opini

Perlu diabadikan Pusat Musyawarah Adat Hamparan Besar Tanah Rawang

Perlu diabadikan Pusat Musyawarah Adat Hamparan Besar Tanah Rawang

Oleh : Budhy vj

Dimasa lalu Hamparan Besar Tanah Rawang memiliki peran yang sangat strategis dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat yang ada di alam Kerinci.

Penulis buku sejarah dan Kebudayaan suku Kerinci BJ Rio Temenggung mengemukakan hal ini dalam diskusi budaya bersama anggota sanggar seni Incung alam Kerinci belum lama ini di umah uhang empat jenis , berdasarkan hasil diskusi bersama sejumlah tokoh tokoh adat dan budayawan di alam Kerinci pada intinya dapat disimpulkan bahwa “ Hamparan Besar Tanah Rawang” berfungsi sebagai balai musyawarah tertinggi untuk wilayah Tigo di Mudik, Empat dengan Rawang, dan Tigo di Hilir Empat dengan Rawang.

Dan karena fungsinya maka Depati Duo Nenek yang menghuni Kemendapoan Rawang mendapat kehormatan dari segenap Depati dan Pemangku-pemangku adat sealam Kerinci sebagai tuan rumah ,Melihat letaknya yang strategis berada di tengah tengah alam Kerinci dan pemukiman masyarakatnya yang berada di pinggir sungai maka dapat dipastikan pada masa lalu dan hingga masa kini kehidupan masyarakatnya secara sosial dan budaya hidup dalam suasana aman dan makmur, pada masa lalu tidaklah mungkin jika negerinya kacau dan rakyatnya miskin dapat melayani para tamu tamu yang berasal dari Hulu dan Hilir alam Kerinci.

Dalam kontek kekinian secara Undang undang ke tatanegaaan Sakti Alam Kerinci telah di mekarkan menjadi dua daerah otonom, yakni Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci – akan tetapi secara kultur, budaya dan adat istiadat masyarakat yang berada di dua daerah otonom (Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci) merupakan masyarakat yang memiliki satu kesatuan adat dan kebudayaan yang sama.

Dengan demikian telah jelas dan dan dapat dipahami secara bersama bahwa Hamparan Besar Tanah Rawang memiliki peran yang sangat besar dalam mempersatukan masyarakat di seluruh penjuru alam Kerinci dan merupakan tempat pertemuan Tuanku Inderapura saat mengunjungi alam Kerinci dan Hamparan Besar Tanah Rawang merupakan tempat sidang Paripurna seluruh Depati depati dan Pemangku pemangku adat se alam Kerinci dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang tidak dapat diselesaikan oleh Depati Tigo di Mudik Empat Tanah Rawang, Depati 3 di Hilir Empat Tanah Rawang.

Khusus bagi Para Depati Tigo di Mudik yang akan memasuki Hamparan Besar Tanah Rawang harus melewati dan singgah di Koto Baru (Depati Singolago)Peserta Musyawarah Besar di Hamparan Besar Tanah Rawang(Seminar Adat –Islamic Centre ,05 Juli 2001) adalah Seluruh Depati IV-8 Helai kain Tiga di Hilir Empat Tanah Rawang, Tiga di Mudik Empat Tanah Rawang, Para Depati Empat – 8 Helai kain, Pemangku yang lima, Manti yang empat, Kiyai bertujuh, ninik mamak yang sepuluh, Suluh Bindang Alam Kerinci Sungai Penuh, utusan Tanah Sekudung Siulak, utusan tanah Kadipan Sandaran Agung, utusan Kelambu Rajo di Lolo dan dihadiri oleh undangan kehormatan yaitu Payung Panji Alam Kerinci

Secara umum para Depati –depati dan para pemangku adat seluruh alam Kerinci (Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh) sependapat bahwa Hamparan Besar Tanah Rawang, merupakan sebuah Hamparan Besar yang disepakai seluruh Depati-depati IV- 8 Helai kain sebagai tempat musyawarah para Pemangku adat se alam Kerinci. dan di Hamparan Besar Tanah Rawang terdapat rumah Tuanku Inderapura yang berada di Kampung Dalam.

Status Hamparan Besar Tanah Rawang, menurut bukti bukti peninggalan sejarah menyebutkan status Hamparan Besar Tanah Rawang berstatus lebih Besar, dan ditinggikan setingkat derajatnya dari rumah gedang, rumah adat, rumah pusko yang ada di di setiap dusun dusun (neghoi) yang ada di alam Kerinci, dan Hamparan Besar Tanah Rawang merupakan tempat musyawarah (Rapat Paripuna) seluruh Depati IV-8 Helai kain se alam Kerinci.

