H.Bakri Depati Simpan Negeri gugur sebagai bunga bangsa
Oleh : Budhi VJ Rio Temenggung dan Nurul Anggraini Pratiwi
Catatan yang berhasil penulis himpun sebelum tahun 1914-hingga tahun 1915, Kepala Distrik Kerinci Indrapura dijabat oleh H.Bakri gelar Depati Simpan Negeri – seorang tokoh terkemuka .Pada tahun 1915 H.Bakri gugur sebagai syuhada Sebelum gugur diberondong senjata api oleh serdadu Belanda, H. Bakri gelar Depati Simpan Negeri pada pagi harinya dipanggil menghadap Kontler Belanda Gurkom di kantor Kontler Belanda, (sekarang kawasan Gedung Nasional ) H .Bakri dipanggil sehubungan dengan Protes dan Resolusi yang disampaikannya kepada pemimpin Belanda yang berkuasa saat itu
Versi lain menyebutkan bahwa disamping tidak menyukai sikap Tuan Konler yang semena mena terhadap rakyat, H.Bakri merasa tersinggung dengan sikap Kontler yang melecehkan salah seorang rakyat Kerinci dan sejak ia mulai mengenal organisasi Serikat Islam yang mengobarkan semangat kebangsaan.serta akumulasi dari berbagai masalah dan tekanan yang dilakukan oleh pihak Belanda terhadap rakyat Kerinci menyulut semangat kejuangan semakin menggelora di dada H.Bakri Depati Simpan Negeri..
Sekitar Jam 06.00 -7.00 Wib H. Bakri Gelar Depati Simpan Negeri dengan menggunakan pakaian Jubah Putih dan menenteng senjata laras panjang berjalan menuju kantor kontler, yang saat ini posisi kantor berada dikawasan Gedung Nasional Nasional (Kawasan Lapangan Merdeka,Pen)
Pada saat insiden terjadi keadaan kantor Kontler masih sepi yang berada di luar saat itu hanya ada juru tulis, setelah memberikan isyarat kepada juru tulis untuk menghindar, H.Bakri Depati Simpan Negeri memasuki kantor Kontler, pada pagi itu diruang kerja hanya ada Kontler Tuan Gurkom, sambil mengucapkan selamat pagi H.Bakri Depati Simpan Negeri mengarahkan moncong senjata api yang sebelumnya beliau sandang kearah mulut Kontler Gurkom, hanya dengan satu kali letupan senjata api menyalak dan mendarat di bagian mulut Kontler Gurkom , dan dengan seketika tubuh Kontler Gurkom tergeletak tak bernyawa di lantai papan ruang kerja Kontler dengan rubuh bersimbah darah.
Dari penuturan yang disampaikan kerabat dekat H.Bakri dan beberapa informasi yang disampaikan oleh informan menyebutkan sehari sebelum Insiden terjadi H. Bakri Depati Simpan Negeri mendapat surat panggilan dari kontler sehubungan dengan Protes dan Resolusi yang disampaikan H.Bakri berkaitan dengan Pajak yang dibebankan Belanda kepada rakyat alam Kerinci, setelah mendapatkan surat panggilan menghadap, maka pada malamnya H. Bakri Depati mengumpulkan istri dan anak anaknya di kediaman pribadi di simpang jalan Dusun Baru arah ke Dusun Empih – menuju Rawang.
H. Bakri Depati Simpan Negeri sempat menyampaikan rencana dan niat nya untuk menghabisi Kontler Belanda yang ia nilai telah berbuat sewenang wenang, sekaligus minta izin kepada istrinya untuk melakukan “Jihad Fisabilillah ”, awalnya sang istri anak anak dan salah seorang kemenakannnya yang mulai beranjak dewasa A.Kadir Djamil tidak mengizinkan, namun beliau tetap bersikukuh, mendengar penjelasan dan sikap H.Bakri Depati Simpan Negeri yang berniat mati syahid membela tumpah darah dan kehormatan bangsanya
Sebagai pemimpin ( Kepala Distrik) dan Depati ia dikenal kukuh memegang prinsip, akhirnya keluarga mengizinkan, – pada malam itu H.Bakri Depati Simpan beserta keluarga melakukan shalat dan zikir serta doa bersama.
