HOT NEWSJambiNasional

Ternyata Kejati Tak Kompak, Penyidik dan Intel Beda Simpulan Soal Kasus PT WKS

Kerincitime.co.id, JAMBI – Para petinggi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi menunjukkan gelagat tidak kompak dalam mengusut kasus dugaan korupsi penguasaan lahan oleh PT Wira Karya Sakti (WKS) di Kabupaten Batanghari. Terungkap pula ada kasus lain yang menyeret perusahaan grup Sinar Mas itu yang sedang diselidiki Kejaksaan Agung.

Tidak kompaknya kejati ini terbaca dari pernyataan salah satu penyidik yang turun ke Batanghari bersama tim dari Dinas Kehutanan Provinsi Jambi baru-baru ini. Seorang penyidik yang dihubungi Harian Jambi kemarin (17/1) menyatakan tidak ada masalah dengan lahan PT WKS di Batanghari. “Ya, sudah dilakukan investigasi dan tidak ada masalah,” ujar penyidik yang mewanti-wanti namanya agar tidak diungkapkan ini.

Segendang sepenarian, Kepala Dishut Provinsi Jambi Irmansyah yang dihubungi secara terpisah juga mengatakan demikian. Irmansyah yang saat dihubungi melalui telepon mengaku sedang berada di Jakarta mengatakan bahwa laporan yang disampaikan oleh LSM FAAKI dan Gemphal sudah di-cross check ke lokasi.

Baca juga:  Dibatasi Israel, 50.000 Warga Palestina Berhasil Tarawih di Masjid Al Aqsa

Saat turun bersama tim Kejati, kata dia, tidak ditemukan adanya lahan di luar izin yang disebutkan mencapai luas 2.000 hektare. “Semua titik koordinat dan tapal batasnya tidak ada masalah. Dan tidak ada temuan perambahan di luar izin,” ungkap Irmansyah.

Irmansyah juga mengungkapkan bahwa permasalahan PT WKS juga ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung). Namun, lanjutnya,  Kejagung menangani keseluruhan lahan yang dikelola PT WKS di Provinsi Jambi, bukan hanya terkait laporan kasus di Batanghari.

Aktivis LSM FAAKI dan Gemphal Yuni Yanto yang dikonfirmasi soal hasil tim Kejati dan Dishut itu mengaku kaget. “Kita memiliki data lengkap terkait temuan itu, mulai dari luas perambahan yang di luar izin sampai pada titik koordinatnya. Apa dasar penyidik menyebutkan tidak ada masalah. Kita punya data lengkap kok,” ungkapnya.

Tidak tenang dengan informasi itu, sekitar pukul 14.00 kemarin Yanto langsung mendatangi gedung Kejati Jambi untuk meminta penjelasan dari Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Masyroby. Namun upaya itu tidak membuahkan hasil karena Masyrobi tidak berada di ruang kerjanya. “Bapak tidak ada. Tadi jam 11 sudah berangkat ke Jakarta,” ujar seorang staf Aspidsus.

Baca juga:  Tercium Praktik Permainan Penjulan LPG 3 Kg di Bumi Sakti Alam Kerinci

Yanto lalu menemui Kasi Penkum Iskandar yang memfasilitasinya bertemu dengan Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Wito di ruangan Wakil Kajati. Mendengar penjelasan Yanto, Wito pun terkejut dan langsung balik bertanya. “Siapa penyidiknya? Tolong kasih tau saya,” ujar Wito kepada Yanto dan beberapa rekannya.

Wito yang mengenakan baju koko dan peci hitam lalu meminta FAAKI dan Gemphal menyerahkan data yang mereka miliki selama ini. Secara tidak langsung Wito menyebutkan bahwa selama ini penyidik belum memiliki data dan hanya melakukan investigasi berdasarkan informasi dari media massa.

“Saya minta nanti FAAKI serahkan data temuannya. Akan kita cocokan,” ujarnya. Wito juga berjanji pada Senin mendatang akan meminta penyidik dan Dishut untuk bertemu dengan aktivitas LSM guna membahas masalah ini.  “Nanti saya minta melalui Kasi Penkum untuk memanggil tiga pihak tersebut, untuk dilakukan hearing,” tegas Wito.

Baca juga:  Insiden Pengrusakan Motor Pemuda Belui Dilaporkan ke Polsek Air Hangat

Usai pertemuan tersebut, LSM FAAKI dan Gemphal menyerahkan data hasil temuan mereka terkait dugaan penguasaan lahan di luar izin oleh PT WKS di Kabupaten Batanghari. Data itu diterima Kasi Penkum Iskandar.

Penyidik Kejati Jambi telah memanggil sejumlah pihak terkait laporan kasus ini, salah satunya Kepala Dishut Irmansyah. LSM Gemphal melaporkan, PT WKS memegang SK Menhut Nomor 346/Menhut-II/2004  untuk menguasai lahan seluas 293.812 hektare di Provinsi Jambi. Namun, ada indikasi PT WKS menguasai areal di luar izin tersebut, yang diduga berlangsung sejak 2005.

Para aktivis LSM mengaku memiliki bukti pengukuran dengan alat global positioning system (GPS). Mereka menduga kerugian negara akibat sekitar Rp 210 miliar dari penjualan kayu dan Rp 30 miliar dana reboisasi (DR). Angka itu belum termasuk dana provisi sumber daya hutan (PSDH).(harianjambi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button