Dengan demikian jelas bahwa status Hamparan Besar Tanah Rawang tidak hanya tempat musyawarah dari Depati Empat-Delapan Helai kain saja, akan tetapi juga berfungsi sebagai tempat pertemuan/ musyawarah seluruh Depati Alam Kerinci, baik Depati IV- 8 Helai Kain, maupun Depati Empat – Tiga helai kain, Pegawai Rajo, Pegawai Jenang, Pemangku Nan Limo, Manti yang Empat, para Kiyai dan Ninik mamak suluh bindang,dll

Musyawarah pada prinsipnya membicarakan dan menyelesaikan masalah masalah yang urgen yang menyentuh kehidupan masyarakat se alam Kerinci. Hamparan Besar Tanah Rawang merupakan ajang Silaturahmi , Media komunikasi inter aktif antar Depati dan para pemangku adat guna membicarakan dan menyelesaikan kemaslahatan masyarakat se alam Kerinci, Hamparan Besar Tanah Rawang adalah milik bersama dan nilai nilai adat dan budaya diakui dan menjadi milik bersama masyarakat se Alam Kerinci.

Hamparan Besar Tanah Rawang merupakan perpaduan Syarak dengan Adat, Adat di pegang oleh Depati IV-8 Helai kain,Syarak dipegang oleh Kiyai Nan Batujuh (Depati Nan Bertujuh).

Peran dan Fungsi lainnya, Hamparan Besar Tanah Rawang pada balai membujur bergonjong dua membahas surat lipat, surat penggal, surat berekor, surat berkepala dari Inderapura (tahun 1888).Dari fakta sejarah tersebut jelaslah status Hamparan Besar Tanah Rawang sangat berperan dalam menyatukan Persepsi,Visi,Misi Adat alam Kerinci.

Fungsi dan Peranan Hamparan Besar Tanah Rawang dapat di manfaatkan untuk upaya pelestarian nilai nilai budaya dan kearifan lokal masyarakat alam Kerinci, untuk jangka panjang jika dibangun dapat dijadikan sebagai gedung “Musium” tempat menyimpan dan merawat benda budaya Suku Kerinci dan pusat kajian kebudayaan serta “Vistor Center” Sejarah Kebudayaan Suku Kerinci.

“Balai” membujur bergonjong dua pada Hamparan Besar Tanah Rawang merupakan pusat Pemerintahan Adat dan Syarak, Hamparan Besar Tanah Rawang merupakan asset milik bersama segenap masyarakat Suku Kerinci.

Pada era otonomi daerah, Hamparan Besar Tanah Rawang diharapkan dapat menjadi “simbol pemersatu” dan “perekat” masyarakat suku Kerinci yang saat ini mendiami dua daerah otonum Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci. kita berharap agar Pemerintah Kota Sungai Penuh dan Pemerintah Kabupaten Kerinci untuk duduk bersama memikirkan kembali upaya untuk mengabadikan peran dan dan fungsi “Hamparan Besar Tanah Rawang” dalam rangka membentuk, melestarikan masyarakat Suku Kerinci yang lebih ber adat dan ber adab.

Meski secara administrasi ke tatanegaraan alam Kerinci saat ini telah menjadi dua daerah otonom bahkan bisa dikembangkan dan dimekarkan menjadi beberapa daerah otonom baru, akan tetapi secara adat dan kebudayaan suku Kerinci tetap memiliki akar rumpun yang sama dan tidak akan dapat saling dipisahkan.

Mesti harus di akui bahwa belakangan ini nilai nilai budaya di alam Kerinci semakin tergerus dilanda globalisasi dan modernisasi, beragam nilai nilai dan benda budaya mulai terkubur dan sebahagian telah terkubur dalam pusaran peradaban zaman, kebudayaan suku Kerinci yang mulai terdistorsi lambat laun jika tidak segera di sikapi secara bijaksana dikhawatirkan generasi muda alam Kerinci akan tercerabut dari nilai nilai dan akar budaya yang dengan susah payah telah digali dan dirawat oleh nenek moyang Suku Kerinci.

Dalam rangka mendorong dan memajukan pembangunan di alam Kerinci, Peranan pemangku adat menempati posisi yang strategis dalam menegakkan citra dan wibawa adat. Pemangku adat merupakan benteng utama dalam menghadapi bermacam gangguan dan ancaman yang dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat alam Kerinci yang sejak masa lalmpau telah dikenal memiliki kebudayaan yang luhur.

Pemangku adat kedepan diharapkan dapat memahami dan menghayati tugas dan kewajibannya, sebagaimana diketahui bahwa pegangan pemangku adat, ialah menggan mutuh, makan ngabih, bekato bena,bejalan luruh, menghukum adil, tidak ada anak kandung anak tiri serta megang lantak dengan idak guyah, kait dengan idak skah, tali dengan idah putuh, Cermin dengan idak kabu, megang terupung yang amat teruh menerupung anak buah anak kemenakan di dalam negeri, yang masuk petang ngelua kepagi, dimato jangan dipicing, di perut jangan di kempis, di lantai jangan besaninjek,di papan jangan berentak

Bupati Kerinci Dr.H.Adirozal dalam perbincangan dengan penulis mengemukakan,masyarakat di alam Kerinci sejak ratusan tahun yang silam telah memiliki pola tatanan kehidupan kemasyarakatan yang beradat.

