Pokir Dewan adalah Teknik Menggasak APBD, Menggurita ke Semua OPD
Kerincitime.co.id, Berita Kerinci – Apa itu pokir DPRD? Secara sekilas istilah pokir tercantum pada Pasal 55 huruf (a) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010. Salah satu tugas Badan Anggaran DPRD “memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD kepada kepala daerah dalam mempersiapkan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah paling lambat 5 (lima) bulan sebelum ditetapkannya APBD”.
Ketentuan ini harus dibaca sebagai berikut: (1) penyampaian pokir DPRD adalah tugas Badan Anggaran (Banggar) DPRD sebagai salah satu alat kelengkapan DPRD. Hanya Badan Anggaran DPRD yang memiliki tugas ini; (2) disampaikan kepada kepala daerah. Karena tidak ada ketentuan yang berbunyi pemerintah daerah atau kepala daerah atau yang mewakilinya, maka penyampaian pokir disampaikan langsung kepada kepala daerah; (3) sebatas saran dan pendapat.
Dalam konteks hukum, saran dan pendapat tidak bersifat mengikat atau suatu keharusan untuk dilaksanakan. Banggar DPRD menyampaikan saran dan pendapat kepada kepala daerah, keputusan menerima atau menolak saran dan pendapat itu ada sepenuhnya pada kepala daerah; dan (4) disampaikan paling lambat 5 (lima) bulan sebelum APBD ditetapkan.
Meskipun demikian apa yang dimaksud dengan bagaimana mekanisme penyusunan dan penyampaian pokir DPRD, tidak dijelaskan secara terperinci dalam PP 16/2010. Disinilah letak terjadinya multi tafsir penerapan pokir DPRD tersebut.
Jika demikian pokir DPRD sesungguhnya adalah nomenklatur yang mirip dengan “penjaringan aspirasi masyarakat”. Sebagaimana pernah tercantum dalam PP 1/2001 dan PP 25/2004 yang pada pokoknya menyatakan anggota DPRD mempunyai kewajiban menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat. Hanya kemudian PP 16/2010 menegaskan bahwa “aspirasi masyarakat” berbentuk pokir DPRD tersebut menjadi tugas Banggar DPRD menyampaikannya kepada kepala daerah.
Lantas apakah pokir Dewan tersebut otomatis menjadi paket proyek bagi Dewan itu sendiri, ini yang menjadi persoalan saat ini.
Diasumsikan bahwa pokir adalah hak anggota DPRD karena berasal dari laporan hasil reses di masing-masing daerah pemilihan. Anggota DPRD melakukan “penitipan proyek” di RAPBD baik secara perserorangan maupun lewat komisi atas nama pokir DPRD. Pembahasan RAPBD antara Komisi DPRD dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) berujung pada usulan proyek tertentu dengan mengatasnamakan pokir DPRD. Padahal ketentuannya, pokir DPRD merupakan tugas Banggar untuk menyampaikannya.
Dalam perkembangannya pokir berubah wujud pada dana jenis-jenis kegiatan atau disebut dana pokir. Titik tekannya pada dana, bukan pada pokir. Melihat aturan penyampaian pokir 5 (lima) bulan sebelum penetapan APBD, masih dalam tahapan pembahasan RKPD (Rencana Pembangunan Tahunan Daerah) hingga pembahasan Kebijakan Umum APBD (KUA). Dimana belum bicara tentang jenis-jenis kegiatan dan satuan harga. Jenis-jenis kegiatan dan satuan harga baru terjadi pada tahap pembahasan RKA-SKPD. Tapi prakteknya, saat pembahasan RKA-SKPD inilah dana pokir disusupkan. Karena jenis kegiatan sudah jelas berupa angka-angka nominal.
Dari hasil investigasi majalah Tempo, pokir merupakan ladang duit bagi anggota dewan. “Anggota Dewan itu hidup dari pokir” kata sumber di DPRD.
“Intinya, ini urusan perut,” ucap dia. Praktek semacam ini sebenarnya sudah berlangsung lama. Dana pokir berkisar diangka Rp 250 juta per judul. Masing-masing anggota DPRD dapat mengajukan hingga puluhan judul pokir.
Kasus Pokir ini berlaku di Kabupaten Kerinci, unsur pimpinan dan anggota DPRD Kerinci saat ini seperti tak terbendung lagi menjalar ke seluruh OPD (Organisasi Pemerintah Daerah) lingkungan Pemkab Kerinci di Provinsi Jambi.
Parahnya, berkedok Pokir Dewan, Dinas dan Bidang di Dinas Pemkab Kerinci menjadi sarang empuk bagi oknum-oknum dewan menjalankan aksi merebut paket proyek yang tak ubah seperti profesi kontraktor.
Lebih ironis, Paket Proyek fisik tidak hanya digerogoti di satu Dinas Instansi saja, bahkan menurut beberapa sumber Dinas beberapa oknum Dewan Kerinci menitipkan Pokir dari 4 paket hingga 7 paket proyek.
Dari informasi yang dihimpun di beberapa Dinas, Bidang dan beberapa orang Rekanan, menyebutkan kalau paket proyek fisik dominan dikuasai oleh anggota Dewan dan unsur pimpinan DPRD.
“Memang betul paket proyek banyak diambil Dewan dengan alasan Pokir, wajar kontraktor terjepit mendapatkan jatah kue proyek di Dinas lingkungan Pemkab Kerinci, Kita berharap keabsahan paket-paket Pokir yang terus menggerayangi Bidang dan seluruh OPD atau Dinas oleh Dewan dapat diusut secara hukum dan jelas payung hukumnya,”ungkap sumber. (red)