opini

Pencegahan Karhutla Melalui Pemulihan Ekosistem Di Jambi Menjadi Priotritas

PENCEGHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN MELALUI PEMULIHAN EKOSISTEM

DI PROVINSI JAMBI MENJADI SESUATU YANG PRIORITAS ?????

Oleh : Syamsul Bahri, SE, Hepri Yuda, SP (Conservationist di Jambi)

K abakaran hutan dan lahan kembali mangancam beberapa wilayah Propinsi di Indonesia, termasuk wilayah Propinsi Jambi, hal ini ditandai dari indikator munculnya Hot Spot (titik panas) melalui pemantauan satelit TERRA / AQUA Sumber :http://sipongi.menlhk.go.id/hotspot/main, satelit TERRA / AQUA (NASA) dibebrepa Kabupaten/kota dalam Propinsi Jambi, antara lain terpantau sebanyak 14 HS pada bulan Juli 2018 sampai pada tanggal 24 Juli 2018 yaitu Kabupaten Tebo dan Merangin masing-masing sebanyak 4 HS, Kabupaten Batang hari dan Tanjung Jabung Barat  masing-masing 2 HS dan Sarolangun bersama Muara Jambi masing-masing 1 HS.

Pencegahan Karhutla Melalui Pemulihan Ekosistem Di Jambi Menjadi Priotritas

Sehingga beberapa daerah kabupaten/kota semenjak Juli 2018 telah ditapkan sebagai Kabupaten Siaga Kebakaran hutan dan lahan sampai September 2018 yaitu Kabupaten sarolangun, Tebo, Muara Jambi, Tanjabtim dan Tanjabar, sekaligus u

ntuk ikut aktif dan partisipatif mengamankan ancaman kabut dan asap dalam rangka penyelenggaran Asean Games ke 18 tahun 2018 di Palembang dan Jakarta dari tanggal 18 Agustus sampai 7 September 2018, bahkan secara Propinsi Jambi telah ditetapkan melalui Surat keptusan Gubernur Jambi sebagai Provinsi siaga semenjak tanggal 18 Juli 2018 sampai 25 September 2018.

Reaktif dan konstruktif mengatasi bahaya ancaman kebakaran hutan dan lahan menjadi bagian dari sebuah pengalaman pahit tahun 2015 yang merupakan kebakaran hebat, dan ancaman kebakaran hutan dan lahan tahun 2018 sudah diperdiksi munculnya el-nino akhir Juni atau awal Juli 2018, dan data kajian cuaca tersebut menjadi acuan di tingkat lapangan untuk melakukan upaya penyadaran dini kepada masyarakat melalui kegiatan Sosialisasai bekerjasama dengan antara Balai Taman Nasional Berbak dan Sembilang dengan Pihak Kecamatan, Koramil dan Polsek untuk di beberapa desa prioritas dengan tingkat ancaman yang tinggi terhadap bahaya kebakaran, terutama di wilayah hutan dan lahan gambut Taman Nasional Berbak dan Sembilang Wilayah Propinsi Jambi, bahkan telah dilakukan Kesepakatan bersama untuk melakukan pecegahan dan pemadaman dini dimasing-masing Desa.

Disamping itu juga dilakukan latihan simulisasi pemadaman Kebakaran Hutan dan Lahan dengan masyarakat, babinsa, dan kepolisian di Brigdalkarhut TNBS Simpang dalam rangka pengunaan alat dan tehnik pemadaman kebakaran hutan sesuai Standar Operasional Prosedur dan Patroli terpadu Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan bersama Babinsa, Kepoliian dan masyarakat.

