HOT NEWSopini

JALAN DAMAI ATAS KASUS KUMUN-TANJUNG PAUH Oleh : Agung Iranda

JALAN DAMAI ATAS KASUS KUMUN-TANJUNG PAUH

Oleh : Agung Iranda

Tersentak, ketika penulis membaca surat kabar Kerinci Time, terkait kerusuhan antara dua desa, atau yang lazim kita kenal dengan Perangantar desa. Penulis lahir dan tumbuh secara damai di desa ini,Sehingga sangat terkejut dengan berita kerusuhan ini. Seharusnya tindakan primitive ini tidak muncul di permukaan.

Hal ini didasari oleh beberapa hal. Pertama,Tanjungpauh dan Kumun secara statistica tergolong dalam kelompok terpelajar, sehingga sangat kontras kenapa perilaku yang nyaris tidak berpendidikan ini muncul.

Kedua, Kumun dan Tanjung pauh selama ini tergolong harmonis, paling tidak sesama warga terjalin interaksi aktif, baik di lingkungan kerja, sekolah, ataupun di pusat-pusat kegiatan masyarakat lainnya.Bentuk konkret dari sikap ini banyak warga tanjung yang menikah dengan kumun, begitupun sebaliknya.

Konflik dan kekerasan ini tidak boleh di biarkan berlarut, konflik terjadi karena dua kelompok masyarakat tidak lagi berjalan dan memiliki tujuan yang sama. Sehingga kognitif dan perilaku dua kelompok tersebut memiliki perbedaan yang signifikan.

Baca juga:  Dugaan ASN Terlibat Kampanye AL-AZHAR di Sungai Penuh

Pada titik ini, memberi ruang bagi munculnya kekerasan. Baik Tanjung Pauh atau kumun tentu memiliki hak sama untuk membenarkan diri, dengan  aumsi bahwa “kamilah yang paling benar”.

Kerinci sangat kental kesukuannya, kesukuan yang paling kuat adalah desa. Desa seperti segalanya ketika dibawa keruang publik. Sehingga identitas desa ini menjebak masyarakatnya dalam kultur yang ekslusif. Artinya antara satu desa dengan desa lainnya saling tertutup, dan merasa sesama warga desa sebagai bagian dari dirinya, dan desa diluarnya sebagai pihak lain yang tidak penting untuk di urus.

Berdasarkan kondisi kultur semacam ini, kesempatan untuk berkonflik sangatlah besar, dan bisa meledak setiap saat. Kasus yang terjadi selama empat hari itu adalah akibat kurang terbukanya kedua desa untuk saling duduk bersama, terutama terkait pengeroyokan yang terjadi di simpang debai. Pengeroyokan yang terjadi di simpang Debai oleh segelintir orang, tentu tidak bisa di generalisir kedalam kelompok masyarakat, Sehingga seolah masyarakat Tanjung pauhlah yang harus bertanggungjawab.

Baca juga:  Politisi Kecam Eks Pejabat Pendukung Paslon HTK yang Lecehkan Profesi Petani

Iskandar Korban pengoroyokan juga tidak akan diam, minimal keluarganya menaruh sentiment dan dendam yang tinggi terhadap para pelaku, sebaliknya pelaku pengoroyokan harus di adili, sehingga bisa memberi efek jera hingga memberi edukasi mengenai tindakan-tindakan kriminal yang tidak boleh merekalakukan.

Idealnya, masyarakat kumun justru harus  berdialog dengan tanjung pauh, untuk menggiring pelaku pengeroyokan bertanggungjawab sepenuhnya terhadap Iskandar. Agar masalah tersebut, tidak lagi meluas, apalagi sampai terjadinya peperangan, pengrusakan hingga pembakaran.

Proses perdamaian harus segera bersambut, tidak hanya pada jangka waktu yang singkat, namun berkelanjutan kejangka panjang, sehingga prasangka antara dua desa tidak diturunkan kegenerasi berikutnya. Dampaknya tidak adalagi dendam kesumat pada kedua desa. Secara sederhana, bahwa perdamaian merupakan fitrah manusia, setiap kelompok, suku, ras, desa, tentu memiliki keinginan berdamai dan hidup tentram.

Baca juga:  Rizal Djalil Nyatakan Dukung Monadi - Murison

Proses damai bersifat makro sistem, artinya perdamaian melibatkan tokoh masyarakat, ulama, pihak kepolisian, sekolah, hingga pemerintah. Dalam rumusan Allport, bahwa konflik atau perang yang terjadi ditengah masyrakat merupakan sikap ketidakpedulian terhadap pihak lawan. Wujud ini berupa tertutupnya komunikasi, kondisi yang tidak kondusif, hingga peran Negara terutam apolisi yang dianggap telat untuk melakukan preventif terhadap kerusuhan, terutamaantardesa. Pengalamanmenyakitkaninisudahterjadiberkali-kali, sebutsajaantarasulak Mukai dansulakgedang, Kemantan, PulauSangkardanLubukPaku. Hinggadesalainnya yang rawankonflik.

Solusi yang penulistawarkan, pertama, bahwasetiapadatistiadat, harusmelakukanreaktualisasikembalinilaiadat yang selamainiseakanluntur di telanzaman, disiniperantokohadattidakhanyasebagaipemecahmasalah, namunjugaharusterlibatdalam transfer moral dannilaileluhurlewatsaranapendidikanatausosialisasidengan format professional, agar pemudatidaklagiseenaknyabertingkah.

Kedua, Peranpemerintahlewatinstitusipendidikan, harusmampumengupayakanpendidikan yang heterogen, sehinggasetiapsekolah yang ada di Kerincimaupun Sungai penuhtidak biss status identitasdesanya. Sehingga di sekolahtidakadalagiistilah “saya orang semerap”, “saya orang pondoktinggi”, “saya orang Rawang”. “Saya orang Semurup”. Sehinggasekatidentitasinitidaklagimenjadipenyebablahirnyakonflikantardesa.

Ketiga, Peran orang tuadankaumterpelajarsebagaiestafetuntukmeneruskanharmonisasisetiapdesaharustetap di usahakan, sebagai orang tua, tentutanggungjawabdanpengawasanterhadapanakmerekatidakbolehlepaskendali. Berikutnya adalahtanggungjawabkaumterpelajarharusmampumendominasipihak-pihak awam yang seringbertindakanarkis, setiapkekerasandankonflikmenjaditanggungjawabmereka yang terdidik, sehinggainteraksiantaramasyrakattidaklagitumpangtindih. Sehinggaterciptalahharmonisasi yang kuatlagimenetapditengahmasyarakat.

 

AGUNG IRANDA

PenelitimudaPsikologiProgressif

UniversitasGadjahMada

Yogyakarta

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button