Pemberdayaan SAD tanggung Jawab bersama

Kerinci time,-Berdasarkan pengamatan dilapangan bersama direktur eksekutif Kopsad menunjukkan pola kehidupan masyarakat tradisional suku anak dalam atau orang rimba. masih hidup dengan pola sangat tradisional, umumnya suku anak dalam tradisional terutama yang masih hidup mengembara di sisa sisa belantara hutan Jambi masih jauh dari standart hidup normal masyarakat di luar suku anak dalam, komunitas yang tergolong uniek dan spesifik ini pola kehidupan keseharian bagaikan hidup pada masa lampau.
Pemuda Suku Anak Dalam TNB 12 Tanah Garo- Besudut alias Irman Djalil Mahasiswa PGSD Universitas Negeri Jambi menyebutkan, suku anak dalam pada umumnya hidup mengelompok dalam kelompok kelompok kecil, mereka tinggal di pondok pondok “ Sudung ” sungguh sangat sederhana, ” Sudung” terbuat dari rangkaian anak anak kayu, tanpa dinding, atap terbuat dari dedaunan ukuran tidak lebih dari 2,5 Meter,tinggi lantai sudung sekitar 0,50 meter dari tanah, disudung sedehana inilah mereka hidup bersama keluarga dan hewan peliharaan seperti anjing yang mereka gunakan sebagai alat untuk mengejar dan menangkap hewan buruan, beberapa satwa yang telah mereka jinakkan terkadang ikut tidur dan bermain bersama di sudung. warga tidur “hanya” berbantal lengan,berselimut embun beratap langit
Menurut Besudut alias Irman Djalil Mahasiswa PGSD Universitas Negeri Jambi menyebutkan bagi warga suku anak dalam tradisional makanan pokok mereka adalah jenis umbian umbian yang hidup tumbuh di hutan seperti ubi kayu, umbi banar, keladi,gadung, buah tampoi, buah duku , durian hutan,cempedak merupakan buah buahan yang paling mereka sukai
Hewan buruan yang dijadikan sebagai makanan paling digemari adalah labi labi yang mereka sebut ikan bulan, kura kura, babi, tenuk, kancil, biawak, ular, kijang, napuh, landak, dan hewan melata lainnya, binatang buas seperti Harimau, Beruang nyaris tidak pernah mereka konsumsi
Unieknya, bagi suku anak dalam tradisional mereka berpantang memakan semua hewan ternak yang di pelihara oleh masyarakat luar, ternak kerbau,Sapi,kambing,biri biri ,ayam kampung, bebek, kucing haram bagi mereka untuk dikonsumsikan, beberapa jenis burung burung mereka keramatkan seperti Burung pungguk burung elang, Hewan Ungko dan Siamang termasuk jenis Primata yang dibiarkan hidup bebas dan tidak dikonsumsi dan mereka sakralkan.
Masyarakat primitif suku anak dalam terutama pria nyaris tidak berpakaian, mereka hanya menggunakan cawat dari kain hanya untuk sekedar menutup organ vital tubuh , pada dekade tahun 1950 an hingga 1970 an mereka masih menggunakan kulit kayu terap yang telah diolah untuk menjadi cawat.
Bagi wanita suku anak dalam, umumnya hanya menggunakan kain pendek yang hanya menutupi antara perut ( Pusar ) dan atas lutut tanpa CD dan Bra ,bahagian atas (Dada ) dibiarkan terbuka
Pengaruh dan tantangan alam membuat ketahanan pisik warga Suku anak dalam dewasa menjadi tangguh dan teruji, setiap hari mereka tidak pernah memakai busana lengkap, berjalan dalam hutan dan perkampungan tanpa menggunakan alas kaki, diakui oleh warga suku anak dalam angka kematian balita dan wanita dewasa cukup tinggi, kebanyakkan warga SAD dapat bertahan hidup setelah mengalami seleksi ketat alam. kaum wanita mengalami kematian karena proses persalinan yang tidak wajar.
