Ada Misteri Gong Berantai di Bumi Undang Selunjur Alam Kerinci
GONG termasuk didalam golongan idiophone atau bahasa Sankritnya Ghana vadya. Gong sudah tercantum didalam relief candi-candi di Jawa Timur tetapi tidak terdapat di candi-candi di Jawa tengah. Pada candi Penataran terdapat angka tahun Saka 1242/1330M, pada candi bagian timur tahun Saka 1291/1369 M dan pada halaman Batur Pendapa terdapat angka 1297 Saka/1375M.
Dari ketiga candi itu didapat gambaran bahwa Gong mendapat perhatian antara abad ke 13 sampai abad ke 15 Masehi. Fungsi-fungsi gong didalam relief-relief itu adalah dipergunakan dalam medan perang dan pada candi Penataran dipergunakan sebagai alat pemberi berita jika terjadi sesuatu.
Ketika Sriwijaya berkuasa maka raja Sriwijaya mengimport gong ke Nusantara. Dari berbagai kitab kuno seperti Kakawin Bharatayudha (ditulis di zaman Jayabaya sekitar 1157 M), Kitab Bhomakarya dari abad ke 12 dalam pupuh 102.8.9 dan dalam Smaradhana pupuh XXIX. 8 dari abad ke 13 M jelas bahwa gong terbuat dari perunggu. Jadi gong telah dikenal dari kesusasteraan kuno setidaknya dari abad ke 9. Kemudian fungsi gong dipergunakan didalam medan perang, iringan dan upacara.
Dalam medan perang dapat dipergunakan selaku pemberi semangat. Dalam iringan sebagai pemberi tanda dan dalam upacara sebagai tanda khidmat. Baru dalam kitab Bharatayudha zaman Kediri abad ke 12 disebut bahwa gong dimainkan bersama-sama dengan gamelan.
Di candi Kembar Batu di Muara Jambi oleh Tim Puslit Arkenas ditemukan dalam penggalian sebuah gong yang terdapat tulisan Cina yang diduga dari abad ke 13 M dimana terdapat nama pejabat. Di Tiongkok pada pemerintahan Raja Hsuan Wu pada tahun 500-516 M telah dikenal gong, yang saat itu disebut “Sha-lo” dan memiliki bunyi yang sangat keras jika dipukul. Asalnya dari His Yu, yaitu daerah antara Tibet dan Burma. Kemungkinan besar ada persamaan dengan gong di Korea (cing) dan di Assam (caro).
Pada orang Melayu sejenis gong yang agak tebal sisinya disebut TETAWAK dipakai mengiringi tari hiburan ronggeng. Pada musik tradisional untuk mengiringi teater-teater tradisional Malayu seperti Makyong, Mendu, Menora dan Wayang Kulit Melayu dipakai 2 buah gong, yang induk bernada C dan gong anak bernada G. Disamping itu sejenis gong kecil yang lantang suaranya disebut CANANG, dipakai untuk penyampaian berita. Gong yang kecil formatnya disebut TELEMPONG atau KROMONG berdiameter 6,5 inci diletakkan diatas sebuah alat dengan mukanya ke atas yang dipukul dengan kayu.
Lain halnya dengan Gong Berantai  DI BUMI UNDANG SELUNJUR ALAM KERINCI yang sering diceritakan oleh orang tua-tua terdahulu bahkan masih dituturkan sampai sekarang di Wilayah Kedepatian Tigo Luhah Tanjung Tanah dulunya tergabung dalam distrik Kemendapoan Seleman (sekarang Kecamatan Danau Kerinci), Gong ini menurut cerita yang turun temurun, berada disekitar larik dalam Kampung Tua Tanjung Tanah, tepatnya diarah menuju Tanggit atau sekubon kampung bertuah tersebut.
Kunon katanya, menurut : SUHARDIMAN RUSDI” Mantan Komisioner KPU Kabupaten Kerinci dan sekaligus pemerhati budaya dan sejarah Kerinci, ia menyebutkan bahwa kenapa dinamakan Gong Berantai, Karena dikala “Gong Berantai” ini berbunyi..!, seolah-olah ada orang yang memainkannya atau memukulnya, dimana bunyinya pun tidak putus-putus (sambung menyambung) atau dengan irama bunyi yang disertai dengan gesekan rantai nan merdu, bahkan sampai berulang-ulang. Dan “Gong Berantai” ini berbunyi di waktu-waktu tertentu, misalkan ada perhelatan akbar dalam negeri seperti Kenduri Pusaka, ada Depati atau Raja yang meninggal, ada pemangku adat melanggar pantang larang adat atau negeri dalam kondisi kekacauan “Paneah atau Panas” logat Kampung Tua Tanjung Tanah.
Cerita ini sudah berabad-abad lamanya, sering diceritakan oleh para orang tua-tua di Kampung Tua Tanjung Tanah lebih-lebih diwaktu akan dilaksanakan Kenduri pusaka, Bisa dipercaya bisa tidak..!!, namun pada dimensi waktu Gong Barantai ini memang wajib dipercaya, kenapa tidak..!, gong barantai yang sering didengar oleh masyarakat Wilayah Kedepatian Tigo Luhah Tanjung Tanah Kemendapoan Seleman (sekarang Kecamatan Danau Kerinci) ini bukanlah gong sembarangan, melainkan gong misteri, gong ini berada dialam gaib “mistik” yang muncul seketika dikala kampung dalam keadaan darurat maupun dilanda musibah serta masyarakat melakukan perbuatan maksiat yang dilakukan dalam kampung. Tanpa disadari oleh masyarakat kampung, gong ini berbunyi dengan sendirinya yang disertai dengan irama rantai yang keras, tapi samar-samar.
Yang aneh , disaat gong ini berbunyi hanya orang yang berada dikejauhan atau jaraknya jauh dari tempat tersebut yang bisa mendengar bunyinya. Anehnya lagi kenapa orang terdekat atau tinggal disekitar tempat gong itu berada tidak pernah mendengar bunyi apapun?, apalagi bunyi gong yang disertai dengan bunyi rantai. Untuk hal yang satu ini hanya Allah SWT yang maha mengetahuinya. Mungkin saja ini adalah titipan sang khalik terhadap Kampung Tua yang bertuah Tempat ditemukannya Naskah Melayu Tertua di Dunia dan menjadi bukti sejarah di bumi undang selunjur Alam Kerinci. Â (dalimisaid)