Jambi

KKI Warsi Juga Sebut Aktivitas PETI Rugikan Negara Triliunan Rupiah

Kerincitime.co.id, Berita Jambi – Dalam catatan akhir tahun 2019 KKI Warsi Jambi ternyata juga menyoroti masifnya aktivitas ilegal yang memiliki dampak buruk bagi kelestarian lingkungan, dilansir Brito.id media partner Kerincitime.co.id.

Dari pantauan KKI Warsi yang telah dilakukan tercatat 4.000 meter kubik kayu ilegal yang diduga berasal dari pembalakan liar disekitar hutan perbatasan Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan sehingga mengakibatkan kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 8 Miliar.

“Pembalakan liar ini sering terjadi pada hutan gambut dengan status HPH tidak aktif, kawasan hutan lindung dan wilayah konservasi,” papar Rudi Syaf Direktur Komunitas Konservasi Indonesia Warsi.

Selain itu aktivitas PETI juga semakin marak terjadi pada tahun 2019 ini, dan mengakibatkan kerugian lingkungan yang tidak sedikit.

Baca juga:  Al Haris Optimis Akhir 2024 Jambi Punya Stadion Sepakbola Megah

“Digunakannya bahan-bahan yang berbahaya seperti merkuri dalam aktivitas PETI dapat membahayakan mahluk hidup yang ada disekitarnya termasuk manusia,” terang Rudi.

Total luas bukaan PETI tahun 2019 ini mencapai 33.832 hektare yang tersebar di 6 kabupaten. Kabupaten Sarolangun merupakan daerah dengan bukaan terluas yang mencapai 14.126 hektare dan disusul dengan Kabupaten Merangin dengan luas 12.349 hektare .

“Dari hitungan KKI Warsi kemungkinan kerugian yang terjadi dikarenakan PETI yaitu 2,5 Triliun ditahun 2019. Tidak hanya kerugian ekonomi saja yang diterima oleh negara namun kerugian yang diterima oleh masyarakat justru lebih besar akibat lingkungannya yang rusak dan tidak lagi nyaman untuk ditinggali,” kata Rudi.

Baca juga:  Al Haris Gelar Halal Bihalal dengan Pegawai Pemprov Jambi di Hari Pertama Masuk Kerja

Selain pembalakan liar dan PETI ,kasus ilegal drilling yang semakin marak terjadi juga menjadi sorotan. Diperkirakan sumur ilegal yang tersebar didua kabupaten yaitu Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Sarolangun mencapai 1.650 sumur.

Aktivitas penambangan minyak ilegal yang tidak memperhatikan standar keselamatan dan lingkungan tentu sangat membahayakan bagi kelestarian alam.

Hal ini dapat dilihat pada kerusakan yang telah terjadi. Lahan seluas 225 hektare di areal tanaman hutan rakyat (Tahura) Sulthan Thaha Syarifudin di kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari telah rusak mencemari anak – anak sungai dan menyebabkab 2.666 kasus ISPA serta 559 kasus infeksi kulit disekitar lokasi penambangan dan potensi kerugian negara mencapai Rp.2 Triliun akibat aktivitas tersebut.

Baca juga:  Sidak Proyek Islamic Center: Al Haris Tekankan Pekerjaan Selesai Tepat Waktu

Dalam sekian banyaknya aktivitas tersebut yang menyebabkan kerugian negara dan masyarakat, Rudi mengatakan akibat dari semua kejahatan ekosistem tersebut menyebabkan dampak yang luas mulai dari bencana ekologis, konflik satwa, konflik lahan dan kerugian yang sangat besar .

Maka dari itu sangat diperlukan keterlibatan masyarakat yang berada disekitarnya untuk dapat turut membantu pengawasan serta penjagaan lingkungan.

Ruang kelola masyarakat untuk penjagaan hutan harus diperbanyak agar masyarakat dapat mengelola kawasan secara bijak dan lestari.

Selain itu implementasi dan pengawasan secara menyeluruh terkait dengan pelaksanaan kebijakan pemulihan ekosisten harua ditingkatkan.

“Namun yang terpenting yaitu transparansi penanganan kasus hukum terkait dengan kejahatan ekosisten harus segera diterapkan,” pungkas Rudi. (Irw)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button