Mobnas Mewah, Kebutuhan?
(Adirozal dan Zainal Abidin Gunakan Innova)
Oleh : Noprizal *
Mobil dinas memang dibutuhkan oleh pejabat sebagai kendaraan operasionalnya dalam menjalankan tugas sebagai abdi masyarakat. Namun mobil dinas bukan berarti mobil mewah dengan harga yang fantastis.
Tapi itulah kenyataan saat ini, mobil dinas selalu akrab dengan kemewahan, pejabat-pejabat seolah menjadikan mobil mewah sebagai sebuah keharusan, belum merasa pejabat jika belum menggunakan mobil dinas yang mewah, kadang tak pula sesuai dengan jabatan yang diemban.
Ironi, ketika segudang persoalan rakyat disandingkan dengan sederetan aset kendaraan dinas yang dimiliki oleh pemerintah. Tak jarang ditemui di pelbagai media pemerintah daerah di saentero Jambi ini berkeluh kesah kepada pemerintah pusat mengenai ketersediaan keuangan daerah untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, namun dibalik itu semua segudang kemewahan, yang cenderung memboroskan anggaran tanpak jelas di depan mata.
Pejabat publik di Jambi hendaknya kepincut dengan aksi-aksi memikat dari pejabat ‘’nyeleneh’’ yang berhasil memikat hati masyarakat, hingga kini sejumlah pejabat di negeri ini sudah banyak yang enggan menggunakan fasilitas negara, murni ingin mengabdikan diri untuk negara, bahkan gajinya pun sama sekali tidak diambil, dan diikhlaskan untuk disumbangkan ke yayasan-yayasan sosial.
Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail misalnya, pernah membuat suatu gebrakan sindiran, dengan program Sehari Tanpa Mobil Dinas. Gebrakan tesebut dilakukan bukan hanya bertujuan untuk menghemat BBM, namun juga untuk menyindir para pejabat yang tidak lepas dari mobil dinas.
Jika Depok saja bisa melakukan aksi tersebut, kenapa tidak bisa dilakukan oleh di Jambi? Selain walikota Depok, contoh lainnya adalah Dahlan Iskan, Menteri BUMN RI, yang tidak mau menggunakan mobil dinas dan sejumlah fasilitas negara lainnya. Itu tentunya patut menjadi contoh, seandainya belum mampu seperti dua contoh diatas secara keseluruhan, cukup untuk tidak menganggarkan mobil dinas dengan harga selangit, wakil rakyat dan pejabat daerah ini sudah bisa mengurangi beban keuangan daerah.
Kebutuhan?
Jika diartikan ”kebutuhan”, adalah salah satu aspek psikologis yang menggerakkan makhluk hidup dalam aktivitasnya dan menjadi dasar (alasan) berusaha.
Pada dasarnya, manusia bekerja mempunyai tujuan tertentu, yaitu memenuhi kebutuhan. Jadi dalam pengadaan mobil dinas yang mewah di negeri ini, masih dikategorikan belum menjadi kebutuhan. Pasalnya masih banyak kebutuhan lainnya yang sangat diharapkan oleh masyarakat dari pada mengharapkan menjadi penonton lagak pejabat yang menggunakan uang rakyat.
Tentunya uang rakyat yang digunakan untuk pembelian mobil dinas dengan harga yang fantasis tersebut dinilai tidak tepat sasaran, karena lebih mendekati ke nilai-nilai pemborosan anggaran. Sebuah harapan, di Pemerintah Provinsi maupun kabupaten-kabupaten di Provinsi Jambi juga bisa menjadikan fenomena ini sebagai sebuah pelajaran yang berarti.
Gaya versus Fungsi
Oleh karena itu, anggaran yang dihemat tersebut bisa dialihkan ke biaya pendidikan, kesejahteraan masyarakat dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya.
Di saat pejabat dengan penuh gaya menggunakan kendaraan dinas, di sisi yang lain, pemerintah daerah masih saja terus menyebutkan bahwa kendaraan pemadam kebakaran masih sangat jauh dari angka cukup.
Selain itu penganggaran mobil dinas juga harus dibatasi. Tidak perlu pejabat di daerah ini menggunakan mobil dinas yang memiliki harga setengah milyar, sementara masyarakat masih menjerit dan bahkan masih ada yang kelaparan. Yang paling penting itu mobil dinas yang fungsional. Mulailah menjadi pelopor agar anggaran bisa dialihkan ke kebutuhan masyarakat, dan pejabat akan mendapatkan nilai positif dari masyarakat.
