Pernyataan Antri Iskandar Tentang Buku Incung Terlalu Tendesius
Kerincitime.co.id, Sungai Penuh – Pernyataan Antri Mariza Qadarsih,S. Sos Dosen STAI Kerinci yang juga Putri Iskanda Zakaria yang dimuat pada Media On Line Kerinci News tanggal, 11 April 2014 dengan judul “Keluarga Iskandar Zakaria Protes Isi Buku Mengenal Aksara Incung sangat tendesius, emosional dan kekanak – kanakkan.
Secara Pribadi dan selaku penyusun buku Budhi sangat menghargai kritikkan dan semua masukkan yang disampaikan siapa saja yang menyangkut buku buku yang saya tulis termasuk buku mengenal aksara Incung, hanya saja sebagai seorang sarjana yang mengaku berbudaya sebaiknya pernyataan yang disampaikan menggunakan adab dan sopan santun, “apalagi Antrikan seorang guru, Dosen dan Putri seorang yang konon seorang Maestrpo Budayawan terkenal Iskandar Zakaria, Saya saja sangat menghargai dan sangat menghormati ayahanda beliau yang saya anggap orang tua sekaligus sebagai guru besar budaya” katanya.
Saya mengakui bahwa buku Mengenal Aksara Incung yang ia terbitkan dengan dana pribadi itu memang masih jauh dari sempurna, minimnya literatur dan minimnya buku resmi yang diterbitkan tentang mengenal Aksara Incung Suku Kerinci Daerah Jambi merupakan kendala utama bagi saya untuk mengangkat peninggalan peradaban dan kebudayaan suku Kerinci termasuk Aksara Incung.
Mesti diakui bahwa apapun bentuk buku yang dikarang pasti tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, dan kekurangan itu masih bisa diperbaiki dan disempunakan, “hanya Al Qur’an dan hadist Nabi yang tidak bisa di tinjau ulang atau di Revisi, hanya saja untuk sebuah penyempurnaan kita memerlukan data dan bukti yang lebih valid, bukan asal bunyi” katanya.
Khusus mengenai Aksara Incung Suku Kerinci, ia tidak pernah berguru kepada Bapak Iskandar Zakaria, dan Bapak Iskandar Zakaria tidak pernah memberikan buku atau diktat tentang aksara Incung Kepadanya, dan ia akui untuk melengkapi data dan literatur ia pernah melakukan wawancara pembanding seputaran aksara Incung suku Kerinci yang nyaris Punah, dan nama Bapak Iskandar tetap ia cantumkan dalam buku dan beliau termasuk salah satu nara sumber, tapi nara sumber bukan hanya beliau saja ada 20 orang tokoh yang ia wawancarai dan dari 23 Nara Sumber termasuk Bapak Iskandar Zakaria dicantumkan sebagai nara sumber nomor urut 4 dari 23 orang nara sumber yang dicantumkan.
Mengenai isi buku yang susun dan terbitkan itu bukan menjadi urusan dan bukan kapasitas Antri Iskandar untuk mengkritisi, memang siapa saja boleh mengkritik dan memberikan masukkan, akan tetapi kritikkan yang disampaikan hendaknya menggunakan akal sehat dan mengedepankan adab, apalagi Antrikan seorang Guru Budaya, semestinya jika ada yang salah atau belum tepat disampaikan dengan menggunakan bahasa yang santun karena buku ini menyangkut budaya,b erbeda pandangan dan tafsiran boleh boleh saja, di dunia ini Hanya Al Qur’an dan Hadist Muttawatir yang tidak dapat di robah, pendapat boleh saja berbeda, akan tetapi sebagai seorang guru budaya semestinya Antri Mariza Qadarsih,S.Sos menjadi panutan yang di gugu dan ditiru bukan bersikap ke kanak kanakkan, silahkan kritik habis habisan, tapi gunakan nalar akal sehat dan kritiklah isi buku bukan orang yang terlibat menulis buku.
“Buku itu sudah 1,5 tahun terbit, dan baru sekarang di kritik oleh Antri Mariza Qadarsih, saya pernah mengundang dialog budaya, tapi Pak Iskandar berhalangan hadir, terakhir saya mengundang budayawan dan beberapa perguruan Tinggi yang ada di Kerinci, beliau pun juga juga tidak datang,jika ada yang salah kritiklah dalam forum, bukan bicara seenak perut” tegasnya.
Semestinya Kritikkan disampaikan didepan Forum Resmi agar jelas dan terang benderang, bukan lansung membuat statemen yang tak jelas juntrungannya, yang benarpun akan ditafsir salah jika disampaikan secara kekanak – kanakkan.
Masalah nara sumber, jika keberatan silahkan sampaikan dengan baik – baik, data yang ada pada Budi belum tentu benar semuanya, apalagi data yang ada pada Antri Mariza Qadarsih yang baru kemaren sore belajar dan menjadi guru budaya. Referensi dan wawancara budi dengan tokoh dan budayawan lengkap, “jika ingin tahu silahkan datang kerumah, atau undang saya kerumah agar kita bisa berdiskusi untuk saling memberikan masukkan untuk penyempurnaan isi buku, bukan dengan cara membuat stamen di media”katanya.
Yang saya tahu sejak saya mempelajari Aksara Incung, ia belum pernah melihat buku atau diktat yang ditulis atau di terbitkan oleh Bapak Iskandar Zakaria, kalaupun ada ia belum pernah mendapatkan buku itu, “semestinya jika beliau punya buku atau Makalah tentang Aksara Incung tolong disampaikan agar data menjadi jelas dan benar” ternagnya.
