opiniPolitik

Kontroversi Penundaan Pemilu Akibat Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Oleh: Kurniadi Aris, Advokat/ Dosen IAIN Kerinci

Mesasuki tahun politik 2024 masyarakat Indonesia sontak heboh dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dalam amar putusannya pada hari kamis 2 Maret 2023 yang mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI). dalam putusannya khusus di poin angka 5 (lima) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat selanjutanya disebut (PN Jakpus) menyatakan “Menghukum Tergugat (dalam hal ini KPU RI) untuk tidak melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (Dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari. Sontak publik dibuat heboh dengan putusan ini karena kontroversial, responpun langsung bermunculan mulai dari akdemisi,praktisi hukum serta masyarakat awam sekalipun dan yang pasti partai politik, semua langsung menjadi kegaduhan intelektual dan langsung menjadi ternding topik di indonesia.

Pemilu 2024 Ditunda?

Kontroversi persoalan ini berawal gugatan perdata terhadap KPU RI yang dilayangkan karena Prima menilai terdapat perbuatan melawan hukum  dilakukan KPU RI , yaitu menghilangkan hak Partai Prima sebagai peserta pemilu dan hak untuk dipilih. Hak tersebut, menurut Agus Jabo Priyono, merupakan hak konstitusi dan hak asasi yang diatur oleh hukum nasional maupun internasional. Setelah melakukan persidangan majelis hakim PN Jakpus memutus perkara ini dengan mengabulkan tuntutan Partai Prima dan selanjutnya memerintahkan KPU RI untuk menunda tahapan pemilu sebagiamana yang diperintahkan dalam putusan PN Jakpus Pada angka 5 (lima). Tidak dapat dielakkkan dan dihindarkan lagi sontak putusan ini mendapatkan respon yang begitu tendensius dari semua lapisan masyarakat.

Terlait dengan itu Penulis mencoba mengurai secara objektif persoalan ini secara scientific atau secara ilmah dan berimbang dalam sudut pandang (perspektif) hukum. Diawali dari apakah Pengadilan Negeri Jakarta pusat (PN Jakpus) berwenang mengadili dan memutus perkara yang di ajukan partai prima ke pengadilan negeri Jakarta pusat, tentu sebuah pengadilan mempunyai kewengan mengadili yang terdiri dari 1. kewenangan absolut (kewenangan mengadili berdasarkan jenis perkaranya), 2. Kewenangan relatif kewenangan mengadili berdasarkan yurisdiksi atau wilayah hukum pengadilan tersebut. Jika dihubungkan dengan gugatan Partai Prima ke PN Jakpus, gugatan tersebut menurut hukum dibenarkan diterima oleh PN Jakpus karena KPU RI berdomisli di Jakarta pusat hal ini selaras dengan asas hukum acara perdata yaitu gugatan dilayangkan ke pengadilan dimana tergugt berdomisili asas ini disebut dengan asas actor sequitur forum rei.

Selanjutnya karena gugatan yang dilayangkan oleh partai prima adalah gugatan perbuatan melawan hukum (onrceht matigedaad) yang di lakukan oleh KPU RI hal ini juga dibenarkan menurut hukum untuk PN Jakpus untuk mengadili dan memutus Perkara yang didaftarakan oleh Partai Prima ke PN Jakpus. lalu pertanyaan berikutnya apakah putusan PN Jakpus ini dapat dibenarkan oleh hukum, tentu saja dibenarkan karana asas hukum menyatakan Putusan hakim di anggap benar sebelum ada putusan hakim berikutnya yang membatalkan putusan hakim tersebut (rest judicata Provirtate habetuer). Tidak ada yang salah secara terotis dalam putusan hakim PN Jakpus, nanum persoalaanya tidak berhenti distu saja, karena sebuah putusan disamping terdapat kepastian hukum, ada rasa keadilan dan kemanfaatan.

