Workshop Lestari Membangun Negeri: Penguatan Literasi Budaya Kerinci melalui Pelatihan Tradisi Lisan (Tale dan Parno)
Bantuan Pemerintah Fasilitasi Pemajuan Kebudayaan Tahun 2024
Kerincitime.co.id, Berita Kerinci – Salah satu upaya untuk menjaga kelestarian budaya Kerinci sekaligus meningkatkan kesadaran literasi budaya daerah, Afdal Ade Hendrayana selaku penerima Bantuan Pemerintah Fasilitasi Pemajuan Kebudayaan Tahun 2024 menggelar workshop bertajuk “Lestari Membangun Negeri: Penguatan Literasi Budaya Kerinci melalui Pelatihan Tradisi Lisan (Tale dan Parno”, Minggu, 3 November 2024 yang bertempat di Aula LP2M Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci.
Dalam kata sambutan yang disampaikan, Afdal mengucapkan terima kasih kepada Balai Pelestarian Pemajuan Kebudayaan yang telah memfasilitasi terlaksananya worksop ini. “Melalui bantuan ini, kita akan berupaya terus dalam memajukan budaya melalui pengajaran Tale, Parno, aksara incung, tari iyo-iyo, tari rangguk dan lain sebagainya kepada anak-anak generasi muda Kerinci,” jelasnya. Selain itu, ia juga mengatakan akan merangkul mahasiswa untuk menjadi instruktur dalam mengajarkan budaya secara sukarela.
Budi Eka P, sebagai pejabat Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah V turut memberikan sambutan sekaligus membuka kegiatan workshop. Dalam sambutan yang disampaikan, ia menjelaskan Bantuan Pemerintah Fasilitasi Pemajuan Kebudayaan bantuan yang diberikan kepada perseorangan, komunitas budaya atau lembaga kemasyarakatan yang bergerak di bidang kebudayaan.
“Tujuan bantuan budaya ini tentunya ingin mendukung, mendorong, dan memfasilitasi generasi muda Indonesia untuk terus melakukan kegiatan budaya dalam usaha untuk mencintai dan melestarikan kebudayaan daerah,” ungkapnya.
Ada tiga pemateri yang dihadirkan dalam workshop kali ini antara lain Deki Syaputra ZE, M.Hum selaku akademisi dan pakar budaya Kerinci, Novita Dewi Tiara, S.Pd selaku praktisi Tale Kerinci dan Budi Cendra Negus sebagai salah satu pemangku adat yang menjelaskan tentang Parno Kerinci.
Dalam paparan yang disampaikan oleh Deki Syaputra, ia menekankan bagaimana posisi Parno dan Tale dalam khasanah budaya Kerinci. Poin pertama yang dijelaskannya adalah bagaimana arti dan maksud dari Parno itu sendiri. Menurutnya, Parno dalam berbagai literatur adalah kata sambut menyambut antara pemangku adat atau pelaksana upacara adat tentang kegiatan yang dilakukan, seperti izin pelaksaan, permintaan dimulai upacara, akhir dari upacara, bahkan sebagai salah satu syarat untuk memohon sesuatu kepada pemangku adat.
“Parno berisi ungkapan adat untuk menyampaikan hajat tetapi isi di dalamnya merupakan kata-kata yang bukan menandai seseorang untuk menyampaikan hajat,” jelasnya di hadapan para peserta yang terdiri dari siswa SMA, mahasiswa, dan kalangan umum.
Di samping itu, Deki juga menjelaskan bagaimana posisi parno dan hukum adat dengan menjelaskan makna adat yang empat antara lain adat yang sebenar adat, adat yang diadatkan, adat yang teradat, dan adat istiadat.
“Sehingga kita mengenal ada juga undang-undang dua puluh yang terdiri dari undang delapan atau pantang larang dan undang yang dua belas yang terdiri dari undang tuduh dan undang sak waksangka,” jelasnya.
Setelah menjelaskan tentang posisi parno dalam budaya masyarakat Kerinci, Deki melanjutkan materinya dengan Tale. Ia menjelaskan bahwa Tale adalah sejenis pantun yang dinyanyikan dan setiap jenis Tale berbeda isi dan iramanya sesuai dengan kegunaan dan tujuan pemakaiannya. Sehingga Tale sangat dikenal dan frekuensi pemakaiannya cukup tinggi.
“Tale digunakan dalam berbagai aspek kehidupan sosial masyarakat Kerinci, seperti saat gotong royong, menuai padi di sawah, muda-mudi yang sedang bercinta (bertandang), penampilan hiburan rakyat, acara pelepasan jemaah calon haji, dan berbagai upacara tradisional,” jelasnya.
Setelah pemaparan yang disampaikan, Deki melakukan tanya jawab dengan peserta. Terlihat peserta antusias dalam bertanya yang mengharuskan moderator harus membuka beberapa sesi untuk tanya jawab.
Acara workshop kemudian dilanjutkan dengan pemateri kedua yaitu Novita Dewi Tiara yang lebih menjelaskan bagaiaman Tale itu dinyanyikan atau diiramakan. Sebagai seorang praktisi, Novita lebih banyak mempraktekkan beberapa syair Tale dari berbagai jenis. Syair Tale yang dipraktekkannya pertama adalah Tale berjenis cinta kasih dan kerinduan. Seperti lirik di bawah ini:
Ndiih…. rindiih…lah rindih….alah…
Cinak minin pumennyo ahi…..
Iluk alah nian sayang aeh…. dimunanam kacang…
Ndiih…. rindiih…lah rindih…. alah…
Cinak alah minin pumen lah nyo kami….
Patut alah nian sayang aeh…. kami lah tibuang…
Dengan nada dan irama yang merdu, Novita mendapatkan tepuk tangan yang sangat meriah oleh peserta. Tak sedikit peserta yang bangga dengan suara dari pemateri ini.
