Dimakzulkan DPR AS, Presiden Donald Trump Bakal Lengser?
Kerincitime.co.id – Bertele-tele, tanpa arah, dan cenderung tumpang tindih. Dengan raut wajah marah, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan tak terima dimakzulkan mayoritas anggota DPR.
Sebanyak 230 dari 435 anggota DPR Amerika Serikat menyetujui pemakzulan Presiden Donald Trump. Senator Partai Republik langsung ramai-ramai pasang badan.
Nasib Donald Trump kini berada di Senat AS, yang akan mendukung keputusan DPR atau justru sebaliknya. Sementara pihak Gedung Putih mengaku yakin Senat AS akan membuktikan sang presiden tidak bersalah dalam persidangan.
“Hari ini menandai kulminasi di DPR dari salah satu episode politik paling memalukan dalam sejarah bangsa kami. Tanpa mendapat suara tunggal Republik, dan tanpa menghadirkan bukti kesalahan, Demokrat mendorong pasal tidak sah soal pemakzulan terhadap presiden melalui DPR,” kata juru bicara Gedung Putih Stephanie Grisham, Kamis (19/12/2019).
“Presiden yakin, Senat akan mengembalikan ketertiban, keadilan serta proses yang wajar, yang semuanya diabaikan begitu saja dalam proses di DPR. Donald Trump siap dengan langkah selanjutnya dan yakin bahwa ia sepenuhnya tak bersalah,” ujar Stephanie.
Infografis Pemakzulan Donald Trump Berlanjut Pelengseran? (Liputan6.com/Abdillah)
Meski demikian Senator Rick Scott dari Florida mengecam pemakzulan ini sebagai sirkus belaka. Fokus Partai Demokrat pun dianggap hanya kepentingan politik, bukan hal produktif untuk negara.
“Sirkus pemakzulan ini bukanlah apa-apa, melainkan politik partisan,” ujar Scott. “Voting hari ini hanya memperkuat bahwa anggota Demokrat tidak terlalu peduli tentang apa yang benar-benar penting bagi rakyat Amerika.”
Senator Josh Hawley dari Missouri sampai menyebut pemakzulan ini sebagai lelucon. Pemakzulan Donald Trump juga tak mendapat dukungan kedua partai. Ia juga menyindir Ketua DPR Nancy Pelosi yang belum menunjuk manajer pemakzulan yang bertugas mengawal kasus ini ke Senat.
“Sekarang mereka justru tak punya nyali untuk menguji tuduhan mereka? Apakah mereka membuat negara ini kacau hanya demi hiburan mereka sendiri?” tanya Hawley.
Sejatinya hanya ada sedikit kemungkinan Trump akan dihukum Senat –proses selanjutnya setelah dimakzulkan DPR– yang dikuasai Partai Republik dan dilengserkan dari jabatannya. Hal ini merupakan sebuah fakta yang ditunjukkan Trump dan sekutunya ketika mereka berusaha meminimalkan signifikansi suara.
Namun, Trump jelas sangat terganggu karena nama baiknya tercoreng oleh proses pemakzulan ini.
Dalam voting pemakzulan di DPR AS, sebanyak 197 anggota dewan menolak keputusan itu. Namun, karena 230 anggota DPR memilih setuju, maka keputusan pemakzulan Donald Trump resmi diketok Nancy Polesi karena suara telah melebihi syarat 51 persen.
Ada total 435 kursi di DPR AS. Sisa delapan yang tak memilih adalah Tulsie Gabbard yang hanya menulis “hadir” dalam kertas suara. Tulsie yang juga maju sebagai capres Partai Demokrat mengaku tak setuju dengan konflik pemakzulan di DPR.
Lalu José Serrano (Demokrat) absen karena sakit, John Skimmus (Republik) absen karena mengunjungi putanya di Tanzania, Duncan Hunter (Republik) tak bisa memilih akibat terjerat kasus hukum. Sementara, ada empat kursi anggota DPR lain yang kosong.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Amerika melakukan voting untuk memakzulkan Presiden Donald Trump di US Capitol, Washington, Rabu (18/12/2019). Dari total 435 anggota DPR AS yang mengikuti voting, 230 suara menyetujui dakwaan penyalahgunaan kekuasaan terhadap Trump.
