Pariwisata/Budaya

Pemuna Model pendidikan agama Islam di Pulau Tengah Kerinci Oleh:Budhi Vrihaspathi Jauhari

Masyarakat suku Kerinci sejak akhir abad ke 16 sebagian besar telah memeluk agama Islam,kehadiran dakwah agama Islam yang dilakukan oleh para ulama tidak serta merta melenyapkan nilai nilai kepercayaan tradisi masa lampau .

Dari catatan sejarah dan bukti bukti di dalam Tambo dan Naskah Undang Undang Tajung Tanah menyebutkan bahwa ,sebelum datangnya pengaruh dari luar, masyarakat suku Kerinci telah mengembangkan kebudayaannya sendiri termasuk dalam kepercayaan, Berbagai bentuk peninggalan masa purba terutama tinggalan masa megalithikum berupa batu besar yang digunakan sebagai tempat pemujaan pada masa lalu dapat kita temui diberbagai tempat di alam Kerinci terutama di daerah perbukitan disekitar danau Kerinci,dari tinggalan sejarah itu dapat kita ketahui bahwa orang suku Kerinci telah mengembangkan kepercayaan animisme dan dinamisme ini dengan berbagai bentuk upacara pemujaan.

Dalam kepercayaan orang suku Kerinci dimasa lalu disebutkan bahwa orang suku Kerinci di masa lalu memuja roh nenek moyang serta kekuatan alam,dimasa lalu nenek moyang orang suku Kerinci sangat menghormati roh nenek moyang dan sekaligus juga ditakuti.Menurut kepercayaan dimasa itu untuk keselamatan mereka, agar roh roh tidak mengganggu dan memberikan perlindungan kepada anak cucu mereka mengadakan berbagai acara ritual pemujaan dengan melibatkan segenap lapisan masyarakat serta berbagai cabang budaya yang mereka miliki meliputi seni musik,tari,sastra dan seni rupa.dan dimasa kini masih sering kita jumpai acara ritual peninggalan masa lalu seperti tari asyek.

Dengan masuknya agama Islam di alam Kerinci membawa perubahan yang cukup drastis dalam perkembangan kebudayaan terutama dalam bidang musik rakyat.Para pemimpin Depati-depati dan Ninik mamak yang berkuasa di alam Kerinci pada waktu itu telah memeluk agama Islam bukannya menghancurkan dan menghilangkan berbagai bentuk ungkapan budaya dan kebiasaan yang sudah ada, akan tetapi mereka memanfaatkan budaya tersebut sebagai alat yang ampuh dalam pengembangan agama Islam.

Kebiasaan atau tradisi yang telah ada di tengah masyarakat dimanfaatkan disamping untuk menjaga keutuhan dan persatuan juga digunakan untuk memudahkan pendekatan dalam penyiaran agama Islam. Pada masa inilah masuknya unsur unsur kebudayaan Islam yang dikemudian hari menjadi bagian terpenting dari kebudayaan Kerinci. Para depati tidak hanya sebagai pemimpin adat dan pemerintahan, tetapi ia juga sebagai pemimpin agama dalam arti yang sebenarnya, melalui tangan para depati inilah perubahan perubahan berbagai aspek budaya berlansung.

Untuk mengurangi secara berangsur angsur ritual yang dianggap bertentangan dengan agama Islam maka tradisi yang lama dipelihara seperti pesta pesta adat dikuatkan daya tariknya dengan paradigma baru, demikian juga demikian kebiasaan lama seperti memelihata benda benda pusaka, musik, tari, dan sastra yang melekat dengan upacara yag melibatkan seluruh strata masyarakat dalam penyelengaraannya keberadaannya tetap dipertahankan, akan tetapi syair syair atau lagu lagu yang ditujukan kepada roh roh nenek moyang maupun alam di alihkan fungsinya menjadi pujian kepada ALLAH.SWT, dan Rasul atau pujian kepada pemimpin. Pengalihan fungsi dan ungkapann dan pujian dapat ditelaah dari syair lagu pra Islam dengan lagu transisi yang digunakan dalam berbagai bentuk upacara adat.

Pada abad ke 19 dan abad ke 20 Penyebaran dan pengembangan agama Islam telah dilaksanakan secara sempurna, pada abad 19 dan abad 20 di Pulau Tengah di kenal dua orang sosok ulama besar yakni Syeikh Ahmad Fakir dan Ust. H. Ismail bin Tengku Ji, kedua tokoh ulama terkemuka di Pulau Tengah itu dikenal sebagai ulama besar yang kharismatik dan ajaran ajaran agama islam yang beliau kembangkan hingga saat ini masih diamalkan oleh masyarakat .

Tokoh Muda dan Khatib Masjid Keramat Pulau Tengah Sumarlin,S.PdI d mengemukana bahwa Syeikh Ahmad Faqir, merupakan orang yang berpendidikan Mekkah telah mengabdi dikampung halamannya selama bertahun-tahun untuk mengabdi mengembangkan dan memantapkan syari’ah di bumi Pulau Tengah pada waktu itu. Beliau membuat sebuah tempat pengajian khusus bagi kaum wanita yang dinamakan dengan “Pemuna”.

