Upaya Pembinaan dan Pemberdayaan Suku Anak Dalam Jambi
kerincitime.co.id – jambi Komunitas Adat Terpencil, sebuah istilah yang diberikan pemerintah pusat terhadap masyarakat terasing di tanah air yang tersebar pada 30 propinsi di Indonesia. Di Propinsi Jambi Komonitas Adat Terpencil disebut Suku Anak Dalam atau Orang Kubu atau Orang Kelam. Bagi masyarakat di Popinsi Jambi lebih mengenal dengan sebutan Orang Kubu atau Orang Rimbo.
Direktur Komunitas Adat Terpencil Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial Hartono Laras kepada penulis di Jakarta beberapa waktu yang lalu mengemukakan secara nasional, selama ini program pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Suku Anak Dalam pada Departemen Sosial RI diletakkan paling bawah dalam tata urut struktur program di lingkungan Direktorat Pemberdayaan Sosial Departemen Sosial RI, kini ditempatkan paling atas dalam tata urut. Perubahan dapat dilihat sebagai pergesaran paradigma baru dalam pemberdayaan komunitas adat terpencil dari yang selama ini dilakukan. pergeseran paradigma ini sebagai hasil dari pemikiran kritis, bahwa penyandang masalah kesejahteraan sosial terutama yang bersifat keterlantaran, seperti balita dan anak terlantar, perempuan rawan sosial ekonomi, perumahan tidak layak huni, lanjut usia terlantar, dan keluarga rentan dapat ditemukan pada komunitas adat terpencil.
Berdasarkan alur pikiran di atas, maka pemberdayaan Komonitas Adat Terpencil Suku Anak Dalam sekaligus sudah menyelesaikan berbagai permasalahan sosial. Pemberdayan Komunitas Adat Tterpencil merupakan salah satu program strategis untuk menyelesikan permasalahan sosial.
Isu global mengenai indigenius peoples (komunitas adat) yang di dalamnya termasuk Komunitas Adat Terpencil di Propinsi Jambi. Pada tahun 1994, PBB mengeluarkan “Declaration on the right of indogenous people”. Oleh PBB pada tanggal 9 Agustus 2004 ditetapkannya sebagai hari “Internasional Days of the World’s indigenoud people”.
Di dalam Keputusan Presiden RI Nomor 111 Tahun 1999, diuraikan karateristrik Komunitas Adat Terpencil, yaitu berbentuk komunitas kecil, tertutup, dan homogeni. Pranata sosial bertumpu pada kekerabatan, terpencil secara geografis, relatif sulit dijngkau, hidup dengan sistem ekonomi subsistem, menggunakan peralatan dan teknologi sederhana, ketergantungan pada lingkungan alam setempat relatif tinggi, dan terbatasnya akses pelayanan sosial, ekonomi, dan politik. Pengertian tersebut cukup lengkap karena di dalamnya mencakup aspek lingkungan, fisik, sosial, dan budaya. Pelayanan sosial, teknologi, ekonomi, politik, dan perlindungan sosial.
Meskipun demikian, keterpencilan lingkungan fisik bukan menjadi ciri mutlak Komonitas Adat Terpencil Suku Anak Dalam karena pada kenyataannya banyak masyarakat yang mendiami lingkungan fisik yang tidak terpencil tetapi mereka secara sosial budaya dan ekonomi menjalani kehidupan yang jauh tertinggal dari tata kehidupan yang manusiawi. Oleh karena itu, menurut hemat kami ciri-ciri terpencil secara geografis dan relatif sulit dijangkau tidak relevan lagi.
Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Tebo Drs.Alfi Rinaldi,MM kepada penulis di Jambi mengungkapkan menurut para pakar KAT ( Komonitas Adat Terpencil) Suku Anak Dalam bukan persoalan terpencil dan tidak terpencil secara fisik dan geografis tetapi terpencil dalam pengertian bagaimana mereka dapat menjangkau pelayanan sosial dasar.Komunitas Adat Terpencil sebagai bagian dari masyarakat dalam bangsa yang besar ini, maka sumber daya manusia.Komunitas Adat Terpencil harus memperoleh pemberdayaan serta lingkungan fisik tempat tinggal mereka harus dibangun agar suatu saat kelak mereka bisa memperoleh kehidupan yang layak.
Dengan demikian, maka starting point atau titik masuk untuk memajukan Komunitas Adat Terpencil adalah membangun manusia dan membangun lingkungan melalui berbagai kegiatan sesuai kebutuhan riil warga. Data terakhir menyebutkan saat ini jumlah Komunitas Adat Terpencil di Propinsi Jambi terdapat sekitar 6.773 KK atau 28.886 jiwa, tersebar di 8 kabupaten dalam Propinsi Jambi masing-masing di Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Merangin, Kabupaten Muara Bungo, Kabupaten Muara Tebo, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Muara Jambi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
Menurut Alfi Rinaldi kawasan Kecamatan Muaro Tabir Kabupaten Tebo juga termasuk kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas dengan jumlah Populasi yang cukup banyak,disamping Kecamatan Muara Tabir pada beberapa lokasi terdapat pemukiman Suku Anak Dalam Tradisional yang tersebar dan terpencil,sebagian besar masih membutuhkan upaya pembinaan dan pemberdayaan dari pemerintah,dunia usaha dan pihak pihak yang peduli terhadap persoalan sosial warga Suku Anak Dalam yang masih sangat tertutup dan terpencil.
