opini

AGITASI dan PROPAGANDA untuk Rakyat “BUTA” JAMBI

AGITASI dan PROPAGANDA untuk Rakyat “BUTA” JAMBI

OPINI

DIKIRIM/TULISAN : Hendra Yudha

Sejak kemenangan sang suami pada pemilihan Gubernur Jambi pada Agustus 2010, sudah menjadi bukan rahasia kaum elite. Pada tahun 2009, santer terdengar kabar dipermukaan mahasiswa Jambi, satu calon Gubernur Jambi; siHaBeAa memiliki ketidakmampuan dalam berlaku selayaknya suami didepan istrinya. Sebut saja “YusHaBeAa”. Aku citrakan sedikit persepsi ku tentang seorang pria yang menjabat suami didalam ikatan pernikahan, suami seharusnya menjadi pemimpin (tentu anak-anak pun tau) bagi istri, bahkan dalam agama, pernah aku pelajari kewajiban suami bahkan sampai mengatur tiap kata yang keluar dari mulut istrinya. Nanti akan aku sangkutkan dengan beberapa detail agitasi dengan maksud ajakan, himbauan atau apapun itu agar mereka yang dibawah naungan Pemerintah PROJambi (sebut saja Rakyat Jambi) sadar dan bangun dari kebodohan yang jelas-jelas tersurat dalam kemunafikan pemerintahan Korup yang digaungkan siHaBeAa dengan JambiEmas 2015.

Perspektif yang coba aku kembangkan pada tulisan ini merupakan pengembangan dari rasa keingintahuan ku mengenai unsur kepantasan pola laku dan pola tutur dari seorang Ibu, Mama, Bunda, Ratu atau Istri dari seorang pemimpin yang dipuja oleh 3.169.814 Jiwa. Pantas kah seorang IsGov (Istrie Governor) memungut Pajak diluar sistem pemerintahannya? Pantas kah seorang IsGov memaki Istri Kadis dihadapan bawahan? Pantas kah seorang IsGov minta “Jatah Preman” untuk tiap-tiap Kadis? Pantas kah seorang IsGov “mengemis” jatah proyek untuk kemakmuran pribadi keluarga besarnya? Pantas kah seorang IsGov mengancam melakukan pembunuhan? Pantas kah seorang IsGov mengecam-kecam dengan kata-kata kotor? Melakukan pemecatan atas dasar rasa tidak suka? Mendikte para pegawai-pegawai professional dan Kadis yang seharusnya diluar kapasitasnya?

Oh dunia sepucuk Jambi Sembilan Lurah. Kebodohan mu dengan tindakan “diam” mu, menyengsarakan hati ini ketempat paling dalam tingkatan kemelaratan Intelektualitas Rakyat mu. Pantas saja kau mudah di tipu, kau mudah di suap, kau mudah di “bayar”, kau mudah di ancam, kau mudah di dusta, kau mudah di hina, kau mudah di Melaratkan. Essay ini juga sebenarnya ungkapan hati ini untuk keluar dari zona persepsi kebodohan yang dialamatkan pada rakyat Jambi oleh karena tiadanya kekuatan tempur dari kaum Pencerah (Civitas Akademika) untuk melawan kegelapan (kebodohan) yang menyesatkan. Detik ini juga, aku putuskan untuk membuka tabir ini dengan lebih intens dan kenyatakan essay ini sebagai “Manifesto Politik” ku akan Pemerintahan Jambi Emas 2015.

“Renie sekali lagi kau merekam, kau bisa dibunuh!”, kalimat ini aku temukan pada salah satu media massa “Koran Nasional edisi 19 Juni – 3 Juli 2011” yang lalu. Ancaman dan kecaman yang menunjukan sifat “kebuasan” ini di alamatkan oleh si “YusHaBeAa” pada Nyimas Yusrenie (45), istri mantan kepala Balai Latihan Koperasi (BALATKOP) dinas UMKM ProJambi. Sudah usang memang, tulisan ini aku angkat kembali pada 2014, namun menimbang oleh karena tiadanya pemberitaan baik proses lanjutan maupun keputusannya, aku pun tak sungkan menyikapi ini melalui persepsi awam “etika kepantasan” yang sering digaungkan Descartes di Yunani dahulu.

