggal sekarang hanya Rp 400 juta,” tambahnya.
Jika dalam waktu dekat ini persoalan asset tersebut tidak segera dituntaskan, maka kemungkinan besar akan ditempuh lewat jalur hukum.
“Saya kira itu satu-satunya jalan. Jika setelah dilakukan penelusuran aset tidak ada, maka kita akan tempuh jalar hukum,” tegasnya.
Kadis Kesehatan Kerinci, Amsal, mengaku sudah menelusuri asset yang ada di Dinkes. Sekitar 70 persen di antaranya sudah berhasil ditelusuri. Hanya saja, dia mengaku ada alat yang ditemukan, namun kontraknya tidak ada.
“Untuk perumahan bidan dan perumahan di puskesmas, kita masih menunggu informasi dari Puskesmas dulu. Kita berharap dalam waktu dekat ini bisa segera tuntas, dan tidak lagi menjadi masalah,” ungkapnya.
Di Dinas Perindag memastikan sedang dalam pendataan, seperti ruko di Kincai Plaza. Kadis Perindag H. Letmi Hendri, mengakui hal itu.
“Sedang didata ulang. Kalau awalnya ada 455 pintu lebih yang kita telusuri, cicilan ruko ada yang lancar dan ada yang tidak. Selain itu, sebagian besar ruko sudah dijual pemiliknya ke pihak lain, sedangkan mereka sendiri tidak membayar cicilan.
Sementara itu Kepala DPPKA Kerinci, H Jarizal Hatmi, mengatakan temuan tersebut berdasarkan laporan keuangan tahun-tahun sebelumnya.
“Hasilnya baru keluar, pada evaluasi triwulan pertama 2014,” katanya.
Ditanya mengapa pemeriksaan BPKP dilakukan sejak tahun anggaran 2005 ? Jarizal mengaku hal itu karena audit yang dilakukan oleh pihak terkait, tidak menemukan adanya aset yang dimaksud.
“Bagaimana penanganannya pada periode sebelumnya, kita juga tidak tahu. Namun yang jelas, saat ini BPKP sudah merekomendasikan kepada Bupati Kerinci saat ini, untuk menyelesaikan temuan-temuan yang janggal tersebut,” tegasnya. (sr28)