Dalam rapat audiensi penanganan kebaaran hutan dan lahan Propinsi Jambi tanggal 23 Juli 2018, dii Ruang Rapat Kantor Gubenrnur Jambi yang dihadiri SKPD terkait dan Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan, bahwa Provinsi Jambi menjadi urutan 3 daerah kerawanan bahaya kebakaran hutan dan lahan setelah Sumatera Selatan dan Riau, disamping itu juga dibahas kendala dan permasalahan dalam melakukan aktivitasan pencegahan dan pemadaman terutama terkait dengan pendanaan, alat dan SDM secara tehik dan pengetahuan.

Namun beberapa catata penting dalam menghadapi El-nino, sesungghuhnya bencana asap dan cuaca ekstrim el-nino tidak bisa kita lupakan, namun kita jangan menjadikan cuaca ekstrim el-nino sebagai sebuah bencana alam, yang seharusnya cuaca ekstrim el-nino itu harus ada antisipasi sebelumnya, karena kemunculan dan kedatangan cuaca ekstrim el-nino sudah dapat diprediksi, sehingga antisipasi akan besarnya dampak juga bisa di eleminasi atau diminimalisasi oleh Pemerintah baik Pusat maupun daerah dan masyarakat.

Begitu juga adanya presdiksi menuculnya cuaca ekstrim el-nino tahun ini juga akan membawa dampak pada kebakaran lahan/hutan dan asap, seharusnya pemerintah sudah memiliki startegi untuk antisipasi, baik pemadaman maupun upaya pencegahan melalui kajian yang bersifat Ilmiah yang berorentasi pada ekologi dan lingkungan.

Jika kita amti data hot Spot di Propinsi Jambi ang menjadi trendy semenjak bulan Juni 2015 sampai oktober 2015, sebanyak 2016 hot spot, dan puncak hot spot terjadi di bulan Agustus sampai Oktober 2015, masing-masing September 2015 yaitu 43%, dan bulan agustus 2015 sebanyak 30%, serta oktober sebanyak 20%.

Dari data tersebut, jika kita lihat dari lokasi penyebaran hot spot terbanyak atau lebih dari 20% menyebar di Kabupaten Muara Jambi sebanyak 1280 hot spot atau 49,98% dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur dengan jumlah hot spot sebanyak 530 Hot Spot atau 20,24 %, sehingga kebakaran lahan dan hutan di Propinsi Jambi secara umum berada di Kabpaten Muara Jambi dan Kabupaten Tanjung JabungTimur.

Jika kita lihat dari bentang alam yang membentuk Propinsi Jambi dan sumber asap akibat kebakaran lahan dan hutan di Indonesia, memang kita sadari bahwa diakui Propinsi Riau, Sumatera Selatan, Jambi dan Kalimanta Barat dan Kalimantan Tengah merupakan Propinsi yang paling tinggi memberi kontribusi asap yang mengganggu lingkungan dan dapat merugikan yang cukup besar terhadap ekonomi dan nama baik negara di dunia Internasional.

Dengan membandingan luasnya Wilayah daratan Indonesia mulai dari pergunungan, perbukitan, dataran dan pantai, 5 Wilayah Propinsi  tersebut ternyata memiliki tingkat karawanan kebakaran hutan dan lahan yang cukup tinggi di Indonesia. Dan jika perhatikan bentang alam dari ke 4 Propinsi tersebut, adalah kelima propinsi tersebut yang memiliki lahan/kawasan gambut yang terluas di Indonesia, disamping lahan/kawasan lainnya.

Hutan/lahan Gambut di pulau Sumatera, dari sekitar 4.6 juta hektar luas hutan rawa gambut, 7,4%-nya (341 000 ha) terletak di propinsi Jambi, sedangkan sekitar ± 26%-nya (1.2 juta ha) tersebar di propinsi Sumatera Selatan dan menyebar di Propinsi Riau sekitars ± 46%. Daerah hutan rawa gambut terpenting di kedua propinsi tersebut berada di dalam dan sekitar wilayah Berbak dan Sembilang. Berbak-Sembilang yang terletak di propinsi Jambi dan Sumatera Selatan merupakan salah satu wilayah penting dan unik di Sumatera karena mempunyai hutan rawa gambut yang luas dan merupakan kawasan konservasi lahan basah terluas di Asia Tenggara, dan kawasan tersebut untuk Propinsi Jambi terdapat di Landscape Berbak terutama terdapat di Tanjung Jabung Timur, Muara Jambi, seperti Hutan Lindung Gambut, Tahura, Taman Nasional Berbak, yang diteruskan ke Taman Nasional Sembilang, dan beberapa penyebaran di Kabupaten Sarolangun danTebo Prop Jambi.