Menanggapi proses pemakzulan Donald Trump, mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat Dino Patti Djalal mengatakan apa yang akan terjadi terhadap orang nomor satu di AS itu sejatinya memang sudah dapat diprediksi.
“Sudah terbaca sebelum terjadi. sudah terlihat kemungkinan besar memang Trump akan dimakzulkan, karena Demokrat kuat menguasai DPR. Apalagi syaratnya hanya 51 persen,” ujar Dino Patti Djalal melalui sambungan telepon kepada Liputan6.com.
Pria kelahiran Beoograd itu memaparkan bahwa proses pemakzulan itu tidak berarti Donald Trump langsung lengser. “Ada proses selanjutnya.”
Menurut pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) itu, apa yang dialami Trump membawa dampak buruk bagi Amerika Serikat. Terutama di dunia perpolitikan. “Ini tentu mempermalukan Donald Trump secara politik, political embarassement,” imbuhnya.
Perkiraan bahwa Donald Trump bakal menang dalam proses selanjutnya setelah voting pemakzulan, di Senat, menurut Dino juga sudah dapat diperkirakan.
“Masih ada peluang cukup besar bagi Donald Trump untuk mengalahkan keputusan Senat. Peluangnya cukup besar,” tegas Dino.
Kendati demikian, Dino melanjutkan, pamakzulan Donald Trump akan berdampak pada pemilu AS yang digelar 2020 mendatang.
“Politik Amerika sangat terpolarisasi, ini jelas akan membuat politik Amerika semakin terpolarisasi lagi. Dampaknya orang-orang mungkin akan menyeberang dari pilihannya, senator yang ikut pemilu kemungkinan akan tak berpartisipasi karena mereka terpaksa harus ikut ke Senat,” jelas pria yang juga pernah mengemban tugas sebagai Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia pada akhir 2014.
Sementara itu, Pengamat Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung, Teuku Rezasyah mengatakan bahwa hukum berdiri tegak di Amerika.
“Kejadian ini membuktikan, jika hukum di Amerika Serikat berdiri tegak. Tidak ada pejabat negara yang kebal hukum,” jelas Teuku Rezasyah dalam pernyataannya tertulisnya kepada Liputan6.com.
Dosen UNPAD itu mengatakan, walaupun Senat Amerika Serikat baru bersidang di minggu pertama Januari 2020, Presiden Trump masih berkesempatan membela dirinya dan mempengaruhi pendapat umum agar mendukungnya.
“Trump masih mungkin bertahan jika para Senator dari Partai Republik mendapat tekanan dari wilayah pemilihan yang mereka wakili, dengan mengedepankan ide-ide kenegaraan dan moralitas dan kepemimpinan global, dan bukannya kemenangan jangka pendek. Karena jika Trump dipaksakan menang, ada kemungkinan Partai Republik gagal total di Pemilihan Prediden tahun 2020 mendatang,” papar Teuku Rezasyah.
Jika Trump berhasil dimakzulkan setelah tahapan Senat, Teuku Rezasyah memperkirakan akan terjadi perpecahan.
“Sistem demokrasi AS membutuhkan waktu untuk pulih, katena emosi publik akan terbelah. Yakni berdasarkan kepartaian, moral politik, keberpihakan atas figur, dan nasionalisme,” tutur Doktor di UNPAD itu.
Mike Pence sebagai presiden yang baru menggantikan Donald Trump memerlukan waktu untuk percaya diri, karena menurut Teuku Rezasyah, figur pendahulunya yang kharismatik dan melekat dalam hati publik.
“Mike Pence yang hanya memiliki sedikit waktu sebagai presiden, dan mewarisi berbagai kebijakan Trump yang tidak populer, serta harus mengelelola sebuah Pemilihan Presiden, akan sulit membuat kebijakan jangka panjang yang berkelanjutan.”
Di balik itu, Teuku Rezasyah mengaku khawatir pemakzulan Donald Trump akan berdampak ke Indonesia.
“Saya khawatir, Mike Pence akan mengambil manfaat dari kebijakan pendahulunya, yakni Bill Clinton, untuk memaksakan liberalisasi ekonomi diseluruh anggota APEC tahun 2020 mendatang. Menyikapi perang dagang dengan RRC, maka AS berpotensi menekan RI untuk turut mengkritisi produk-produk asal RRC, yang menurut analisa AS sarat dengan subsidi dan dumping,” papar Teuku Rezasyah.
Sumber : Liputan6.com