Kerincitime.co.id, Berita Kerinci – Aksi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) cabang Kerinci – Sungai Penuh kemarin tercoreng, lantaran materi tuntutan aksi menghilang dua poin, diduga ada perundingan sebelum lakukan Aksi demontrasi.
Dalam Surat Pemberitahuan Aksi (SPA, ada tiga poin tuntutan diantaranya;
- Mempertanyakan rekapitulasi pembangunan infrastruktur Kabupaten Kerinci 2018.
- Mempertahankan kasus dugaan fee proyek 10 hingga 15 persen yang diduga diberikan kepada timses Bupati Kerinci.
- Mempertanyakan dugaan pungli liar (Pungli) yang diduga kuat dilakukan Kadis PUPR Kerinci sebesar 3 persen.
Namun, pada saat demo berlangsung hanya poin satu yang disampaikan, yakni poin satu Mempertanyakan rekapitulasi pembangunan infrastruktur Kabupaten Kerinci 2018. Sementara poin dua dan tiga tak terdengar dari para pendemo.
Padahal substansi dari demo tersebut adalah tiga poin tuntutan, terutama persoalan dugaan fee proyek dan pungli yang harus disikapi oleh pemerintah dan aparat penegak hukum.
“diduga ada komunikasi dan perundingan sebelum aksi, sehingga disepakati hanya satu yang dimunculkan” ungkap Ardi salah seorang pemuda kerinci kepada kerincitime.co.id.
Sekretaris Umum PMII Kerinci – Sungai Penuh Agustiaranda, saat dikonfirmasi terkait hal tersebut belum ada jawaban, meski pesan singkat melalui WhatsApp dari wartawan media ini sudah diterima dan dibaca.
Kondisi ini disayangkan banyak pihak, karena aksi demo yang dilakukan keluar dari substansi tuntutan berdasarkan SPA yang disampaikan. Tentu hal ini menimbulkan banyak pertanyaan publik.
“Aneh, kok tuntutan demo tidak sesuai dengan SPA-nya. Ini perlu dipertanyakan kepada mahasiswa yang menggelar demo, apakah terlupakan atau sengaja dilupakan poin-poin tuntutan tersebut,” ungkap Aktivis senior Kerinci – Sungai Penuh, Ikhsan M Daraqthuni.
Menurut dia, persoalan dugaan fee dan pungli merupakan persoalan serius yang harus dipertanyakan kepada pemerintah, untuk memperbaiki sistem birokrasi kedepan.
Penulis : Ega Roy Ponseka