Mengenai sumber penelitian aksara Incung, hampir semua orang yang mengaku Pakar Incung belajar dengan kata Budi, kakenya yang bernama KH. Abdul Kadir Djamil (alm) beliau seorang budayawan, pemangku adat dan salah satu nara sumber peneliti Belanda Voorhovve yang meneliti aksara Incung di Kerinci, dan budi banyak memiliki data dan tulisan tentang incung yang diperoleh dari kakeknya dan beberapa orang budayawan diantaranya Bapak. Depati. H. Amirudddin Gusti, Bapak Depati. H. A. Norewan, BA (alm) Bapak Depati. H. Alimin dan saya sempat belajar dengan Bapak Depati.H.Hasril Meizal.
“Dan saya akui, bahwa saya tidak pernah belajar dan tidak pernah meminta buku Incung pada Bapak Iskandar Zakaria, beberapa kali saya sempat berdiskusi dan melakukan wawancara dengan beliau tentang Sejarah Incung untuk keperluan penulisan berita dan sebagai salah satu nara sumber bagi saya untuk menulis buku Mengenal Aksara Incung”ternagnya.
Mengenai tulisan tulisan Bapak Prof.DR.H.Amir Hakim Usman, Budi mengakui memiliki data termasuk data dari Musium dan Perpustakaan Nasional dan Balai Bahasa Pusat dan ia tidak memiliki kewenangan untuk menilai karya karya dan tulisan orang lain.
Mengenai Plagiator yang di tuduhkan oleh Antri Mariza Qadarsih, mari kita buktikan dulu, siapa yang plagiator dan mencontek, pernyataan itu itu sangat naif, tendensius, dan sentimen pribadi yang telah menonjol, sejak akhir abad ke ke XIX aksara Incung tidak digunakan lagi oleh masyarakat suku Kerinci, masyarakat beralih ke aksara Arab Melayu, Sebelum Iskandar Zakaria mempelajari Aksara Incung hanya ada beberapa orang asli suku Kerinci yang dapat menulis dan memahami aksara Incung, diantaranya tercatat nama KH. Abdul Kadir Djamil, M. Kabul Ahmad Dirajo, periode berikutnya terdapat nama Depati H. Amiruddin Gusti, Depati.H.A.Norewan,BA, (alm), Depati.H.Alimin, Iskandar Zakaria.
Depati.H. A. Norewan, BA (alm), dalam buku sederhana yang diterbitkan 3 Januari 1999 menyebutkan bahwa beliau mempelajari dan menulis serta memahami aksara Incung setelah beliau mempelajari aksara Incung pada KH.Abdul Kadir Djamil sebagai Penggali Aksara Incung pada tanggal 17 maret 1974, “bahkan Bapak Iskandar Zakaria pun juga mempelajari aksara Incung dari kakek saya KH.Abdul Kadir Djamil” kata Budi.
Sumber resmi menyebutkan tulisan rencong Kerinci, abjad dan tulisan itu ada di dalam buku W.Marsden yang dikeluarkan di London tahun 1834, abjad itu diperoleh tshun 1811- dan tahun 1834,dan sekitar tahun 1825 masih ada orang Kerinci yang memahami tulisan itu, dan sampai akhir abad ke XX hanya terdapat sekitar 5- 7 orang yang dapat menulis dan memahami aksara Incung, sebagian dari mereka mempelajari Aksara itu pada kakek penulus KH.A.Kadir Djamil, dengan demikian Iskandar Zakaria bukanlah peneliti dan penggali Aksara Incung pertama, memang beliau pernah mewacanakan untuk menyempurnakan aksara Incug sesuai dengan selera beliau, akan tetapi ditolak oleh sebagian besar para pemerhati dan peneliti Aksara Incung yang ada di alam Kerinci.
“Bapak Iskandar Zakaria bukanlah penemu aksara Incung, beliau juga meniru dan menyalin aksara incung yang sudah dibuat oleh nenek moyang orang suku Kerinci, apakah ini bisa juga disebut sebagai plagiator? Masalah tim penyusun, tim editor dan kurator yang saya cantumkan itu bukan uruan Antri Mariza Qadarsih” tegasnya.
Jika dalam buku yang disusun dan diterbitkan terdapat kesalahan dan kekurangan itu adalah yang wajar, karena sebelum ini tidak ada buku mengenai Aksara Incung yang diterbitkan secara Nasional, “kalaupun ada yang salah atau keliru dan belum lengkap, mari kita sempurnakan bersama jika kita benar benar mau menggali dan merawat Budaya Suku Kerinci, dan jika buku saya dianggap salah silahkan antri tulis dan terbitkan buku karya sendiri, jangan menyalah nyalahkan karya orang lain,sementara Antri dan Bapaknya sendiri belum pernah menulis dan menerbitkan buku tentang aksara Incung suku Kerinci daerah Jambi” katanya.
Sebagai orang yang menghargai hasil kebudayaan nenek moyang sendiri, ia mencoba untuk tidak mencari cari kesalahan orang lain, “walaupun banyak tahu tentang kesalahan dan kelemahan orang lain, tapi tak elok lah kita membeberkan kesalahan orang lain, padahal kita sendiri belum tentu tidak berbuat salah” katanya.
Jujur saja, sebagai anak Kerinci, ia sangat bangga dengan Bapak Iskandar Zakaria yang tekun merawat peninggalan peninggalan budaya suku Kerinci, meski harus pula diakui sebagai manusia tentu beliau juga tak lepas dari khilaf dan alpa, “apakah kekurangan yang ada disetiap diri kita ekspos kedunia luas ? Marilah kita mencoba belajar untuk menghormati sekecil apapun pengabdian yang dilakukan orang lain” terangnya.(budi)