Pemuna merupakan sebuah wadah dan model pendidikan agama Islam yang digagas oleh kedua tokoh ulama itu,kegiatan yang dilakukan oleh organisasi Pemuna antara lain berupa pengajian-pengajian al-Qur’an, al-barzanji, mempelajari ilmu Tauhid, dan ilmu-ilmu syari’at lainnya. Bangunan tempat beliau memberi pengajian tersebut hingga saat ini masih aktif digunakan oleh kaum wanita terutama wanita yang tidak bersuami atau wanita yang telah lanjut usia. Dari sinilah awal pesatnya pertumbuhan Islam di Pulau Tengah terutama di kalangan masyarakat setempat.

Keberadaan Pemuna masih tetap langgeng hingga saat ini, silih berganti guru-guru pemuna dinisbahkan dan pada saat ini guru pemuna dipegang oleh dua orang yakni Ust. H. Ismail Adnan, BA dan Ust. Drs. M. Syafi’i Razak. Mereka berdualah yang mempertahankan kelanjutan dari pemuna tersebut.

Ust. H. Ismail bin Tengku Ji, ulama kondang yang merupakan lulusan Tawalib Padang Panjang dan dilanjutkan pula ke Malaya (Malaysia) dan Mekkah al-Mukarramah. Pusat pengajian beliau berada di sekitar 100 meter di samping kanan Masjid Keramat di sebuah Surau tua. Merupakan salah satu Surau yang tidak dimakan api ketika terjadi kebakaran besar yang melanda desa Pulau Tengah pada tahun 1939 masehi.

Beliau eksis memberikan pengajian hingga meninggalnya Syeikh Ahmad Faqir yang berlokasi sekitar 100 meter arah barat Masjid Keramat. Ketika sang Syeikh meninggal dunia, dan suraupun sudah tidak layak pakai lagi akibat termakan usia, maka beliau beserta jama’ahnya terpaksa pindah ke gedung Pemuna yang dibangun oleh Syeikh. Dari sini beliau lebih giat lagi memberikan pengajian-pengajian kepada jama’ahnya.

Jama’ah beliau lebih dikenal dengan nama “Muzakkirin” suatu kelompok orang-orang berzikir yang dilaksanakan secara rutin setiap hari rabu malam kamis yang bertempat di ruangan Masjid Keramat. Istilah Muzakkirin tersebut, walaupun pencetusnya telah lama berkalang tanah, namun hingga detik ini masih tetap dipertahankan dan berjalan sebagaimana biasanya. Guru-guru Muzakkirin sepeninggal beliau adalah Ust. H. Sabri Laris, Ust. Abdur Rahman, Ust. Muhammad Agus, dan saat ini dipegang oleh Ust. Kasim Rahman.

Selain itu, beliau juga memiliki murid dari berbagai kelas. Mulai dari tingkat anak-anak hingga dewasa dan orang tua mengaji dan belajar melalui beliu, laki-laki dan perempuan dan termasuk salah satunya adalah saya sendiri pernah berguru dengan Ust. H. Ismail bin Tengku Ji semasa hidup beliau.

Beliau selain terkenal dengan tegas dan disiplin di bidang agama terutama ahli Syari’at, mengusai ilmu Tauhid, Nahu Sharaf, Qawaid, Tafsir, dan sebagainya. Kalau boleh saya katakan bahwa hampir 90% masyarakat di Pulau Tengah pernah berguru dan menuntut ilmu kepada beliau. Ajaran-ajaran beliau sampai saat ini masih dipertahankan.

Selain itu, Ust. H. Ismail ini juga seorang penulis berupa kumpulan doa, amalan shalat-shalat sunnah, kaifiyat penyelenggaraan jenazah, dan banyak masih banyak lagi tulisan-tulisan tangan beliau yang walaupun berbentuk makalah atau lembaran-lembaran. Walaupun demikian adanya, tulisan-tulisan beliau telah banyak membawa kontribusi bagi masyarakat dewasa ini.

Dari tangan dingin beliau telah melahirkan ratusan santri dan tokoh tokoh agama terkemuka pada masa berikutnya, dinatara tokoh tokoh dan ulama yang dibina oleh kedua tokoh ulama itu tercatat antara lain Ust. H. Muhammad Surah Nur (ulama senior – uzur),Ust. H. Manaf Latif (ulama senior- uzur),Ust. H. Abdul Latif,Ust. H. Khairuddin Rahmi,Ust. H. Ismail Adnan, BA,Ust. Abdur Rahman,Ust. Kasim Rahman,Ust. Muhammad Agus,Ust. Drs. M. Syafi’i Razak,Ust. Suhardi Latif, S.Ag (murid kesayangan H. Ismail bin Tengku Ji),Ust. Suhirman Larun, S.PdI.

Disamping sebagai ulama, beliau beliau inilah sosok ulama-ulama yang mewariskan Ratib Saman serta ajaran-ajaran syar’iyyah yang pernah ditanamkan dan dipupuk hingga berkembang seperti saat ini oleh para ulama terdahulu, terutama sekali adalah Syeikh Ahmad Faqir dan Ust. H. Ismail bin Tengku Ji, merekalah sebagai batu loncatan gencarnya syi’ar-syi’ar di bumi Pulau Tengah. Dan mesti diakui bahwa sejumlah santri santri dari daerah tetangga seperti Sumatera Barat, Merangin, Sarolangun,Muko Muko Indera Pura dan di sejumlah dusun dusun di alam Kerinci dimasa lalu banyak yang mendalami agama Islam di daerah ini.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button