Surat Cinta Dari Bukit Dua Belas
“Besudut orang rimba yang hidupnya pantang menyerah”
Kami ini suku anak dalam…
Orang Rimba,yang hidupnya pantang menyerah
Dan juga berjiwa gotong royong……
Kami hidup di sudung dan melangun ditengah hutan dan rimba
Kami hidup terisolasi dari sanak saudara yang lain…
Karna budaya kami,dan kini kami butuhkan- uluran tangan sesama…
Hutan dan rimba kami telah hancur binasa
Ditikam belatimu yang tak pernah diam………………………………………………..
Demikian cuplikan syair/lagu yang kerap dilantunkan oleh anak anak rimba/suku anak dalam yang hidup di kawasan TNB 12 didaerah pedalaman Propinsi Jambi. Syair lagu senandung anak rimba yang di tulis oleh penulis Budhi VJ Rio Temenggung-merupakan lagu kebanggaan anak anak rimba di kawasan TNB 12 terutama di daerah air hitam Sarolangun.
Syair lagu yang dibawakan

oleh anak anak rimba dari kawasan air hitam dan aek ban Sarolangun ini beberapa kali dijadikan lagi pengantar media elektronik Indosiar,Trans TV- TV One dan beberapa TV Swasta Nasional saat membuat visual kehidupan suku anak dalam di pedalaman TNB 12 Jambi
Perlahan namun pasti,dengan dukungan banyak pihak termasuk sejumlah LSM Penggiat pemberdayaan Suku Anak Dalam di Propinsi Jambi,kini sudah banyak warga pedalaman/suku anak dalam yang mulai membuka mata dan membuka diri menerima berbagai perubahan.
Salah seorang generasi muda suku anak dalam yang dikenal dengan nama ‘Besudut” alias Irman Djalil (23Tahun) untuk pertama kali diterima sebagai mahasiswa PGSD di Universitas Negeri Jambi,Besudut sianak rimba sejak tahun 2003 Hijrah dari Belantara Hutan TNB 12 di Tanah Garo ke perkampungan’Orang Terang” sebuah istilah mereka untuk menyebut pemukiman di kampung/dusun di sekitar pemukiman mereka.
Penulis Jum-at dan sabtu kemaren melakukan wawancara khusus dengan “Besudut” pemuda suku anak dalam dari rimba makekal tanah garo, dengan gayanya yang khas ‘Besudut” menceritakan pengalaman masa lalu saat ia masih berada di hutan hingga menjadi penduduk Kota Muara Bulian-Jambi sekaligus menjadi Mahasiswa PGSD Unja Campus Muara Bulian.
Saat penulis menanyakan tentang suka dukanya saat berada di belantara hutan TNB 12 Tanah Garo ,-sambil menatap jauh jauh kedepan dengan gutaran wajah sedih ia bertutur tentang masa lalunya yang terasa kurang indah.
Dulu hutan di daerah kami benar benar rimbun dan hutan itu telah memberikan kami kehidupan yang berkecukupan,kini hutan semakin tak rimbun lagi,hutan kian binasa akibat degradasi dan perambahan serta pembukaan lahan lahan perkebunan.
Masa lalu diakuinya tidaklak seindah yang dibayangkan, saat ia baru memasuki usia 3 tahun kedua ayah bundanya Pemikat dan Meranting Sanggul” telah pergi untuk selama lamanya menghadap Tuhannya, pada saat Ayahanda “Pemikat “ wafat ia bersama seorang kakak dan dua orang adik adik bersama sang ibunda” Meranting Sanggul” merasakan kesedihan dan kedukaan yang teramat mendalam.
Beberapa bulan setelah Bepak meninggal dunia, “Indouk “ mengikuti kepergian Bepak untuk selama lamanya,dan pada saat itu saya belum ingat betul wajah kedua ayah dan ibunda, yang saya tahu setelah Bepak dan Indouk meninggal dunia saya bersama seorang kakak perempuan Nyambol dan kedua orang adik adik saya Mela Batu (laki laki) dan Ngaretek (wanita) dibawa oleh karib kerabat dekat untuk pergi melangun,sebuah tradisi suku anak dalam ketika mendapat musibah atau bencana melakukan “Hijrah” atau Melangun ke wilayah hutan lain
Saat kematian kedua orang tua, saya benar benar tidak mengenal wajah beliau,maklum umur saya pada waktu itu sekitar 2,5 tahun memasuki usia 3 tahun,sedangkan kakak saya pada saat itu menurut cerita keluarga saya ia baru berumur 4 tahun.
