KKI Warsi Sebut Negara Rugi Rp 17 Triliun Terkait Kerusakan Hutan di Jambi
Kerincitime.co.id, Berita Jambi – Kondisi Ekosistem Jambi saat ini sungguh nemprihatinkan. Kondisi hutan semakin tertekan dengan banyaknya bencana ekologis dan konflik ditahun 2019 seperti kebakaran hutan, ilegal logging, ilegal drilling dan PETI.
Analisa citra satelit lansat TM 8 yang dilakukan oleh Unit GIS KKI Warsi menunjukkan bahwa tutupan hutan Jambi hanya tinggal 900 ribu hektare atau 17% dari total luas Jambi.
“Jika dibandingkan dengan tahun 2017 hilang sekitar 20 ribu hektare, dan angka ini memperlihatkan keseimbangan ekosistem Jambi yang berada diangka sangat memprihatinkan,” jelas Rudi Syaf selaku Direktur Komunitas Konservasi Indonesia Warsi Jambi dalam konfrensi pers catatan akhir tahun KKI Warsi Kamis (19/12/2019).
Rudi mengatakan penyebab kondisi memprihatinkan tersebut didominasi oleh kebakaran hutan dan lahan masif ditahun 2019 hampir menyerupai kejadian Karhutla ditahun 2015, paparnya.
Untuk Provinsi Jambi ,jumlah titik panas yang terdeteksi di 2019 mencapai 30.947 titik. Luas kawasan yang mengalami karhutla mencapai 157.137 hektare, dengan berbagai kawasan. Jika dihitung dari nilai ekologis kerusakan ini menyebabkan kerugian negara hingga Rp 12 Triliun, dilansir Brito.id media partner Kerincitime.co.id.
“Tingginya nilai kebakaran ini disebabkan 101.418 ha atau 64% terjadi dilahan gambut dan hampir 25% berada digambut dalam yang memiliki kedalaman lebih dari 4 meter,” jelas Rudi.
Lokasi Karhutla didominasi dilahan konsesi perusahaan. HPH menempati posisi pertama dengan luas 40.865 hektare, disusul oleh HGU perkebunan Sawit seluas 24.938 hektare dan HTI seluas 21.226 hektare.
Sebanyak 2 HPH ,14 HTI dan HGU perkebunan sawit merupakan pemegang konsesi yang mengalami kebakaran berulang. Perusahaan ini juga mengalami kebakaran hebat ditahun 2015 lalu dan ditahun ini 2019 terbakar kembali.
“Hal tersebut menunjukan bahwa perusahaan belum patuh pada intrumen pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang dikeluarkan oleh Pemerintah,” tambah Rudi.
Regulasi untuk pengendalian kebakaran hutan sudah cukup banyak,termasuk untuk mengatur tinggi muka air gambut sebagaimana yang tercantum dalam PP NO 57 tahun 2016 jelas menyebutkan kewajiban untuk mempertahankan muka air gambut minimal 40 cm dari permukaan.
Sementara dilevel Provinsi ada Perda Provinsi Jambi No.2 tahun 2016 tentang pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan juga sudah menetapkan sejumlah ketentuan untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan.
“Namun tingkat kepatuhan dalam implementasi semua aturan tersebut masih belum bisa dijalankan dengan baik,” pungkas Rudi.
Untuk diketahui total potensi kerugian negara akibat dari rentan kejadian diatas diperkirakan lebih dari Rp 17 Triliun. Angka tersebut hampir 4 kali lipat dari APBD Provinsi Jambi tahun 2019 yang berada diangka Rp 4,5 Triliun. (Irw)