Busana Bermotif Aksara Incung Raih Juara II Dalam Pagelaran Busana Universitas Negeri Yogyakarta
Berita Yogyakarta ,- kerincitime.co.id – Fashion Show Pagelaran Busana Universitas Negeri Yogyakarta merupakan ajang tahunan yang diselenggarakan sebagai bagian dari presentasi karya Proyek Akhir Mahasiswa Semester VI Pendidikan Teknik Busana-Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. Dalam pagelaran tahun ini mengusung tema Archipelago Sense yang memiliki makna cetak rasa Nusantara. Kekayaan kultur dan budaya nusantara dituangkan dalam bentuk karya busana pesta hijab dan non hijab yang beraneka ragam dengan mengambil tema dari berbagai daerah nusantara. Beberapa karya menampilkan tema yang sudah tidak asing dan sudah menjadi icon Nusantara seperti candi Borobudur, adat Papua, dan lain sebagainya.
Namun ada yang menarik dalam acara yang diselenggarakan pada tanggal 28 April lalu ini, salah satu peserta Nisty Rayafu Nst mengangkat tema yang masih belum terlalu dikenal publik nasional, yaitu Aksara Incung yang berasal dari daerah Kabupaten Kerinci, Jambi. Tema ini cukup menarik perhatian ratusan pasang mata penonton yang memadati Auditorium Universitas Negeri Yogyakarta. Busana pesta yang diberi nama Duo Elcultura atau dua budaya dalam satu busana ini terinspirasi dari pakaian perang Jepang masa lampau sebagai tema dasar, yang dipadukan dengan hiasan huruf-huruf Incung yang berasal dari Kabupaten Kerinci, sehingga tercipta lah sebuah busana pesta dengan implementasi dua budaya yang berbeda sebagaimana tema yang diangkat.
Lebih membanggakan lagi Karya Mahasiswa angkatan 2012 Pendidikan Teknik busana asal Jambi ini meraih penghargaan Juara II versi penilaian dewan juri profesional di bidang fashion dari berbagai instansi. Adapun dewan juri tersebut terdiri dari lima orang yaitu, Phillip Iswardono dari Anggota Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI), Drs. Suwarno Wisetrotom, M. Hum dari Seni Rupa Murni ISI (Mewakili Bidang Akademik), Arie sedewa : Desainer Jogja (Juga merupakan Juri LKS), Dani Paraswati, S.Pd.T : Desainner Jogja, kemudian Bientoro Hadi Wibowo : Manajer Management Ambarukmo Plaza (Mewakili Niaga Mode).
Busana ini dinilai layak mendapat penghargaan karena memiliki keunikan tersendiri dengan perpaduan dua kultur yang jauh berbeda. Selain itu karya ini dinilai sukses memperkenalkan kebudayaan dalam negeri yang selama ini jarang diketahui sehingga diharapkan tidak hanya diketahui secara nasional namun juga dikenal secara internasional, terlebih lagi ajang pameran busana kali ini berkolaborasi dengan Politeknik Ibrahim Sultan (PIS) Johor, Malaysia sehingga diharapkan budaya Kerinci khususnya dalam hal ini Aksara Incung bisa dikenal luas tidak hanya di Indonesia namun juga di level Asia Tenggara sehingga diharapkan juga dapat meningkatkan pariwisata daerah Kerinci yang terkenal kaya akan keindahan alamnya.
Mengenai alasan kenapa mengangkat Aksara Indung sebagai bagian dari busana ini, Dalam satu kesempatan wawancara sang perancang mengatakan tertarik mengangkat huruf Incung sebagai tema untuk memperkenalkan kekayaan budaya Provinsi Jambi yang selama ini masih jarang dikenal di level Nasional.
“Tema ini diangkat karena aksara Incung merupakan salah satu warisan budaya yang bernilai tinggi namun jarang terdengar selama ini, jangankan di tingkat nasional bahkan di Provinsi Jambi sendiri jarang kita mendengar tentang Aksara Incung.” Ujar Nisty ketika ditemui usai acara.
Namun karena Minimnya referensi tentang Huruf Incung, huruf incung yang ditampilkan dalam busana ini hanya sebatas gabungan dari huruf-huruf saja dan tidak membentuk suatu kalimat, hal ini pula yang diakui oleh perancang sebagai suatu kesulitan dalam menyusun huruf-huruf yang ditampilkan karena sulitnya mencari kajian-kajian yang bisa digunakan untuk mempelajari susunan kalimat salah satu aksara tertua di Indonesia ini. sebagian besar huruf-huruf Incung ini didapatkan dari sumber internet.
“Saya sempat kesulitan mencari referensi dalam menyusun huruf Incung ini, sumber yang ada hanya dari internet, dan tidak ada buku yang mengupas secara khusus mengenai aksara ini maka yang ditampilkan hanya huruf-huruf saja.” Lanjut Nisty.
Harapan ke depannya dengan adanya karya ini dapat memancing minat para pemuda untuk lebih tertarik pada budaya sendiri, selain itu perhatian pemerintah daerah dalam upaya melestarikan budaya juga diharapkan lebih aktif lagi dengan mengajarkan Aksara ini di sekolah-sekolah sehingga warisan budaya yang bernilai sangat tinggi ini tidak terlupakan dalam perjalanan waktu.
Fajran
Aktivis : IPMK Yogyakarta