Hutan rawa gambut sebagai ekosistem hutan tropis merupakan salah satu ekosistem yang paling rawan terhadap bahaya kebakaran Serta merupakan kawasan ekosistem yang rapuh (fragile), sehingga pemanfaatannya harus secara bijak (a wise landuse) dan didasarkan pada karakteristik lahan. Kontribusi terhadap dampak kebakaran hutan rawa sangat besar karena tingginya kandungan karbon dan besarnya jumlah karbon yang dilepaskan pada saat terjadi kebakaran.

Persoalan Kebakaran hutan dan lahan, terutama di lahan gambut, bukan hanya dilihat bagaimana memadamkan kebakaran, melainkan mengkaji penyebab terjadinya kabekaran merupakan salah satu yang tidak bisa dianggap remeh dan merupakan kajian startegis dalam menghentikan dan mengurangi kabakaran hutan dan lahan, jika kita lihat bahwa hutan/lahan gambut berada pada ketebalan gambut yang berbeda, tingkat ketebalan gambut menjadi sesuatu yang penting dalam pengelolaan hutan gambut agar pemanfaatan yang lestari dan dapat memberi benefit ekonomi yang baik dan berkesinambungan.

Sesungguhnya kerusakan ekosistem gambut menjadi faktor utama penyebab kebakaran hutan, lahan gambut tidak lagi berada pada kondisi normal yang sesungguhnya, karena hutan gambut adalah hutan yang tumbuh di atas kawasan yang digenangi air dalam keadaan asam dengan pH 3,5 – 4,0. Hal itu tentunya menjadikan tanah sangat miskin hara. Menurut Indriyanto (2005), hutan gambut didefinisikan sebagai hutan yang terdapat pada daerah bergambut ialah daerah yang digenangi air tawar dalam keadaan asam dan di dalamnya terdapat penumpukan bahan ­bahan tanaman yang telah mati.

Ekosistem hutan gambut merupakan suatu tipe ekosistem hutan yang cukup unik karena tumbuh di atas tumpukan bahan organik yang melimpah. Daerah gambut pada umumnya mengalami genangan air tawar secara periodik dan lahannya memiliki topografi bergelombang kecil sehingga menciptakan bagian-bagian cekungan tergenang air tawar.

Kondisi tidak normal tersebut, bahwa hutan gambut rentan tersebut dibelah dengan pembuatan kanal/kanalisasi yang bertujuan untuk mengeringkan lahan/hutan gambut yang akan ditanami dengan jenis tanaman Perkebunan seperti sawit dan tanaman produkif lainnya, kehutanan seperti HTI sehingga lahan/hutan gambut menjadi sangat kering dan rentan, dan diikuti oleh Cuaca ekstrim El-Nino, dan potensi kebakaran tersebut semakin tinggi, dan diikuti oleh adanya tradisi local yang diperkuat dengan UU NO 32 tahun 2009 pasal 69 ayat 1 huruf h dan ayat 2, serta pertimbangan economi value untuk pembukaan lahan/kebun melalui pembakaran yang tidak terkendali dan menguntungkan secara ekonomi jangka pendek.

