Kerincitime.co.id, Berita Jakarta – Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Puadi mengatakan, peserta pemilu yang melakukan kegiatan kampanye pemilu di tempat ibadah atau di tempat pendidikan terancam pidana paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta. Hal itu disampaikan Puadi, menyikapi wacana diperbolehkannya kampanye di kampus.
“Dalam Pasal 280 ayat (1) huruf h UU 7/2017 tentang Pemilu, terdapat larangan melakukan kegiatan kampanye di tempat ibadah atau tempat pendidikan,” kata Puadi kepada Republika.co.id, Sabtu (23/7).
Puadi menjelaskan, berdasarkan Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022, peserta pemilu partai politik baru akan ditetapkan pada 14 Desember 2022. Sementara peserta pemilu anggota DPD dan paslon presiden dan wakil presiden akan ditetapkan pada 25 November 2023.
“Nah, dari ketentuan tersebut, maka dapat disimpulkan larangan kampanye di tempat ibadah dan tempat pendidikan mulai berlaku setelah ada penetapan peserta pemilu oleh KPU,” ujarnya.
Puadi mengilustrasikan, jika ada seseorang atau partai politik melakukan kegiatan politik di kampus atau di masjid sebelum ada penetapan peserta, maka secara hukum kegiatan politik tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai kampanye pemilu. Kemudian, jika kegiatan kampanye politik dilakukan oleh seorang dosen yang berstatus PNS, maka bisa saja hal itu dikualifikasikan sebagai tindakan indisipliner atau pelanggaran kode etik.
“Namun demikian, bukan Bawaslu yang berwenang menyatakan tindakan itu adalah tindakan indisipliner, tetapi Komisi Aparatus Sipil Negara (KASN),” katanya.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asyhari menegaskan, kegiatan kampanye di lingkungan kampus diperbolehkan. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Hasyim menjelaskan, yang dilarang adalah penggunaan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
“Pelaksana, peserta dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan. Yang dilarang itu apa, menggunakan fasilitas, bukan kampanyenya. Clear ya?” kata Hasyim di Jakarta, Sabtu, (23/7/2022).
Hasyim menambahkan, fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan untuk kampanye politik jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu. Kampanye juga diperbolehkan atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
“Jadi kampanye di kampus itu boleh, dengan catatan apa, yang mengundang misalkan rektor, pimpinan lembaga, boleh,” katanya.
Namun demikian, pihak kampus yang mengundang juga harus memperlakukan hak yang sama ke seluruh peserta pemilu. Persoalan apakah peserta pemilu memenuhi undangan itu atau tidak, hal tersebut diserahkan ke masing-masing peserta pemilu itu sendiri.
“Misalkan kampus memberikan jadwal silakan tanggal 1 sampai 16, hari pertama partai nomor 1 dan seterusnya sampai 16, mau digunakan atau tidak kan terserah partai. Tapi intinya memberikan kesempatan yang sama,” jelasnya. (Irw)
Sumber: Republika.co.id