Dalam menyelesaikan berbagai persoalan antara anak kemenakan di dalam negeri hendaknya lebih mengedepankan pendekatan adat melalui prinsip berjenjang naik bertanggo turun, yaitu melalui lembaga atau dikenal juga d engan penyelesaian oleh tengganai, ninik mamak dan depati sebagaimana adat mengatakan rumah bertengganai kampung betuo,luak bepenghulu,negeri sekato Batin, alam se kato Rajo

Tugas dan kewajiban para pemangku adat adalah mengarah, mengajun, memapah membimbing, menghilo membentang, keruh di jernih, kusut di selesai, silang di patut, renggang disusun, apabila timbul silang selisih haruslah menghukum adil seperti tibo di mato jangan dipicing, tibo diperut jangan di jangan singinjek, kempih, tibo dipapan jangan berentak, tibo di duri jangan singinjek ,bukato jangan ngulung lidah,bejalan jangan ngenjen kaki.

Para pemangku adat terutama yang masih muda usia diharapkan dapat memahami tugas dan kewajibannya, Pemangku adat juga harus memahami”Sko Tigo Takah” dan memahami hukum Syara’, dengan demikian diharapkan setiap keputusan yang diambil tetap berdasarkan kata kata adat yakni, Adat bersendi Syarak, Syarak bersendi Kitabullah, dan setiap keputusan yang diambil benar benar dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat luas terutama kepada Allah.SWT

Para Pemangku adat pada prinsipnya berharap agar Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci dan Pemerintah Kota Sungai Penuh DPRD Kabupaten Kerinci dan DPRD Kota Sungai Penuh untuk mengambil inisiatif membangun Monumen “Rumah Bagonjong Duo” di Hamparan Besar Tanah Rawang, sebagai munomen sejarah dan simbol bahwa rakyat suku Kerinci merupakan satu kesatuan masyarakat adat.

Dengan dibangun Rumah adat” Rumah Bagonjong Duo” di Hamparan Besar Tanah Rawang, diharapkan gedung ini dapat difungsikan sebagai tempat pertemuan para Depati – Pemangku adat se alam Kerinci dan bangunan ini dapat sekaligus di fungsikan sebagai Musium Benda Budaya /Benda Pusaka(Pedandan) Suku Kerinci.

Untuk membiayai pembangunan Munumen dan Gedung Musyawarah Adat Alam Kerinci, Pemerintah atas persetujuan masyarakat( DPRD) dapat memanfaatkan sisa dana Gempa Bumi tahun 1995 dan menganggarkan dana APBD II serta menggalang dana masyarakat luas yang ada di daerah dan yang berada di seluruh kepulauan Nusantara.

Penerima PIN Emas dan Anugerah Kebudayaan Tingkat Nasional Budhi Vrihaspathi Jauhari berharap agar Pemerintah Kabupaten Kerinci dan Pemerintah Kota Sungai Penuh dan segenap masyarakat adat se alam Kerinci untuk tetap mempertahankan Peran dan Fungsi Harapan Besar Tanah Rawang, dan kedepan perlu dirumuskan dan disepakati secara bersama untuk mengangkat dan merawat kembali Peran” Majelis Kerapatan Adat se Alam Kerinci”.dan daerah daerah otonum yang tergabung di dalam Lembaga Kerapatan Adat alam Kerinci, dapat membentuk Lembaga Kerapatan adat alam Kerinci Kota Sungai Penuh dan Lembaga Kerapatan Adat alam Kerinci Kabupaten Kerinci.

Dari sudut pandang adat dan Kebudayaan, suku Kerinci merupakan suku melayu tertua dan salah satu suku asli yang ada di Propinsi Jambi.secara adat dan Kebudayaan Suku yang mendiami Lembah alam Kerinci telah memiliki adat dan Kebudayaan sendiri.

Dampak kemajuan zaman dan globalisasi ,melahiran berbagai sudut pandang politik dan ekonomi, dan mempertahankan kebudayaan dan adat merupakan solusi untuk menyatukan hubungan emosional dan kebudayaan yang telah lahir dan terjalin sejak ber abad abad yang silam.

Secara pribadi saya menghimbau agar Walikota Sungai Penuh Prof.Dr.H.Asafri Jaya Bakri,MA untuk segera mewujudkan pembangunan simbol pemersatu masyarakat adat se alam Kerinci dengan membangun Rumah Budaya yang juga dapat di fungsikan sebagai rumah gedang tempat permusyawatan adat se alam kerinci.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button