FPU Kerinci Sungai Penuh Tolak UU IKN
Forum Pro Ummat (FPU)
MENOLAK UNDANG UNDANG IKN (IBU KOTA NEGARA)
Mayoritas fraksi di DPR telah menyetujui RUU tentang Ibu Kota Negara (IKN) menjadi UU. Pengambilan keputusan tingkat II itu diputuskan dalam rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPR, Puan Maharani, Selasa (18/1/2022).
Gagasan pindah ibu kota pernah digagas di masa Bung Karno. Waktu itu gagasannya pindah ke Palangkaraya. Sebenarnya gagasan itu baik, hanya saja tidaklah cukup menjadi dasar harus pindah sekarang. Sebab ada banyak pertimbangan yang harus jadi bahan pikiran kita bersama. Diantaranya adalah sebagai berikut:
IKN Bebani APBN Rugikan Rakyat
Pemerintah seolah terkesan sengaja mengcil-ngecilkan anggaran IKN dengan menetapkan biaya Rp 406 triliun. Padahal sebenarnya besar kemungkinan terjadi pembengkakan anggaran melebihi 1.800 triliun.
Contoh kasus biaya pindah ibu kota Kazahkstan dari Almaty ke Astana pada tahun 1998 sebesar 30 AS$ Bila dikonversi ke nilai saat ini boleh jadi 4 kali lipat setara dengan 120 AS$ dan itu setara dengan Rp1.800 triliun. Padahal luas kota Nursultan hanya 72.200 hektare. Sedangkan lokasi IKN di Kaltim seluas 256.142 hektare (3,5 kali lipat luas Nursultan). Tentu biayanya juga akan naik lebih besar dari biaya yang ditaksir semula. Pembengkakan 1.800 triliun itu hitungan kasarnya saja. Sedangkan riil nantinya lebih dari itu.
Ditengarai upaya pemerintah mengcil-ngecilkan anggaran bertujuan agar tidak ada reaksi dari publik dan DPR. Dan lebih parahnya lagi uang sebanyak itu sebagian besarnya diambil dari hutang.
Ditambah lagi berdasarkan hasil kajian dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menunjukkan tidak ada perubahan yang signifikan pengaruh pertumbuhan ekonomi dengan pemindahan ibu kota. Dalam jangka pendek itu hanya meningkatkan pertumbuhan ekonomi 0,02 persen. Tapi jangka panjangnya itu 0,00 persen, artinya pertumbuhan ekonomi sama dengan zero.
Jadi harapan pemerintah meningkatkan pertumbuhan ekonomi setelah pemindahan ibukota lebih dekat kepada angan-angan saja ketimbang realita.
Solusi.
Keadaan negeri ini sedang tidak baik-baik saja ditambah lagi krisis setelah corona. Tiga puluh juta rakyat Indonesia yang masih hidup di bawah garis kemiskinan. Bahkan menurut Bappenas, untuk memperoleh Rp10 ribu per orang, per hari saja mereka sulit.
Belum lagi angka putus sekolah yang juga masih cukup tinggi. Usia pendidikan sekolah saat ini hanya mencapai pendidikan rata-rata 8 tahun. Artinya, tingkat SLTP saja tidak selesai karena kesulitan biaya.
Alangkah baik dana yang ribuan trilyun itu dialihkan untuk mensejahterakan masyarakat, membiayai pendidikan dan membenahi ibukota Jakarta.
Cacat Hukum.
Cacat prosedural dalam penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) kembali dilakukan dalam pembuatan RUU IKN. Dimana sebelumnya dilakukan secara tertutup, terbatas, dan tidak melibatkan masyarakat yang terdampak langsung dari pemindahan ibu kota
Manajer Kampanye Infrastruktur dan Tata Ruang Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Dwi Sawung berpandangan proses legislasi terhadap RUU IKN menjadi UU mengulang praktik seperti yang dilakukan saat pembahasan dan pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU. Menurutnya pemerintah memasukan RUU IKN ke DPR pada Desember 2021.