Tale kedua yang dipraktekkannya adalah Tale Naik Ji (naik haji) seperti syair di bawah ini:
hu Allah batu ji allah he yaho batu digumbak hu allah
hu Allah batu taletak allah he yaho luwa mangkuto hu Allah
hu Allah tujuh musim allah he yaho di lamun umbak hu allah
hu Allah maksud atu allah he yaho ku Mekah jugo
Jenis Tale ketiga yang dibawakannya adalah Tale Nyaho yaitu suatu tradisi masyarakat Kerinci dalam melakukan ritual pemanggilan roh/arwah nenek moyang yang dilantunkan dengan irama yang khas serta media ritual lainnya seperti api kemenyan (dupa), serta sirih pinang dan bebungaan. Berikut liriknya:
Haih…. berkat ninek ku Tuo Jagung Tuo….
Jagung Tuo nih tunggu negeri…. iyo dimununggu negeri dingan gedang
Haih…. kayo turun nih suli lubuk suli… dimunepat ku dalam luhah jagung…
Luhah jang murajo nih indah… sungai langit depati marajo….
Tepu tangan riuh dari peserta kian tambah kencang. Menariknya lagi pada Tale ketiga ini, Novita menunjuk dua peserta yang masih SD untuk menari sambil mengikuti irama Tale yang dibawakannya. Suasana workshop semakin tambah riuh dan gembira.
Waktu sudah menunjukkan pukul 12.30. Tanpa terasa sudah memasuki waktu makan siang. Moderator langsung menyampaikan kepada peserta untuk break makan siang terlebih dahulu dan dilanjutkan lagi workshopnya pada pukul 14.00.
Setelah makan siang, acara dilanjutkan dengan materi ketiga, Budi Cendra Negus, salah seorang pemangku adat menjelaskan bagaimana cara baparno. Hampir sama dengan apa yang dilakukan oleh pemateri sebelumnya, Budi juga tidak banyak memberikan teori tetapi lebih kepada praktik Parno.
“Urutan pertama dalam Parno adalah batang gedang Parno adat I, kemudian dilanjutkan dengan batang gedang parno adat II, lalu batang gedang parno adat III. Lalu masuk kepada parno apa yang akan disampaikan dan terakhir ada jawaban parno,” jelasnya.
Ia memberikan beberapa baris lirik, lalu mempraktekkannya dan kemudian menjelaskan kepada peserta apa maksud lirik tersebut. Salah satu lirik parno yang dicontohkannya adalah:
Bismillah mulai munyalo, munyalo di iku lubuk, dapatlah ikan duo tigo,
bismillah mulai bakato, maaflah kayo sado ngan duduk, kami ini kno ucap
kno sarayo.
Budi juga mencontohkan Parno adat nikah, seperti lirik di bawah ini:
Keris panjang idak batali, tasangkut diwarung-warung. Kalu nahu gadih
gedang idak bakanti, samon bae kito nyimpen lama si galumbung.
Terakhir Budi juga mencontohkan jawaban Parno seperti di bawah ini:
Dalamlah lubuk uhang sungai landai, tempat uhang burulang nyalo,
bukannyo pulo kito baduo nak ngacak cedik dengan pandai, menurut telatah
telitih uhang tuo dulu.
Sebelum mengakhiri materinya, Budi meminta dua orang peserta untuk mempraktikkan Parno. Dengan semangat dan antusias, dua orang peserta tanpa basa-basi langsung angkat tangan, mereka adalah Arya dan Donizal. Lalu mereka diminta untuk ke depan, duduk berhadapan dan mempraktekkan Parno.
Arya membawakan Parno dengan bahasa Semurup dan Donizal membalasnya dengan bahasa Tanjung Pauh. Ketika mereka mulai Parno, seketika peserta lain riuh dengan tepuk tangan. Semua terlihat menikmati Parno yang saling bersahutan di antara mereka. Tak hanya itu, pemateri lain pun bangga dengan Parno yang dibawakan oleh peserta.
Tak hanya Parno, peserta lain juga tak kalah untuk mempraktekkan Tale Kerinci. Pelatih Tale meminta peserta untuk tampil ke depan. Tanpa lama-lama menunggu, seorang peserta bernama Anisa Sri Lestari, siswa SMA 2 Kerinci membawa tale jenis kerinduan. Dentuman suara indah sungguh menyayat hati bagi siapa yang mendengarnya.
Melihat Anisa tampil, dua orang peserta yang masih SD juga ingin tampil. Mereka bernama Sakira dan Sifa MI No. II/E.3 Desa Belui. Hanya saja penampilan mereka kali ini adalah menari dengan mendengarkan musik lagu Nyerau. Penampilan mereka sungguh membuat decak kagum, meskipun masih SD, keduanya menari dengan lincah dan sangat terlatih. Lagu nyerau adalah musik iringan yang biasanya digunakan dalam kesenian magis Kerinci seperti tari kaca atau tari niti naik mahligai (nari di atas pedang).
Setelah workshop diadakan, salah seorang peserta dari SMK 5 Kerinci, Moza Sofiatul, mengatakan sangat senang mengikuti workshop ini. “Saya semakin semangat untuk belajar batale, apalagi setelah mendengar pemateri tadi, Ibu Novita yang sangat merdu dalam membawakan Tale,” akunya.
Hal senada juga disampaikan oleh Violin, mahasiswa Rahmi AKPER Kerinci yang mengakui bahwa irama Tale Kerinci jauh lebih baik didengar ketimbang lagu-lagu pop. “Saya akan tetap belajar untuk mencintai budaya Kerinci,” ungkapnya. (red)