Istri dari Irzan ini (Renie), telah melaporkan nyonya IsGov ke POLDA JAMBI dengan nomor laporan LP/B-69/V/2011/Jambi/DitReskrim pada Mei 2011 dengan bukti pembicaraan 23 November 2010. Pada perundingan damai yang kedua, ia menuturkan bahwa keberaniannya merekam perkataan kecaman dan hinaan itu atas dasar pengalaman istri mantan SekdaProv (Mida Firdaus) yang telah dahulu mendapat hinaan pada September 2010. Sekali lagi aku kembalikan pada kalian, pantas kah? Sejak dilantiknya sangGovernor pada Agustus 2010, IsGov mulai melancarkan politik Intimidasi yang sering digunakan oleh Napoleon dan Machiaveli jaman dahulu. “Kamu tidak pantas jadi Ibu Kabid, kalau saya telefon BKD (Biro Kepegawaian Daerah) sekarang juga, suami mu bisa lengser dan kemanapun kau pindah kalau tidak seizin saya, tidak bisa pindah!”, atau mungkin hanya ke-awaman ku sendiri yang tak mengetahui bahwa secara normatif dan formil, seorang IsGov mempunyai kekuasaan (power) atas pejabat daerah? Tak pernah aku dengar, pun tak pernah ku baca soal kewenangan itu. Oh Bumi Manusia sepucuk Jambi, kalau kau masih pikir ini “pantas”, sejuklah kau pada kemelaratan mu!

Asap ini bermula karena salah satu keluarga si “YusHaBeAa”, yang juga merupakan Pegawai Negeri Sipil di bawah kuasa Irzan (suami Renie) tidak menyukai Renie secara personal, dan melaporkan keburukan-keburukan secara subjektif kepada nyonya IsGov, lalu apa pula kuasa hati mu akan profesionalisme kerja mu?! Pekik ku tentu dalam hati. Lalu terjadilah pengaduan pertama, sebagai upaya dari nyonya IsGov untuk membujuk pengaduan itu, nyonya IsGov menjanjikan jabatan baru bagi suami Renie di Kabupaten Batanghari dibawah kepemimpinan Fattah jika terpilih waktu itu, dan berujung pada kesepakatan atas tawaran itu.

Namun, untuk kedua kalinya laporan penghinaan dan pengancaman itu dilayangkan kembali atas dasar perbuatan yang sama dan tidak dipenuhinya oleh si “YusHaBeAa” atas tawaran damai yang disepakati sebelumnya, nyonya IsGov sekali lagi mencoba membujuk habis-habisan untuk mencabut kembali laporan kedua dengan menyiapkan dua orang juru damai yang berasal juga dari Istri-istri Pejabat Daerah. Buntut mediasi damai ini lah yang semakin tak mengurungkan niat Renie, sayangnya sejak itu, pemberitaan Media Massa pun sayup mati, dan masyarakat pun seakan Hilang Ingatan. Satu kebodohan yang kuingat jelas, Penasehat Hukum nyonya IsGov mengatakan bahwa laporan kedua itu “gagal demi Hukum” oleh karena melanggar asas nebis in idem, entah karna untuk mendapat simpati masyarakat atau memang murni kebodohan darinya, sejauh pembelajaran ku dari buku-buku belanda, asas itu berlaku memang untuk perkara yang sama namun apabila telah diputuskan oleh Hakim. Dan jelaslah bodohnya mereka itu sebodoh-bodohnya sifat “ke-binatangan” Manusia.

Kembali lagi pada tujuan agitasi essayku ini, untuk kalian Mahasiswa, Dosen, Perantau, Pedagang di Pasar, Supir Angkot, Penjual Sayur, Pedagang Asongan, Pegawai, Guru, Murid, wartawan, Pejalan Kaki, Peminta-minta, Polisi, TNI, Pengusaha, yang sering kita sebut dengan “RAKYAT JAMBI”, jika kita tak “bergerak”, jika kita tak “bersuara”, jika kita tak “beraksi”, jika kita tak “mengkritisi”, jika kita tak “menyudahi” kebodohan-kebodohan yang jelas NYATA dihadapan kita, Kemiskinan, Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme akan memelaratkan kita semua. Kita harus bangkit, kita harus “BERSUARA”, tak harus menunggu wartawan menulis, tak harus menunggu polisi bertindak, tak harus menunggu hakim memutuskan. Aku, Kau, Kalian dan Kita pasti bisa merobohkan dinding Kebodohan dengan melakukannya saat ini juga!

ditulisa/dikirim oleh : Hendra Yudha

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button