HukumJambiNasional

H Bakri: Usut Tuntas Kasus PT Antam Tbk Sampai Keakar-akarnya

Kerincitime.co.id, Berita Jambi – Kasus korupsi pengambilalihan izin usaha pertambangan (IUP) batubara PT Tamarona Mas Internasional oleh anak perusahaan PT Antam Tbk, PT Indonesia Coal Resources, menjadi sorotan banyak pihak. Selain merugikan negara hingga Rp 92,5 miliar, kasus ini telah mempermalukan Jambi.

Anggota DPR RI asal Jambi, H Bakri meminta Kejaksaan Agung mengusut kasus ini hingga tuntas. “Sampai ke akar-akarnya karena ini sudah mencoreng nama Jambi,” kata anggota DPR dua periode ini kepada Metro Jambi, Minggu (13/6/21) kemaren.

Bakri menyayangkan BUMN sekelas PT Antam bisa “kecolongan” dalam melakukan ekspansi usaha sehingga merugikan negara dalam jumlah yang sangat besar. Seharusnya, lanjut dia, BUMN dan anak usahanya bertindak lebih profesional.

Kejagung menahan lima tersangka kasus korupsi pengalihan IUP di Sarolangun ini pada Rabu (2/6/21) lalu. Salah satunya adalah pengusaha batubara Jambi yang menjabat komisaris PT TMI Matlawan Hasibuan.

Tersangka lainnya adalah Alwinsyah Lubis/AL (direktur PT Antam Tbk periode 2008-2013), Hari Widjajanto/HW (mantan direktur operasional PT Antam Tbk), dan Bachtiar Maggalatung/BM (direktur utama PT ICR  periode 2008-2014).

Satu tersangka lagi ditahan sehari setelahnya, yakni Ady Taufik Yudistia alias ATY (direktur operasional PT ICR) dan satu tersangka lainnya ditahan beberapa hari kemudian, yakni Muhamad Toba/MT (mantan direktur PT Citra Tobalindo Sukses Perkasa/CTSP dan PT Riang Gemilang Surya Reteh/RGSR).

Menurut Bakri, kasus ini telah merugikan Jambi. “Oleh sebab itu, saya selaku anggota DPR RI meminta agar kasus ini benar-benar diselesaikan sampai ke akar-akarnya. Ini sudah bawa nama daerah. Ini sudah nasional,” tambah Ketua DPW PAN Provinsi Jambi ini.

Baca juga:  Politisi Kecam Eks Pejabat Pendukung Paslon HTK yang Lecehkan Profesi Petani

Bakri juga berharap BUMN tidak hanya bekerja semata-mata untuk menguntungkan perusahaan, tetapi juga menyejahterakan masyarakat yang ada di sekitar wilayah mereka.

Metro Jambi mendapat salinan laporan pemeriksaan awal penyidik atas kasus ini dan menemukan sejumlah kejanggalan yang menjerat mantan petinggi PT Antam Cs tersebut. Di antaranya, dugaan adanya dua Surat Keputusan (SK) Bupati Sarolangun dengan nomor yang sama, tetapi perihal berbeda.

Itulah SK Bupati Sarolangun Nomor 32 Tahun 2010, yang dikeluarkan pada 22 Desember 2010.

Satu SK Nomor 32 tersebut adalah tentang Persetujuan Perubahan Kepemilikan IUP Eskplorasi 201 hektare dari PT TMI ke PT CTSP. Sedangkan SK Nomor 32 lainnya adalah tentang Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi PT TMI seluas 201 hektare.

Pejabat dan staf ESDM Sarolangun yang sempat diperiksa sebagai saksi oleh Kejagung juga menegaskan bahwa untuk areal 201 hektare tidak pernah ditingkatkan statusnya dari IUP Eksplorasi ke IUP Operasi Produksi.

Bahkan, SK Bupati Sarolangun No 32 Tahun 2010 tentang Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi ke IUP Operasi Produksi kepada PT TMI tanggal 22 Desember 2010 disebut “tidak ada di dalam arsip, data dan laporan Dinas ESDM Sarolangun.”

