Gaya HidupPariwisata/Budaya

Puisi Yupnical Saketi

O Sitimang Malam

 

baru lepas magrib, selayang pandang raib di jendela mihrab magatsari

puti, di langit buram sepotong bulan muram, memucat. serupa tirai

sunyi itu turun dari langit menghujam lubuk langu

di jiwa O merengeklah sayang sebagai bayi baru di kota ini

tersebab sebaris kekisah nan dulu pernah singgah menjejak langkah

kini gamang sendiri meniti gemeretak detik jam-jam peronda

di sitimang jelang malam dan bahu-bahu jalan melapang jadi ranjangnya

ya, di sini lah dulu sekali, tak jauh dari riuh pelabuhan bom batu

bebunga cinta merubung dan haru birukan trotoar pejalan

(pelabuhan bom batu. ya, sesitus yang kini lah mati

terbenam angkuh di kaki swalayan-swalayan perajam mimpi)

“kita adalah angsoduo nan bertemu memadu rindu

dan bercumbu bulu di bawah gerai lembut kabut bantaran”

O puti, serupa benar rengek dari buaianmu, aku ngaliri lagi reruas jalan

menyepi, susuri bebait puisi lama tentang perjumpaan di awal musim itu

sekerumun laron sisa petang, tergenang di langit-langit, sasar

dalam kemerdekaannya, ketika gegedung mengapit sisa sisi jalan

atau juntai kekabel itu kini lah meruah jadi rerumah bagi

walet-walet gelisah mengeram mimpi getir malam

ya, di waktu yang tak lagi bisa sama, ku kunjungi lagi sesobek cerita

tentang kejayaan masa itu. tapi O hanya lolong sunyi nan tersisa

membentang sepanjang selayang jalan

cuma langu nan merentang sepanjang asa;

titian teras bertanggo batu. tak ada, tak pernah lagi ada

dan saput angin ringkih lantas menyapu jejak

tak ada andong, sayang, tak ada desah nafas dari jiwa malam

yang dulu kerap kita kecup dan lalu timang di penghujung pengharapan

setiap kali bersua. begitu renyai, puti

lorong-lorong sepi semakin menyorongkan elegi

wahai jambe, ku alirkan puti ke buaian, ku ayun langu berakit-rakit

sitimang malam ini adalah sehampar sepi yang teramat sulit tuk dimengerti

kemana larinya pengamen-pengamen balada

sesahabat selunta kita, kemana

O sekian lama tak bersua, kenapa saut-saut luka purba justeru

mendekam di lagu rindu O

ah puti, langu masih kering, waktu nan melegenda mengulung

padahal baru saja ku bawakan setangkup buaian baru

tuk menimang malam ini di sudut imaji, dan lantas kita bernyanyi

“putiku nan masih teramat bayi O merengeklah sayang, aku rindu

derai suara itu”

Kota Tanah Pilih Pseko Betuah, Jambi; Desember 2012

 

ttd

yupnical saketi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button