Persoalnnya apakah putusan PN Jakpus ini bernilai manfaat karena yang diputus adalah terkait dengan kepemliuan yang berada diranah hukum publik yang seharusnya kewenagannya berada pada  Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk menyelesaikan sengketanya, atau apakah putusan hakim PN Jakpus Ultra Petita  (lebih dari yang dimintakan oleh Penggugat) dalam hal ini partai prima.

Walaupun secara hukum putusan PN Jakpus ini belum incraht atau berkekuatan hukum tetap KPU RI sebagai pihak tergugat  bisa melakukan upaya hukum lainnya banding kepangadilan tinggi atau nantinya bisa juga kasasi ke Mahkamah Agung. Selanjutnya dalam gugatan hukum perdata putusan hakim hanya mengikat penggugat dan tergugat ini akan jadi persoalan karena pemilu pihaknya bukan KPU saja naum ada Partai Politik sebagai peserta Pemilu, Bawaslu, DKPP (Dewan Kemhormatan Penyelngara Pemilu), calon perongan dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tentu semua elemen lain pemilu ini tidak terikat dengan putusan PN Jakpus. Dan akan menjadi persoalan ketata negaraan dan jika dihubungkan dengan asas kemanfaatan dalam sebuah putusan maka putusan hakim majlis hakim PN jauh dari kata bermanfaat terkait dengan Pemilu.

Senada dengan hal di atas dikutip dari detik.com  Prof.Dr Yusril Ihza Mahendra juga menyatakan gugatan Partai Prima di PN Jakpus hanya gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) biasa, bukanlah  PMH yang dilkaukan oleh penguasa dan bukan gugatan berkaitan dengan hukum publik ketata negaraan atau admistarsi negara selanjutnya  Prof. Dr Yusril Ihza Mahendra menyatakan mejelis hakim PN Jakpus telah keliru dalam mengambil putusan dalam perakara ini. Selaras dengan itu Pakar Hukum dari Universitas Eka Sakti Padang DR.Otong Rosadi dalam testimoninya merespon kontroversi ini mengatakan , “ Putusan PN Jakpus terkait Perbuatan Melawan Hukum  KPU RI oleh Parta Prima hanya terkait antara Partai Prima dan KPU RI saja putusan perdata tidak berlaku mengikat semua pihak (Erga Omnes) berbeda dengan putusan PTUN yang bersifat Erga Omnes dan menyarankan KPU RI segera melakukan upaya hukum Banding. Tetunya dengan banding Pengadilan Tinggi bisa membatalkan Putusan PN Jakpus yang penuh kontroversial ini.

Terakhir dengan dinamika hukum ini dapat kita simpulakan secara tegas bahwa terdapat kontroversi dalam putusaan PN Jakpus ini yang dianggap putusannya overlapping melompati pagar hukum perdata ke hukum publik yang bukan merupakan kewenangan PN Jakpus untuk memutusnya karena sengekta kepemiluan tentu di awali dengan keberatan yang diajukan ke Bawaslu (badan Pengawas Pemilu) dari bawaslu ini di Proses dan jika di putus barulah atas putusan Bawaslu bisa di lakukan gugatan jika diperlukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara PTUN dengan dasar Bahwa keputusan KPU adalah keputusan Tata Usaha Negara dan Objek sengketa di PTUN adalah Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara yang di anggap merugikan persorangan atau badan hukum. Selanjutnya terhadap putusan PN Jakpus ini tentulah KPU RI harus segera banding agar nantinya Pengadilan tinggi bisa memberikan putusan yang rasional agar kontroversi dan kegaduhan ketatanegaraan dan kegaduhan poltik ini segera berakhir dan tercipta Pemilu yang damai berkualitas dan berkemajuan.

Referensi:

Undang-undang

Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

Undang No 7 tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum

Buku:

Dr. Yudi Widagdo Harimurti SH.MH, Negara Hukum dan Demokrasi

Dr. Tundjung Herning Sitabuana, Hukum Tata Negara Indonesia

Dr. Shidarta,Hukum Penalaran dan Penalaran Hukum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button