“Tersangka BM (Bachtiar Maggalatung, red) dan tersangka ATY (Ady Taufik Yudistia, red) tidak pernah menunjukkan IUP asli atas lahan tambang batubara yang menjadi objek akuisisi,” ungkap Kepala Puspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak saat mengumumkan penahanan para tersangka, Rabu (2/6/21) lalu.

Baca juga:  Politisi Kecam Eks Pejabat Pendukung Paslon HTK yang Lecehkan Profesi Petani

Bupati Sarolangun Cek Endra belum bisa dikonfirmasi terkait masalah ini. Bupati yang baru saja dinyatakan kalah dalam perolehan suara pemilihan Gubernur Jambi ini semakin sulit ditemui untuk diminta pernyataan, baik soal Pilgub maupun hal lain.

Kepala Dinas Kominfo Sarolangun Kurniawan yang dihubungi via WhatsApp agar memfasilitasi wawancara Metro Jambi dengan Cek Endra tidak merespons permintaan tersebut. Sementara sejumlah petugas jaga di rumah dinas Bupati Sarolangun menyatakan Cek Endra sedang tidak di rumah.

Pengacara Matlawan, Ihsan Hasibuan, mengaku masih menunggu keputusan dari klien atau keluarganya terkait langkah selanjutnya. “Saya akan koordinasi dulu, maunya apa. Kalau mau praperadilan, kita pra-kan.  Karena menurut saya sih itu perdata, bukan pidana, karena ini jual beli,” kata Ihsan.

Sementara PT Antam dan PT ICR sejauh ini juga belum memberikan tanggapan resmi. Dihubungi melalui form kontak di website-nya, PT Antam tidak memberikan respons.

PT ICR mengambil alih dua IUP PT TMI, yakni IUP seluas 199 hektare dan IUP 201 hektare –total 400 hektare setelah mendapat suntikan modal dari PT Antam selaku pemegang sahamnya sebesar Rp 121,97 miliar.

Pengambilalihan dilakukan melalui PT CTSP yang didirikan oleh Matlawan dan Muhammad Toba. Sebelumnya, Muhammad Toba melalui perusahaan miliknya, PT RGSR, adalah kontraktor di areal batubara milik Matlawan.

Karena itu, usai mendapat dana segar suntikan PT Antam, PT ICR lalu membayar Matlawan Hasibuan Rp 35 miliar dan  Muhamad Toba mendapatkan Rp 56,5 miliar.

Baca juga:  Politisi Kecam Eks Pejabat Pendukung Paslon HTK yang Lecehkan Profesi Petani

Dalam siaran persnya, Kejagung menguraikan bahwa PT ICR mengambil alih tanpa melalui due dilligence yang komprehensif selain sarat masalah lainnya sehingga merugikan negara Rp 92,5 miliar.

Diketahui, pengujian potensi batubara di lapangan hanya dilakukan terhadap IUP 199 hektare. Itu pun hanya di areal seluas 30 hektare. Sedangkan terhadap IUP 201 hektare tidak dilakukan pengujian. Belakangan diketahui areal 201 hektar gagal berproduksi.

Pejabat PT ICR melaporkan ke direksinya bahwa pada areal seluas 201 hektare tidak ditemukan batubara dan dari segi teknis dinilai tidak ekonomis. Sehingga IUP Eskplorasi-nya tidak dapat ditingkatkan ke IUP Operasi Produksi.

Artinya, saat membeli konsesi ini, status IUP-nya masih Ekplorasi bukan Operasi Produksi. Ini memperkuat dugaan bahwa SK Bupati Sarolangun No 32 Tahun 2010 tentang Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi ke IUP Operasi Produksi kepada PT TMI tanggal 22 Desember 2010 adalah fiktif.

Sejauh ini belum terungkap siapa pihak yang diduga memalsukan SK No 32 tersebut. Diketahui, PT ICR mendapat SK tersebut hanya berupa salinan yang dikirim melalui faksimile yang diduga dari kantor PT TMI di Jambi.

Pada 28 November 2014, Ady Taufik Yudistia selaku dirut PT CTSP mengembalikan IUP 201 hektare kepada Bupati Sarolangun. Bupati Sarolangun Cek Endra mengeluarkan keputusan No 618/ESDM/2014 untuk mencabut IUP tersebut. Kasus ini lalu bergulir ke Kejaksaan Agung. (Irw)

Sumber: Metrojambi.com

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button