Keadaan,tantangan dan kebiasaan hidup kami yang mengembara di hutan dan mengkonsumsi makanan yang tersedia di hutan membuat saya bersama saudara saudara yang lain terpaksa harus mampu bertahan dan harus berjuang ditengah belantara hutan untuk mempertahankan kehidupan.
Sering dengan perjalanan waktu, saya bersama seorang kakak perempuan dan dua orang adik adik terus menapaki sang waktu, keadaan dan lingkungan serta perhatian sanak saudara dari pihak ayah dan ibu membuat kami berempat tumbuh sebagai anak rimba yang sehat dan mampu bertahan hidup ditengah tengah belas kasih dan perhatian dari sanak saudara,dan pada saat itu kami berempat benar benar kompak ,dimanapun dan kapanpun kami selalu bersama.
Akan tetapi rasa bahagia,kebersamaan dan kekompakan yang telah kami jalin bersama tak mampu bertahan lama, suatu hari kakak perempuan saya Nyambol(2000) meninggal dunia dan beberapa bulan kemudian sang suami “Melingkup” menyusul sang istri menghadap Tuhan Nya dengan meninggalkan seorang putri bernama ”Gemetik”. Saat menerima musibah itu saya merasakan Kiamat telah mendatangi kehidupan kami,dan saya benar benar merasa kehilangan sosok sosok orang orang yang saya cintai.
Sejak tahun 2000 saya dan kedua orang adik adik terus mencoba untuk mampu bertahan ditengah rimba belantara, tak lama kemudian adik saya Mella Batu menikah dengan seorang wanita pedalaman bernama “Melur” dan saat ini ia telah dianugerahkan dua orang anak yakni Bepengko dan adiknya,sedangkan si bungsu Ngaretek Menikah dengan Pria Pedalaman “Lomago” dan saat ini Ngaretek telah memiliki 3 orang putra putri, sedangkan saya masih tetap sendiri, dan kelak jika saya sudah tamat UNJA dan menjadi guru SD baru saya mencari istri untuk mengurus saya,saya terlebih dahulu ingin mengabdikan diri kepada anak anak di pedalaman Jambi terutama anak anak suku anak dalam di pedalaman hutan TNB 12 di kawasan Tanah Garo Kecamatan Muara Tabir.
Menjawab pertanyaan tentang keputusannya melakukan hijrah dari alam yang gelap(rimba) ke alam yang terang( Kampung=dusun/Kota.Pen) Besudut dengan mata berbinar menceritakan tentang cerita masa lalu nya .
Saat itu umur saya baru sekitar 13-1 tahun, suatu hari saya keluar rimba dan berjalan di daerah Bernai Tanah Garo, diperjalanan saya berjumpa dengan seorang lelaki kekar dan tegap, sekilas saya merasa takut, namun sapaannya yang lembut dan pancaran matanya yang bening kala itu membuat saya memberanikan diri untuk mendekat, kami berduapun bercakap cakap dalam logat melayu jambi. dan singkat cerita Bapak yang belakangan saya kenal dengan Bapak Rahman Kanyak mengajak saya untuk jalan jalan ke dusun Rantau Panjang Kabupaten Merangin.
Hampir dua minggu saya makan tidur dan bermain di rumah Bapak Rahman Kanyak, beliau dan istrinya sangat penyayayang dan memberikan perhatian yang besar terhadap saya, meski beliau hidup sangat sederhana dan bersahaja, akan tetapi beliau sangat baik kepada saya dan seorang teman saya “Ejam” yang juga anak pedalaman dari Tanah Garo
Pada Minggu ke 3 sejak saya diajak oleh orang tua asuh saya Rahman Knyak menginap di rumahnya , saya dan sahabat saya di rimba makekal Ejam di bawa kesekretariat Kopsad di Bangko Kabupaten Merangin ,singkat cerita saya dan sahabat saya Ejam menyampaikan niat untuk menjadi ”Mu’alaf” dan minta di khitan, permintaan yang saya sampaikan itu mendapat tanggapan positif dari Pimpinan Kopsad, dan pada hari Kamis saya dan Ejam diantar ke Puskesmas Rantau Panjang untuk di Khitan, saya masih ingat pada waktu di sunat rasul perasaan saya biasa biasa saja,sedangkan sahabat saya Ejam agak takut dan deg deg an, saya dan Ejam di khitan oleh dr.Mahmulsyah Munte, sedangkan pakaian, sembako dan sarana ibadah dibantu oleh Bapak H.Rotani Yutaka,SH waktu itu Bupati Merangin, dan sumbangan dari aktifis HMI dan Kohati Cabang Bangko serta bantuan sejumlah Donatur
Setelah sembuh dari di khitan ,pada hari Senin dilaksanakan Pengislaman saya dan sahabat saya Ejam yang dihadiri Bapak Wakil Bupati Merangin Drs.H.Ubay Ali, Bapak Drs,Irman Djalil, Bapak Drs.H.Havis Asbandi,sejumlah tokoh tokoh adat, ulama dan aktifis HMI Cabang Bangko dan relawan Kopsad Merangin.