Selama mentalitas pejabat bangsa ini “selalu ingin dipuji, dihormati” maka ukuran prestise baginya bukan terletak pada kinerja tapi terletak pada symbol-simbol kekuasaannya, tanpa menyadari bahwa kekuasaan itu sendiri adalah “simbol”. sehingga tidaklah heran yang menjadi prioritas adalah “performance budget” yang tidak jarang pula mengenyampingkan prioritas utama yaitu mensejahterakan rakyat, yang akibatnya rakyat tetap miskin karena tidak terpenuhinya akses-akses kesejahteraan, sehingga sampai kapanpun kalau mentalitas pejabat-pejabat kita seperti ini, maka rakyat hanya akan menjadi komoditi empuk politik praktis. dan jika demikian adanya maka penguasa-penguasa kita telah menerapkan teori kepemimpinan yang tidak baik.
Dalam sejarah Islam hanya khalifah Umar bin Abdul Aziz lah yang mampu melepaskan fasilitas kenegaraannya walaupun sebagai khalifah (sekelas presiden) ketika ada tamu negara yang datang untuk berkonsultasi mengenai masalah pribadi, maka lampu yang ada ruang pribadinya dimatikan, dan konsultasi dilakukan bergelap-gelapan tanpa lampu, karena prinsip beliau adalah lampu tersebut adalah fasilitas negara, sedangkan yang dibicarakan masalah pribadi, jadi untuk itu, kita membutuhkan pejabat-pejabat negara yang bermental seperti Umar bin Abdul Aziz yang harus melepaskan fasilitas jabatan setelah selesai jam dinas, pertanyaannya bisa atau tidaknya pejabat kita?.
Mobil Dinas Juga Jangan Disulap
Hingga saat ini, masih banyak mobil dinas yang digunakan untuk kepentingan pribadi. Tidak pula jarang ditemukan mobil dinas yang seyogyanya menggunakan nomor polisi warna merah, disulap menjadi kendaraan dinas bernomor polisi hitam, padahal tidak memiliki surat izin resmi dari pihak kepolisian. Fenomena miris ini sangat mudah ditemukan, pelakunya bukan pejabat rendahan, bahkan melibatkan petinggi-petinggi daerah ini.
Lantas bagaimana solusinya? Pemberian logo pada setiap kendaraan dinas menurut penulis patut dilakukan. Selain untuk memudahkan pemantauan terhadap keberadaan aset bergerak suatu daerah, diberikannya logo pada setiap kendaraan dinas juga akan memiliki dampak positif lainnya.
Diantaranya adalah tidak akan mungkin ada pejabat menggunakan mobil dinas untuk kepentingan non kedinasan. Jika selama ini nomor polisi bisa diganti dalam sekejap, namun berbeda halnya dengan logo pemerintah, yang tidak bisa dilepas dan dipasang dalam sekejap mata.
Selain itu sanksi juga harus diberikan kepada pejabat yang menggunakan mobil dinas benar-benar harus diterapkan. Sanksi yang dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku yang sudah sangat jelas merugikan keuangan daerah dengan menggunakan fasilitas negara atau daerah untuk kepentingan pribadi. Untuk apa beli mobil dinas dengan harga fantastis, jika digunakan untuk kepentingan pribadi.
Pemimpin adalah teladan, Wako dan Wawako Jambi sudah memberikan teladan dengan mengendarai mobil yang tidak begitu fantastis jika dibandingkan dengan wako dan bupati lainnya di Provinsi Jambi ini, malahan berani memasang merk Kota Jambi, meski para pembantunya masih banyak yang belum mampu mengikutinya. Begitu juga dengan Bupati dan Wakil Bupati Merangin yang menggunakan kendaraan yang sama dengan Wako Jambi tersebut. Semoga ini bisa dijadikan contoh bagi Pemerintah daerah lainnya demi kemakmuran rakyat.
Adirozal – Zainal Abidin Gunakan Innova
           Bupati dan Wakil Bupati Kerinci, DR. H. Adirozal, M.Si dan Zainal Abidin, SH, MH, ternyata memilih menggunakan mobil Kijang innova sebagai kendaraan dinasnya saat ini.
Meski belum ada keterangan resmi apakah Bupati dan Wakil Bupati Kerinci tersebut akan menggunakan kendaraan dinas jenis kijang innova atau tidak, namun yang jelas kesederhanan yang ditampilkan di saat pelantikan Selasa (04/02/2014) sudah mengobati luka rakyat yang selama ini merasakan jarak yang terlalu jauh dengan pemimpinnya. Semoga Adirozal dan Zainal Abidin bisa memimpin Kerinci dengan gaya yang sederhana, mementingkan pembangunan dari pada gaya pribadi.
- Anggota KDC dan Pelanta, Tinggal di Jambi