Proyek Jalan Pangkalan Ranjau Picu Sengketa Tapal batas Muaro Jambi –Batanghari
Kerincitime.co.id, Berita Sengeti – Terkait proyek jalan rabat beton dan box culvert di ujung unit XXII, Dusun Pangkalan Ranjau, Desa Tanjunglebar, Kecamatan Bahar Selatan, Kabupaten Muarojambi, yang pelaksanaannya diduga telah menyerobot wilayah kabupaten Batanghari memaksa Camat Bahar Selatan angkat suara.
Menurut Camat, Tusiem, berdasarkan sejarah datuk-datuk dan nyai-nyai terdahulu dusun yang termasuk dalam proyek yang didanai dari APBD tahun 2018 Pemkab Muarojambi tersebut masuk dalam Desa Tanjunglebar, Kabupaten Muarojambi, bukan Batanghari.
“Secara sejarah dari datuk-datuk dan nyai-nyai terdahulu, Dusun Pangkalan Ranjau, Tanjung Mandiri dan Alam Sakti itu mereka taunya masuk Desa Tanjunglebar, Kabupaten Muarojambi,” ujar Tusiem ketika dikonfirmasi via telpon.
Dilansir dari laman serujambi.com (media partner kerincitime.co.id) Ditambahkannya, pembangunan jalan rabat beton dan box culvert itu sudah melalui Musrembang dusun, desa dan kecamatan hingga ke tingkat kabupaten.
Menurut dia, pengajuan jalan ini, sudah sejak tahun 2015 lalu, namun baru bisa terealisasi di tahun 2018.
“Musrembang ini digiring hingga ke kecamatan. Pengajuan jalan ini sejak tahun 2015 lalu dan baru terealisasi di tahun 2018,” tegasnya.
Selain itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Muarojambi, Yultasmi juga menjelaskan kalau pembangunan jalan rabat beton dan box culvert di ujung unit XXII, Dusun Pangkalan Ranjau, Desa Tanjunglebar, Kecamatan Bahar Selatan tersebut masuk wilayah Kabupaten Muarojambi.
“Menurut Kasi dan Kabid sayo itu, berdasarkan pengecekan di lokasi dan pernyataan masyarakat kalau daerah itu masuk Kabupaten Muarojambi. Itu yang sayo dapatkan sampai saat ini,” sebut Yultasmi, beberapa waktu lalu di ruang pola perkantoran Bupati Muarojambi.
Dijelaskan Yultasmi, dalam hal ini, dari pernyataan desa juga menyatakan bahwa warga yang tinggal di Dusun Pangkalan Ranjau adalah warga Kabupaten Muarojambi.
“Ada pernyataan dari desa dan itu warganya adalah warga Kabupaten Muarojambi,” jelasnya.
Sementara, Jamhuri, salah satu aktivis lokal Jambi membantah kalau suatu wilayah tersebut mengacu berdasarkan dari sejarah datuk-datuk dan nyai-nyai terdahulu. Menurut Jamhuri, suatu wilayah tersebut harus berdasarkan dengan peraturan wilayah daerah tersebut.
“Kalo menurut sejarah berarti, Indonesia bukan lagi termasuk republik. Tapi kerajaan. Ini ada keganjalan dan kebohongan yang di tutupi oleh mereka,” tegas Jamhuri.
Lebih lanjut, Jamhuri mengatakan bahwa sebelum membangun infrastruktur itu, pemerintah seharusnya menguasai wilayahnya. Dalam artian harus bisa menguasai batas geografi, monografi dan topografi.
“Artinya dari teritorial saja Dinas PUPR Muarojambi tidak menguasai wilayahnya. Jangan asal bangun. Apakah Kabupaten Muarojambi kebanyakan duit, apakah Kabupaten Batanghari tidak punya duit lagi,” pungkasnya. (bud)