Namun sayangnya, dua tahun kemudian, sahabat saya Ejam, kembali mengelana dan melakukan aktifis di Hutan, entah karena harumnya bau umbut umbutan di hutan atau mungkin karena panggilan cintanya, ia kembali ke hutan dan menikah dengan sang pujaan hati sang gadis bernama ”Berensam”, dan kini Ejam telah di karuniai 3 orang putra putri dan putra sulungnya diberi nama “Begaya”
Masih menurut Besudut, setelah dilakukan pengislaman, namanya diganti menjadi Irman Djalil dan akrab dipanggil”Herman”. Dan ia dimasukan ke Sekolah Dasar Tanjung Gedang Rantau Panjang dan tamat tahun 2006, Tamat SD ia melanjutkan pendidikan ke SMP Buluran Panjang hingga kelas II SMP, karena minim dana ia selama 1 tahun sempat menganggur dan akhirnya ia melanjutkan ke SMP Terbuka di SP.A Sungai Jernih Tanah Garo dan tamat tahun 2010.
Karena mimpinya untuk menjadi guru, Besudut kembali hijrah, kali ia melangkahkan kaki ke Pintas Tuo dan diterima menjadi siswa SMA.Negeri 14 Tebo dan berhasil menyelasaikan pendidikan SMA tahun 2013.
Semasa di SMA,ia mengenal seorang guru olah raga yang baru diangkat tahun 2011 menjadi guru SMA Negeri 14 Tebo, Pak Guru yang memiliki nama Lengkap Edward Keliad,S,Pd, jebolan Universitas Negeri Medan itu memberikan perhatian dan dorongan kepada Besudut agar melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi di Jambi,Pak Edward Keliad sangat memperhatikan saya, hampir setiap hari saya diberi jajan sekolah, makanan dan buku buku,dan beliau sangat peduli kepada nasib saya anak rimba yang yatim piatu.
Pak Edward Keliad telah memotivasi saya untuk terus belajar dan mewujudkan impian saya untuk menjadi guru bagi anak anak rimba, alhamdulillah dengan bimbingan dan dorongan beliau saat ini saya sudah menjadi mahasiswa Unja, perlahan namun pasti Insya Allah saya akan wujudkan impian saya”Kata Besudut dengan mata berbinar”.
Seminggu kemudian, saat mata ini enggan terpejam, kuterima surat kecil via SMS yang bunyinya, Bukit dua belas malam itu bulan tersenyum manja, sedangkan bintang berkerlap kerlip diangkasa raya, malam terasa hening,dingin….
Di sudung tak berdinding dan hanya diselimuti embun seorang bocah pedalaman duduk mencangkung diatas tunggul pepohonan, sekali sekali ia berseru Oi, dekaplah aku dalam dekap kasih rindumu dan jangan biarkan kami berjalan seorang diri di kegelapanan hutan yang tak perawan lagi.
Seorang gadis pedalaman di Air Hitam mengirim SMS, kubaca SMS itu berulang ulang, dan tanpa terasa ada air mata yang tak mampu lagi mengalir di pipi………………………… Kubalas SMS Itu, Oi Sanak, kembalilah kepangkuan Ibu pertiwi kita bangun asa kita gapai harapan, dan camkanlah Kita bukanlah Penjaga Taman Ibu Ibu Pertiwi, akan tetapi kita adaah pemilik ibu pertiwi……Semoga( tat kala cinta menggapai harapan,BJ)