Bagi warga suku anak dalam yang masih mengembara di kawasan Hutan Taman Nasional Bukit – 12 mereka merasa nyaman dan bahagia, alam dan isi alam di dalam hutan telah menyediakan segala galanya untuk mereka hidup , belakangan persoalan menjadi lain, hutan kian lama kian binasa, sangat sedikit hutan yang dapat mereka selamatkan hewan buruan semakin sulit diperoleh
Direktur Eksekutif Kopsad Jambi, Budhi VJ Rio Temenggung Tuo kepada media ini mengemukakan akibat degradasi hutan ,illegal loging, pembangunan sub sektor perkebunan dan pemukiman membuat hutan semakin tak nyaman bahkan mengancam masa masa depan dan kehidupan anak cucu mereka, dilain pihak upaya pembinaan dan pemberdayaan masih dilakukan belum dengan setulus hati, pembinaan kebanyakkan hanya bersifat mencapai target dan pencapaian pisik program, pembinaan dilakukan sepotong potong
Contoh nyata perumahan suku anak dalam dikawasan sesap kubu desa Tanjung Kecamatan Bathin VIII Sarolangun ,perumahan dibangun ditengah areal kebun karet / kebun sawit milik pengusaha dan masyarakat , jaminan hidup diberikan untuk paling lama 9 bulan, Pemerintah dimasa itu tidak menyediakan lahan untuk sumber ekonomi, akibatnya setelah masa pembinan habis, warga kembali mengembara mencari suasana dan kehidupan yang baru , tahun tahun selanjutnya ada yang kembali dibina dan diberdayakan akhirnya hal serupa kembali terjadi, rumah berpindah tangan atau ditingggal pergi penghuni, selama ini kita hanya memberikan ikan, tetapi kita lupa memberikan kail.
Persoalan lain adalah etos kerja dan sifat pemalas suku anak dalam merupakan kendala yang tidak dapat diabaikan, sebagai masyarakat priinitif mereka tidak terbiasa bekerja keras,mereka bekerja hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan pokok, jika hewan buruan sudah berhasil diburu mereka mengkonsumsi sampai habis, jika sudah habis baru mereka kembali bekerja,kehidupan sehari hari bagi sebagian warga suku anak dalam berlansung tanpa beban,kebutuhan mereka hanya bertahan untuk hidup
Melihat kondisi objektif yang dialami oleh warga suku anak dalam maka pada tahun 1998-1999 Kopsad mencoba membuat strategi baru, pembinaan diawali dengan pendekatan budaya, warga suku anak dalam diajak untuk melihat peradaban dan dunia baru yang belum mereka hadapi, Pembinaan spiritual dan pendekatan moral agama merupakan landasan untuk berpijak, sepanjang suku anak dalam menganut budaya animisme dengan kebiasaan Melangun yang dilakukan secara turun temurun,maka jangan pernah berharap mereka akan hidup meneta
Pendekatan kerohanian dengan memasuki kebudayaan baru diyakini akan mampu membuka mata hati dan merobah cakrawala berpikir warga SAD, hanya dengan Iman dan Amal lah yang dapat mengugah kesadaran warga Pedalaman untuk hidup secara wajar adil dan pantas.
Melalui berbagai kegiatan dan upaya Pembinaan dan Pemberdayaan yang dilakukan oleh Kopsad dengan bantuan dan kerja sama dengan Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Kresna Duta Agro Indo ( PT.SMART.Tbk ) Region Jambi ,PT.Sari Aditya Loka , Yayasan BAMUIS. PT.BNI 46 Persero Jakarta dan Bantuan sejumlah Donatur serta perhatian yang diberikan oleh Gubernur Jambi, Bupati Merangin dan Bupati Sarolangun telah dilakukan berbagai upaya , kegiatan dan memfasilitasi warga Suku Anak dalam dengan dunia luar.
Ratusan Jiwa Warga SAD telah di khitan, menjadi Mu’alaf dan dinikah ulang, sekitar 15-20 pasangan muda SAD melakukan pernikahan dengan warga di luar komunitas Suku Anak Dalam, percampuran budaya ini telah membawa dampak perobahan cukup besar bagi perkembangan kemajuan Suku Anak Dalam.
Contoh nyata pernikahan campuran warga Suku Anak Dalam antara lain dapat di lihat pada rumah tangga Naim (SAD) menikah dengan Romiati (asal Banjar Negara Jawa Tengah ) Mandum alias A. Kodir ( SAD ) dengan Rudiana ( warga desa Semurung ) Siti Aminah (SAD) dengan Andy (Pria Jawa) Efendi (Warga SAD ) dengan wanita asal Sunda , Abdurahman (Pria Madura) dengan Siti Penato (wanita SAD ) Alia Jusak (SAD) dengan Juniawati ( wanita desa Tanjung-Sarolangun ) ,Megawati janda Helmi menikah dengan pria desa, Mandum SAD dengan Rudiana ((wanita Desa ) Abdul Malik (SAD) dengan Neti (Wanita assal Jawa) ,Rasyid (SAD) dengan wanita desa dll. (Aditya-Nurul Bj)