KLB Sepanjang 2014 Sudah Tinggal Slogan?, Catatan Akhir Tahun
Oleh: NANI EFENDI
Sepanjang tahun 2014, kinerja Adirozal tak memuaskan banyak orang. Janji KLB (Kerinci Lebih Baik) yang dipropagandakan selama kampanye pada Pilkada lalu nampaknya belum terwujud sesuai harapan publik. Publik pun mulai bertanya-tanya tentang perubahan besar apa yang telah dilakukan oleh Adirozal selama hampir satu tahun memimpin Kerinci. Memang, masyarakat tidak menginginkan sesuatu yang serba instant. Dan, terlalu prematur untuk menilainya saat ini. Akan tetapi, setidak-tidaknya, saat ini sudah ada tanda-tanda ke arah kemajuan. Namun sayangnya, semua itu tidak ada. Sebatas tanda-tanda saja belum ada. Belum nampak tanda-tanda Kerinci akan mengalami perubahan besar di bawah pemerintahan Adirozal. Yang ada hanya sebatas wacana ke wacana. Tidak ada perubahan yang berarti. Orang bisa menilai, merasakan, dan mengamati sendiri. Silakan tanya orang-orang secara acak: di pasar, di jalanan, di warung, mahasiswa di kampus, dan sebagainya, “Apa perubahan besar yang sudah kelihatan selama pemerintahan Adirozal, khususnya sepanjang tahun 2014?” Jawaban yang saya dapatkan relatif sama: “Tidak ada! Belum ada! Tidak memuaskan!”
Lantas, salahkah jika saat ini masyarakat menjadi pesimis dengan kemampuan Adirozal untuk memimpin Kerinci ke arah yang lebih baik? Semua terpulang kepada masyarakat sendiri yang telah memilihnya. Tetapi, in reality, banyak yang merasa kecewa dan tidak puas dengan kinerja mantan Wakil Walikota Padang Panjang sepanjang 2014 ini. Karena, belum nampak sinkron antara janji dan realita. Penempatan orang-orang di jajaran birokrasi pun, oleh banyak pihak, dinilai banyak yang “tidak pas”. Dalam menempatkan pejabat, masih kuat pertimbangan politis ketimbang kompetensi. Padahal, untuk membangun Kerinci lebih baik—sebagaimana yang pernah ia ingatkan sewaktu kampanye—haruslah diletakkan orang-orang sesuai dengan kemampuannya. Tapi, kenyataannya?
Karena kita hidup di alam kebebasan demokrasi, pendapat-pendapat dan kritikan-kritikan terhadap kebijakan serta berbagai hal tentang pemerintahan dan gaya kepemimpinan Adirozal, menurut saya, merupakan hal yang lumrah. Semua orang punya hak untuk bicara, menyatakan pikiran dan pendapat. Namun yang jelas—yang saya pahami dari wacana (discourse) yang berkembang di tengah-tengah ruang publik—ada semacam ketidakpuasan (unsatisfied) di kalangan masyarakat saat ini terhadap kinerja Adirozal. Dan, boleh jadi juga, hal itu muncul dikarenakan tidak seimbangnya harapan (expectation) dan kemampuan (capability). Artinya, harapan-harapan (public expectations) yang terlalu tinggi dari masyarakat akan perubahan-perubahan besar tidak seimbang dengan kemampuan Adirozal sendiri untuk mewujudkannya.
Bukan hanya sebatas mengurus birokrasi dan PNS
Sebagian besar orang tentu tahu, bahwa tugas bupati itu bukanlah hanya sebatas mengurus atau “mengobok-obok” birokrasi saja. Terlalu mahal biaya yang harus ditanggung APBD maupun APBN untuk melaksanakan Pilkada langsung kalau tujuan Pilkada hanya untuk memilih pemimpin yang tugasnya hanya sebatas mengurus birokrasi dan PNS saja. Masyarakat mau berpartisipasi dalam Pilkada langsung ialah karena mereka ingin kemajuan yang berarti. Semangat dasar dari pelaksanaan Pilkada langsung adalah agar masyarakat di daerah-daerah dapat memilih pemimpin yang benar-benar mampu mewujudkan mimpi-mimpi besar yang menjadi harapan mereka. Bisa membangun kehidupan masyarakat daerah agar menjadi lebih baik. Lebih sejahtera.
