Denda 10 Miliar dan Penjara 10 Tahun untuk Tambang Ilegal
DITULIS OLEH :MEDIA SALPIA
Saat ini Kerinci dilanda oleh maraknya tambang “Galian C” baik yang ilegal maupun yang berizin, untuk tambang yang telah memiliki izin, hal ini sangat baik sekali bagi pemerintah, karena bisa menambah PAD. Sebelum saya menjelaskan lebih jauh tentang masalah denda tambang Ilegal, saya ingin menjelaskan terlebih dahulu penggolongan bahan galian yang berlaku di Indonesia saat ini.
Selama ini, kita tahunya penggolongan barang tambang itu, ada tiga : Golongan A : untuk bahan galian strategis (Seperti minya bumi, batu bara, radioaktif, dll) , Golongan B: untuk bahan galian vital (emas, perak, magnesium, seng, dll) , dan Golongan C : untuk bahan galian selain golangan A dan B (bahan galian industri) . Penggolongan itu sudah tidak berlaklu lagi saat ini, sampai sekarang tambang yang ada di kerinci menggunakan istilah tambang Galian C, hal ini tentu sangat keliru sekali. Karena telah di terbitkannya Undang – Undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Berdasarkan undang – undang terbaru ini, dalam pasal 34 di sebutkan bahwa penggolongan usaha pertambangan Cuma ada 2, yaitu tambang mineral dan tambang batubara, selanjutnya dalam ayat 2 dijelaskan tambang mineral dibagi menjadi pertambangan mineral radioaktif, pertambangan mineral logam, pertambangan mineral bukan logam, dan pertambangan batuan. Jadi, untuk tambang bahan galian industri di kerinci, bisa di golongkan ke usaha pertambangan batuan bukan pertambangan galian C lagi. Karena penggolongan bahan galian C, tercantum dalam Undang – undang no 11 tahun 1967 sudah tidak berlaku lagi.
Penggolongan Bahan galian pada undang – undang no 11 tahun 1967 lebih bersifat politis dikaitkan dengan kepentingan ketahanan dan pertahanan nasional, sedangkan dalam UU no 4 tahun 2009 penggolongan bahan galian lebih menitik beratkan pada aspek teknis, seiring meningkatnya kebutuhan bahan tambang dan kemajuan teknologi di industri pertambangan.
Dalam undang – undang pertambangan terbaru, dijelaskan tentang izin usaha pertambangan pada dasarnya ada 3, yaitu IUP (Izin Usaha pertambangan), IUPK (izin usaha pertambangan Khusus) dan IPR (izin usaha pertambangan Rakyat), dengan penetapan 3 jenis izin usaha pertambangan tersebut, peran pemerintah sangat penting sekali, jangan sampai suatu usaha pertambangan tidak sesuai sama kriteria perizinan yang berlaku, misalkan suatu usaha pertambangan yang seharusnya di golongakan ke Izin Usaha pertambangan (IUP) malah mendapatkan izin Usaha pertambangan Rakyat (IPR), pemerintah harus mengerti sekali tentang ketentuan – ketentuan pemberian izin di usaha pertambangan ini.
Selain aspek perizinan, aspek penetapan Wilayah Usaha Pertambangan oleh pemerintah daerah juga penting, jangan sampai ada rakyat atau suatu badan usaha melakukan penambangan di tempat yang tidak seharusnya di lakukan penambangan dengan pertimbangan aspek teknis, lingkungan dan sosial masyarakat. Jangan sampai usaha pertambangan, memberikan dampak yang besar terhadap ke 3 unsur di atas tadi, jangan sampai usaha pertambangan malah merusak unsur lingkungan seperti untuk usaha pertanian rakyat karena adanya pencemaran lingkungan atau timbulnya permasalahan social dimasyarakat. Menurut saya, sudah selayaknya pemerintah kerinci, menetapkan kawasan wilayah usaha pertambangan, di dalam peta rancana tata ruang dan wilayah. Meskipun usaha pertambangan menyumbang PAD yang besar bagi pemerintah daerah bukan berarti harus mengorbankan aspek kepentingan masyarakat dan lingkungan.
Pendapatan negara dan daerah dari usaha pertambangan, terdiri atas penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak, untuk penerumaan pajak tentunya harus sesuai sama undang – undang perpajakan dan bea cukai, sedangkan penerimaan negara bukan pajak terdiri atas iuran tetap, iuran eksplorasi, iuran produksi dan kompensasi data informasi, untuk pendapatan daerah berupa pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan. Jadi, jangan sampai pihak pemerintah kerinci kecolongan masalah iuran yang di bayarkan oleh pengusaha pertambangan batuan.
Dalam Bab XXIII tentang ketentuan pidana pasal 158 dinyatakan bahwa “ Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagai mana dimaksuda dalam pasal 37 pasal 40 ayat 3, pasal 48, pasal 67 ayat 1 atau ayat 5, dipidana penjara paling lama 10 tahun dan denda pliang banyak Rp 10.000.000.000 (Sepuluh Miliar Rupiah)” berdasarkan pasal 158 tersebut, sudah selayaknya pemerintah harus menertibkan usaha pertambangan di kerinci, jangan sampai Rakyat menjadi korbannya, jangan sampai lingkungan alam kerinci rusak olehnya, dan jangan sampai timbulnya gejolak social di masyarakat.
Pembentukan perda tantang usaha pertambangan dan wilayah usaha pertambangan yang tertuang dalam Perda seharusnya sudah dilakukan oleh pemerintah kerinci saat ini. Jangan sampai kerinci mengalami apa yang pernah terjadi di Bangka – Belitung yang marak degan usaha pertambangan timah oleh rakyat ataupun pengusaha lokal, dan sekarang hanya menyisakan lubang – lubang beracun yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan. Karena tanggung jawab usaha pertambangan bukan hanya masalah PAD, tetapi ada tanggung jawab lingkungan (harus dilakukan pengelolaan lingkungan dan reklamasi paska tambang) dan sosial masyarakat (pengembangan masyarakat disekitar wilayah pertambangan).
Semoga ini menjadi perhatian serius pagi pemerintah kerinci, yang menjadi daerah tujuan pariwisata. PAD dari usaha pertambangan itu penting tapi langkah penertiban usaha pertambangan sesuai dengan undang – undang yang berlaku juga sangat penting.
Ditulis oleh: Medi Salpia ( Alumni Teknik Pertambangan Universitas Sriwijaya angkatan 2006) yang sekarang sudah lebih 3 tahun bekerja di industri pertambangan batubara dikalimantan. Dan sedang menempuh pendidikan Magister Teknik Pertambangan di Universitas Pembangunan “Veteran” Yogyakarta.