Sementara di pertengahan Januari 2022 disetujui dan disahkan menjadi UU. Upaya pemerintah ini terkesan buru-buru dan patut dicurigai.
Solusi
Tuntaskan kajian lapangan secara mendalam dengan partisipasi masyarakat yang dijamin dalam Undang undang. Peran serta masyarakat untuk memberikan masukan dalam pembahasan sebuah RUU diatur tegas dalam Pasal 96 ayat (1) UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
“Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan”. Ayat (2)-nya menyebutkan “Masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui: a. rapat dengar pendapat umum; b. kunjungan kerja; c. sosialisasi; dan/atau d. seminar, lokakarya, dan/atau diskusi”.
Belum Lulus Kajian Lingkungan
Kelayakan Paser Utara sebagai ibukota sangat tidak cocok dari segi kajian lingkungan hidup.
Rawan banjir. Daerah Paser Utara adalah daerah rawan banjir karena banyaknya lahan gundul akibat eksploitasi hutan oleh perusahaan tambang batu bara dan perusahaan kertas.
Rawan kebakaran hutan. Di daerah Paser Utara terkenal dengan lahan gambut. Hanya dengan adanya cuaca panas ekstrim akibat dampak elnino, bisa berdampak kebakaran hutan atau asap yang dapat mengganggu kinerja pemerintah. Jadi tidak perlu adanya pembakaran secara sengaja, hutan akan terbakar dengan sendirinya seperti musibah asap yang menimpa negeri kita beberapa tahun lalu.
Solusi
Tuntaskan kajian mendalam dari segi ekologi dan geologi dari para pakar. Tidak melakukannya buru-buru seperti yang dilakukan pansus IKN beberapa waktu lalu.
Sarat Kepentingan Oligarki (Praktek Penguasa yang Pengusaha)
Isu pemindahan IKN menghangat sepulang Presiden Jokowi dari Dubai awal November lalu dengan membawa komitmen investasi hingga Rp637 triliun. Investor di sana mempertanyakan landasan hukum untuk investasi aman. Dari sini dapat disimpulkan faktor bisnis lebih utama menjadi dasar memindahkan IKN dari Jakarta ke Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Ditambah lagi kemungkinan pemutihan 94 lubang bekas tambang batu bara yang tersebar di kawasan IKN yang belum direklamasi (ditimbun) oleh beberapa perusahaan. Beberapa pemilik perusahaan itu bahkan ada yang duduk di kursi kementerian RI dan orang dekat Jokowi. Jadi UU IKN ini ditengarai disahkan dengan lobi kuat dari pemilik perusahaan itu. Sehingga mereka tidak susah-susah menimbun lubang-lubang besar itu karena akan otomatis ditimbun oleh proyek ibu kota baru.
Solusi
Oligarki bisa hilang dengan beberapa kondisi. Pertama, apabila sumber-sumber dana mereka diputus. Dengan kata lain, usaha mereka mengeksploitasi pengelolaan sumber daya alam khususnya batu bara itu dihentikan. Lantas pengelolaannya dilakukan oleh negara.
Kedua, mengeringkan kolam kapitalisme yang telah menjadi habitat para oligarki pemilik modal. Oligarki itu tumbuh di dalam lingkungan kapitalistik. Jika kapitalisme kering, ibarat kolam tadi itu, maka ikan selesai.
Memutus dan mengeringkan kolam kapitalisme hanya mungkin dilakukan oleh pemimpin yang kuat berikut sistem alternatif yang menggantikan kolam tersebut. Tidak ada ini hari yang bisa kokoh melawan kapitalisme kecuali Islam, sistem ekonomi Islam. Itulah yang akan mengeringkan kolam kapitalisme, oligarki pemilik modal akan selesai.
Dari beberapa fakta dan alasan di atas maka kami Forum Pro Umat (FPU) Kerinci – Sungai Penuh mendesak kepada DPR RI dan Pemerintah untuk membatalkan UU IKN yang masih mentah itu dan menyetop praktek oligarki yang selama ini berjalan mulus di negeri ini.