Kalau hanya berkutat sebatas persoalan-persoalan administratif-birokrasi dan PNS saja—seperti memutasikan pejabat ini dan itu, angkat si A, pindahkan si B, angkat si C buang si D dan seterusnya—adalah lebih baik bupati itu ditunjuk dan diangkat dari birokrat profesional saja oleh pemerintah pusat. Selesai persoalan. Akan tetapi, tugas kepala daerah bukan hanya sebatas itu. Oleh karena itulah kita membutuhkan mekanisme demokrasi yang lebih kuat yang berbentuk Pilkada langsung. Tugas bupati yang dilahirkan dari Pilkada langsung bukan hanya sebatas “manajer birokrasi” di kantor, tetapi sebagai pemimpin atau leader bagi masyarakat secara luas. Ia harus berjuang bersama masyarakat untuk mewujudkan harapan-harapan besar—mengurangi pengangguran dan kemiskinan, mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara luas di berbagai sektor.
Pertanyaannya, sudahkah Adirozal menjadi leader atau pemimpin bagi rakyat Kerinci? Atau ia hanya sebatas administrator atau lebih tepatnya me-manage birokrasi dan PNS di lingkungan internal Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kerinci saja tanpa tahu keinginan dan kebutuhan masyarakat Kerinci secara luas? Karena, dalam masa kepemimpinan Adirozal saat ini, yang nampak nyata hanyalah sebatas mengurus birokrasi saja. Administrator. Hanya mengatur bidak-bidak catur jabatan dalam lingkungan internal pemerintahan. Restrukturisasi dan mutasi demi mutasi terhadap PNS sepertinya sudah menjadi agenda rutin pemerintahan Adirozal setiap waktu. Sebatas itu yang nampak jelas. Belum nampak upaya-upaya ke arah pembangunan fisik yang fenomenal, seperti jalan, jembatan, dan fasilitas-fasilitas publik lainnya. Pun tidak nampak investasi-investasi besar masuk ke Kerinci untuk menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan daerah.
Mungkinkah Adirozal sudah kehilangan road map? Atau, memang ia sudah melupakan janji-janji KLB sewaktu kampanye karena telah dibuai oleh nikmatnya kekuasaan? Entahlah. Mudah-mudahan tidak. Tapi, yang jelas, kekuasaan memang sering membuat orang lupa dan terbuai. Idealisme seseorang sering luntur ketika diuji dengan jabatan dan kuasa. Oleh karenanya, Presiden Amerika Serikat ke-19, Abraham Lincoln (1809-1865), mengatakan, “Nearly all men can stand adversity. But, if you want to test a man’s character, give him power.” (Hampir semua manusia mampu bertahan menghadapi kesulitan. Namun, jika Anda ingin menguji karakter sejati seseorang, beri dia kekuasaan).
Juga dalam hal kekuasaan dan jabatan, Goenawan Mohamad, wartawan senior dan penulis “Catatan Pinggir” di majalah Tempo, mengingatkan, “Hanya sedikit orang yang menganggap jabatan seperti belenggu. Kebanyakan orang melihat jabatan seperti gelang emas yang membuat orang lain iri.” Nah, 2014 telah berlalu. Lantas, masyarakat Kerinci sekarang bisa apa? Apa yang sudah dirasakan masyarakat sepanjang 2014? Dan, sampai kapan masyarakat harus menanti dan terus menanti perubahan-perubahan besar yang mendasar ke arah yang lebih baik sebagaimana yang dijanjikan? Atau mungkin perubahan besar itu, selama pemerintahan Adirozal, memang sudah tinggal slogan?
NANI EFENDI
Pemerhati Sosial Politik, Tinggal di Jambi