Melihat Sepintas, Hukuman Mati Dalam Naskah Undang-Undang Tanjung Tanah
Oleh : Changky Khupay
Undang-undang Tanjung Tanah-kerinci adalah naskah undang-undang malayu tertua didunia merupakan aturan hukum yang dibuat oleh para ninek moyang penduduk suku kerinci sekitar 750 tahun yang lalu seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dizaman kita sekarang.
Undang-undang tanjung tanah tersebut disusun secara komprehensif, ditulis oleh Kuja Ali Depati disidang besar dihadapan Maharaja Dharmasraya (MahaRaja Bumi Malayu). Naskah undang-undang Tanjung Tanah tersebut berisi ketentuan denda bagi jenis pelanggaran dan menetapkan sanksi administratif untuk menetapkan pembagian denda.
Dimana Depati mempunyai posisi strategis layak penegak hukum di jaman kita sekarang, Denda umumnya ditetapkan dengan ukuran emas (kupang, mas, tahil dan kati).
Tindak kejahatan tidak mematuhi perintah Depati didenda dengan 96 gram emas. Denda yang paling ringan yaitu 5 kupang ditetapkan untuk pencurian tebu, umbi-umbian.
Apabila sipencuri mengambil umbi-umbian disaat sudah dipanen maka hukuman yang dijatuhkan empat kali lipat atau 5 mas.
Pada halaman 10 sampai 12 di Naskah undang-undang Tanjung Tanah tersebut juga menyinggung tindak pidana pencurian ternak. Menarik bahwa mencuri ayam anak negeri, ayam kutra, ayam depati, dan ayam rajo, dendanya dicantumkan dua kali pada naskah tersebut : pertama denda yang berupa pelipat gandaan hasil pencurian, dan kedua menyebut denda dengan takaran emas.
Pencurian padi dianggap sebagai kejahatan serius sehingga denda yang ditetapkan lebih berat yaitu sekitar 20 mas. Denda yang sama juga dijatuhkan bagi bandar judi dan sabung ayam.
Tindak pidana yang lebih berat hanya disebutkan tiga macam, dua diantaranya dikenakan hukuman mati dan satu dikenakan denda sekitar 1 kilogram mas.
Untuk salah satu sanksi hukuman mati sayang sekali tidak terbaca dengan jelas lagi pada naskah tersebut. Tindak pidana yang satu lagi dapat dikenakan seberapa pun dendanya (sesuai dengan beratnya perkara) atau pelaku dikenakan hukuman mati ialah tindak pidana perogolan (pemerkosaan).
Naskah undang-undang Tanjung Tanah juga mengatur perihal utang-piutang, khusunya hutang dalam bentuk logam dan berbagai jenis tanaman.
Disebutkan bahwa seseorang berhutang emas, perak, kuningan dan perunggu apabila telah ditagih sebanyak tiga kali maka hutang menjadi dua kali lipat. Sedangkan hutang bahan pangan, jika berhutang beras, padi, jawawut, selama dua masa tanam dan masuk ketiga dikembalikan dua kali lipat.
Naskah undang-undang tanjung tanah juga mememuat perihal hukuman agak nya lucu bila kita terap kan dijaman sekarang, bayangkan saja 750 tahun yang lalu kalau ketahuan maling telur ayam, itik, merpati digebukin dulu habis itu mukanya dilumuri di kotoran ayam..!!
“Maling telur hayam, itik, perapati, ditumbuk tujuh tumbuk lima tumbuk urang manangahi, dua tumbuk tuhannya, mukanya dihusap dangan tahi hayam tida tarisi sakian tengah tiga mas dandanya”
*Terjemahan : Maling telur ayam, itik, merpati dipukul tujuh pukulan, lima pukulan oleh yang mergokin, dua pukulan dari yang punya unggas, dan mukanya diusap tai ayam abis itu.Kalau tidak dipenuhi, dendanya dua setengah mas”
Dapat kita simak bahwa sekitar abad 13-14 M khususnya di bumi silunjur alam Kerinci sudah terdapat aturannya tersendiri untuk melindungi rakyatnya dari ancaman tindak pidana yang meresahkan dan membahayakan masyarakat.)-(S-AHR.01.09.21).