Kerincitime.co.id, Berita Jambi – Sederet sanksi menanti kepala daerah dan jajaran ketika mereka diganjar rapor merah oleh Lembaga Negara Pengawas Pelayanan Publik, Ombudsman Republik Indonesia. Dari sanksi pencopotan hingga masuknya Komisi Pemberantasan Korupsi.
Setahun seusai Ombudsman RI perwakilan Jambi mengganjar rapor merah kepada Pemerintah Provinsi Jambi—2016 dan 2017–, komisi anti rasuah langsung masuk. Operasi Tangkap Tangan pada akhir 2018 itu akhirnya menyeret Gubernur Jambi Zumi Zola ke bui.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Jambi Dr Jafar Ahmad mengatakan, KPK-Ombudsman memang terikat kerjasama melalui MoU pada 2013 silam.
Kerjasamanya begini.
Jika ditemukan indikasi tindak pidana korupsi, Ombudsman akan menggiring laporan masyarakat ke KPK. Dan sebaliknya, kalaulah laporan yang diterima KPK sebatas mal-administrasi, kasus dilimpahkan kepada Ombudsman.
“Yang dilaporkan ke Ombudsman bisa kita forward (teruskan) ke KPK sesuai dengan kewenangannya,” tegasnya kepada jambilink.com media partner kerincitime.co.id.
Menurut Dr Jafar—begitu dia disapa–, Ombudsman dibentuk sebagai penjaga pemerintah dalam melayani masyarakat. Sebagai penjaga, kata Dr Jafar, Ombudsman terus memelototi kinerja pemerintah, caranya lewat laporan-laporan masyarakat. Ombudsman juga menggunakan instrumen lain, semisal survei kepatuhan.
Menurutnya, survei kepatuhan menjadi alat pengukur, apakah mereka sudah bekerja sesuai standar pelayanan atau tidak.
Hasil penilaian itu lantas diklasifikasikan menggunakan traffic light system: zona merah untuk tingkat kepatuhan rendah (nilai 0-50), zona kuning untuk tingkat kepatuhan sedang (nilai 51-80) dan zona hijau untuk tingkat kepatuhan tinggi (nilai 81-100).
Nah, dalam penilaian kepatuhan ini, kata Dr Jafar, Ombudsman memposisikan diri sebagai masyarakat pengguna layanan,–yang ingin mengetahui hak-haknya dalam pelayanan publik. Misalnya ada atau tidaknya persyaratan pelayanan, kepastian waktu dan biaya, prosedur dan alur pelayanan, sarana pengaduan, pelayanan yang ramah, nyaman dan lain-lain.
“Maka, penting bagi kepala daerah menunjuk pejabat yang kompeten. Setiap unit pelayanan wajib menyusun, menetapkan dan menerapkan standar pelayanan publik sesuai udang-undang nomor 25 tahun 2009,”jelasnya.
Informasi yang diperoleh Jambi Link, tim Ombudsman RI perwakilan Jambi baru saja selesai melakukan survei kepatuhan atas pelayanan publik di 10 Kabupaten/Kota, termasuk pemerintah Provinsi Jambi. Seperti tahun-tahun sebelumnya, survei kepatuhan ini biasanya diumumkan disela-sela peringatan HUT RI.
Dr Jafar enggan membocorkan hasil survei kepatuhan itu. Ia mengatakan,
“Hasilnya nanti akan diumumkan secara resmi dan secara terbuka,”tegasnya.
Bagi instansi yang diganjar rapor merah, ada sangsi yang mengintai.
Rekomendasi sanksi dapat berupa pergantian pejabat. Sesuai UU Nomor 25 Tahun 2009, jika pemimpin instansi layanan publik tidak mengindahkan rekomendasi Ombudsman, maka dianggap menyalahi Pasal 54 UU 25 Tahun 2009.
Sanksinya pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatannya tersebut.
“Artinya pimpinan lembaga pemerintah bisa menindak pejabat publik itu dan dilakukan penggantian jabatan seketika,”tegasnya.
Begitu juga dengan kepala daerah. Kalau gubernur, bupati dan walikotanya tidak bisa menjalankan rekomendasi Ombudsman, mereka akan disekolahkan di Kementerian Dalam Negeri–sekolah pemerintahan selama 3 bulan.
“Ini sudah seperti sanksi bagi mereka. Nanti wakilnya yang menggantikan,”tegasnya.
Doktor Jebolan Universitas Indonesia itu berujar, pemberian sanksi semata-mata guna mendorong perbaikan standar pelayanan publik. Dan perbaikan pelayanan publik pun demi untuk perbaikan kualitas.
Sebab, kualitas pelayanan publik bukan saja berkait kelindan dengan korupsi. Tapi juga berkait erat dengan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Karena itu, Jafar mengingatkan, mestinya pemerintah tak usah khawatir jika sudah bekerja sesuai UU Nomor 25 Tahun 2009 terkait Layanan Publik.
Tapi, kata Jafar, Ombudsman tak segan menjewer lembaga ataupun pemerintah daerah yang abai terhadap pemenuhan standar pelayanan publik itu.(bud)