Dari 15 lokasi sebaran yang telah di petakan 10 wilayah lokasi belum diberdayakan oleh pemerintah maupun oleh dunia usaha. Jumlah populasi warga Suku Anak Dalam di wilayah Kabupaten Tebo belum terdata seutuhnya, medan lokasi yang terpencil.sulit dijangkau dan kebudayaan nomaden (melangun) merupakan faktor penyebab sulitnya pendataan dilakukan
Mengingat kehidupan mereka yang nomaden,maka untuk menentukan posisi wilayah pemukiman mereka relative agak sulit,akan tetapi bila melihat luas wilayah yang dijadikan zona melangun atau nomaden kita dapat mengetahui keberadaan kehidupan yang sangat sederhana dan serba terkebelakang, kehidupan warga Suku Anak Dalam di wilayah Kabupaten Tebo sangat terikat dengan aturan adat hukum adat tradisional /norma,sedangkan kepercayaan dan upacara ritual sangat klasik dan uniek, sentuhan agama sangat sedikit yang menyentuh kehidupan mereka.
Dikabupaten Tebo secara umum Suku Anak Dalam mendiami kantong kantong pemukiman yang masih terisolir dan sulit dijangkau,mereka hidup berkelompok dalam jumlah kecil antara 5 KK – 10KK ( Pesaken) setiap Pesaken terdiri kedua orang tua,anak anak,menantu dan cucu, gabugan beberapa pesaken terjadi satu wilayah territorial kepemimpinan adat yang disebut Temenggung .kondisi daerah sebaran mereka yang terpencar sehingga sulit mendapat pemberdayaan dan perlindungan baik kepada manusianya maupun sumber daya alamnya, keterbatasan dan ketertutupan yang meng kungkung mereka sejak berabad abad yang silam meng akibatkan mereka dalam kondisi yang memperihatinkan, terpuruk dan semakin terpencil dalam pengertian segala bentuk sarana dan prasarana yang tersedia.
Menurut Alfi Rinaldi dalam rangka melaksanakan kegiatan Pemberdayaan Suku Anak Dalam memiliki nilai strategis dalam mendorong percepatan otonomi daerah ,bagaimanapun, globalisasi merupakan fenomena yang tidak terbendung.Selain disiasati secara kritis dengan mengambil inisiatif dalam mematahkan berbagai problem yang membelengu komunitas masyarakat adat.Untuk mencapai harapan tersebut,maka pembinaan Suku Anak dalam hendaknya didasarkan pada beberapa pertimbangan diantaranya adalah:
- Pertama pemberdayaan Suku Anak dalam hendaknya didasarkan pada sistim nilai budaya yang berlaku dalam lingkungan masyarakat setempat,hal ini dimaksud agar upaya pemberdayaan tersebut bisa lansung menjawab kebutuhan rill mereka.pemikiran ini sejalan dengan gagasan otonomi daerah yang menekankan pentingnya meng – akomodasi nilai nilai lokal dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan.
- Kedua pembinaan Suku Anak dalam perlu dilaksanakan secara partisipatif,mereka tidak lagi menjadi objek,tetapi menjadi subjek pembangunan,kekuatan pemberdayaan Suku Anak Dalam bertumpu pada masyarakat setempat,sementara negara lebih berperan sebagai fasilitator,masyarakat harus terlibat aktif dalam seluruh proses pengambilan keputusan,sebab merekalah yang paling paham dengan kondisi setempat,problem problem yang dihadapi serta solusi alternatif pemecahannya.
- Ketiga,Pembinaan dan pemberdayaan Suku Anak dalam perlu lebih difokuskan pada upaya peningkatan kualitas pendidikan,baik jalur pendidikan formal maupun informal,Pendidikan sangat berperan untuk membantu Suku Anak Dalam dalam memahami persoalan hidupnya,mampu berpikir mandiri,kreatif menciptakan peluang usaha dan peka terhadap tuntutan keremajuan zaman,dengan kasatmata kita dapat melihat bahwa di kantong kantong pemukiman Suku Anak dalam kita melihat lemahnya kemampuan kritis masyarakat Suku Anak Dalam. dan kurangnya jumlah kaum terdidik dikalangan komunitas mereka.
Jika ketiga langkah tersebut dilaksanakan secara terencana dan konsisten menurut Drs.Alfi Rinaldi,MM akan mampu mendorong terwujudnya pemberdayaan Suku Anak dalam sehingga mereka secara aktif dapat berperan secara aktif dalam membangun dirinya secara kritis,kreatif dan mandiri.
Sejak beberapa tahun terakhir,perhatian Gubernur Jambi dan kalangan dunia usaha dan lembaga swadaya masyarakat telah menampakkan hasil yang cukup menggembirakan,hal ini ditandai dengan semakin banyaknya jumlah warga Suku Anak Dalam yang telah membuka diri dan sebagian telah bersedia untuk hidup menetap layaknya masyarakay kebanyakkan disekitar mereka(BJ).