Anggapan dari masyarakat dan pejabat di daerah masih menganggap kebakaran hutan, termasuk kebakaran hutan rawa gambut, masih sering dianggap sebagai suatu bencana alam, yang merupakan proses alami belaka. Faktanya saat ini, upaya pencegahan dan pemadaman kebakaran tersebut, hanya terbatas pada upaya pemadaman yang bersifat Insidentil. Bahkan menurut Saharjo (1999) Secara historis Kebakaran hutan lebih banyak disebabkan dari kegiatan manusia daripada faktor alam yaitu mengatakan 99,9 persen kebakaran hutan/lahan oleh manusia, baik disengaja maupun akibat kelalaiannya.

Sehingga Kebakaran hutan dan lahan itu bukanlah “hanya” sebuah proses secara alami semata-mata dan tidak bisa dianggap sebagai sesuatu yang bencana biasa, namun kebakaran hutan dan lahan saat ini, lebih banyak dipengruhi oleh faktor manusianya dan merupakan bencana yang bersifat “luar biasa” dan harus ada political will yang kuat, tidak hanya untuk memadamkan, namun lebih komprehensif untuk mengkaji sebab atau faktor utama pembangunan yang cenderung menyebabkan terjadinya kebakaran hutan, terutama di wilayah Prioritas.

Dari beberapa uraian diatas, bahwa factor utama kebakaran lahan dan hutan disamping factor cuaca ekstrim El-nino, adalah kerusakan ekosistem hutan/lahan gambut yang berada pada posisi sangat kering ketika cuaca ekstrim El-nino datang, disamping adanya kearifan local yang dimanfaatkan oleh berbagai pihak, termasuk UU NO 32 tahun 2009 pasal 69 ayat 1 huruf h danayat 2, serta pertimbangan economi value, sehingga beberapa hal yang harus menjadi perhatian Pemerintah untuk meminimalkan terjadinya bencana asap dimasa yang akan datang, adalah (1) Memperbaiki Ekosistem Gambut (Pemulihan ekosistem) agar dapat berfungsi sebagai mana mestinya (reweting); (2) mengkaji ulang system kanalisasi, atau program blocking kanal sesuai kajian ilmiah; (3) Maratorium pemberian izin pemanfaatan lahan/hutan gambut baik untuk kepentingan Perkebunan, kehutanan, dan pembangunanl lainnya yang bisa memberikan manfaat bagi masyarakat dan pembasahan hutan/lahan gambut; (4) Memastikan lahan konsesi yang sudah terbakar untuk kembali ke Negara dan merestorasinya; (5) Mengkajiulang UU NO 32 tahun 2009 pasal 69 ayat 1 huruf h dan ayat 2, serta produk turanannya di daerah dalam bentuk PERDA; (6) Mengkaji ulang perkebunan baik sawit atau jenis tanaman lainnya dan HTI yang berada di lahan gambut, agar  lebih mengedepankan prinsip dan berorientasi ekologi dan lingkungan dalam berusaha; (7) Penegakan Hukum yang konsisten; (8) Pelibatan masyarakat secara terdidik dan terlatih untuk ikut serta aktif dalam pencegahan dan pemadaman kebakaran di setiap desa, serta menglokasikan dana desa untuk penceahan kebakaran huta dan lahan; (9) Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan/lahan gambut yang berorientasi penguatan ekonomi yang ekologis; (10) Pembuatan Perdes tentangan antispasi kebakaran hutan dan lahan (11) Mengevaluasi program sawitnisasi dan HTI di lahan/hutangambut.

Dan hal yang tidak kalah pentingnya adalah melakukan evaluasi dan monitoring terhadap pelaksanaan Peraturan daerah Propinsi Jambi No 2 tahun 2016 tentang pencegahan dan pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, tanggal Fevruari 2016, secara periodik, konsisten dan bertanggung jawab dari Implmentasi Perda ini.

Diharapkan dengan langkah Konstruktif yang terencana dan reaktif ini, secara bertahap Propinsi Jambi akan tertata dengan baik terutama dalam meminimalkan ancaman dan bahaya kebakaran hutan dan lahan.***

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button