Versi lain menyebutkan pada pagi hari setelah melakukan shalat sunat dan shalat Subuh H. Bakri Gelar Depati Simpan Negeri dengan memakai pakaian serba putih (Jubah) dan memakai sorban yang melingkar dikepala – dengan menyandang senapan laras panjang yang telah di isi peluru berjalan kaki dari kediamannya menuju kantor Kontler.- Saat itu kondisi di kantor Kontler masih sepi, hanya ada Kontler di dalam ruangan kerja
Saat memasuki ruangan kantor Kontler, H. Bakri gelar Depati Simpan Negeri mengetuk pintu ruangan kerja Kontler, dan pada saat itu tuan Kontler ( penguasa Belanda di alam Kerinci ) baru memasuki ruang kerjanya dan sedang mempersiapkan peralatan kerja, melihat kedatangan H.Bakri, tanpa basa basi Kontler mengeluarkan kata kata yang tidak bersahabat, keduanya terlibat pertengkaran mulut yang intinya Belanda menolak tuntutan H.Bakri Gelar Depati yang meminta Belanda untuk meninjau kembali pajak yang sangat memberatkan rakyat. meski H.Bakri Depati Simpan Negeri seorang Pejabat Kepala Distrik, ia adalah seorang nasionalis itu tidak tega membiarkan Belanda memungut pajak yang berlebihan dan mempekerjakan rakyat sebagai tenaga kerja paksa (Rodi ) untuk membangun jalan dan kanal di Danau Kerinci. Kontler memfitnah H. Bakri telah menggelap pajak yang dipungut dari rakyat Kerinci, pada kenyataannya H.Bakri Depati Simpan Negeri yang secara diam diam telah menjadi aktifis Serikat Islam mulai enggan memungut pajak yang menguntungkan kolonial Belanda
Pembangunan Kanal di kawasan Danau Kerinci pada saat itu bertujuan untuk mengurangi debit akhir Danau Kerinci yang cukup tinggi, pada Pembangunan Kanal salah seorang putra H. Bakri ikut bekerja dan ditunjuk Belanda sebagai pengawas yang mengawasi pembangunan kanal
pada saat pembangunan kanal ratusan jiwa rakyat alam Kerinci tewas, (Ibrahim Mukhtar: Sandaran Agung Juni : 2012 ) Belanda hanya membutuhkan tenaga para pekerja dan tidak memperhatikan kesehatan dan asupan pangan bagi pekerja paksa.
Sedangkan merintis pembangunan jalan Sungai Penuh – Tapan – Pesisir Selatan. (Dapuri 90 Tahun: Sungai Penuh: Januari 2013) ratusan orang rakyat Kerinci telah dikerahkan untuk kerja paksa ” Kerudoi” (kerja rodi,Pen) merintis pembukaan jalan yang membedah kawasan hutan belantara yang dihuni binatang binatang buas, minimnya pangan dan suhu udara yang dingin pada malam hari berdampak terhadap para kerja paksa, sejumlah pekerja paksa tewas di lokasi pembangunan jalan yang jauh dari pemukiman masyarakat.
Pada saat melakukan kerja paksa, pihak Belanda menghukum denda kepada masyarakat yang tidak melakukan kerja paksa, jumlah denda pada saat itu sekitar 2,5 Cent, merasa harga diri sebagai orang pribumi dilecehkan maka ia tidak dapat menerima sikap tuan Kontler yang dinilai sudah keterlaluan dalam memaksa rakyat alam Kerinci, Secara spontan dan gerakkan reflek H.Bakri mengarahkan senapan laras panjang ke arah mulut tuan Kontler, dengan sekali letusan peluru bernembus kerongkongan Kontler, saat itu juga tuan Kontler tewas di terjang peluru yang di muntahkan oleh senapan laras panjang yang pelatuknya ditarik oleh H.Bakri,
Setelah menembak Kontler Belanda H.Bakri dengan tenang meninggalkan kantor konler yang masih sepi, dan dengan tenang berjalan keluar kantor dan menyeberangi sungai Batang Bungkal dan berjalan menyusuri dusun nek menuju wilayah tebing tinggi ( sekarang disebut kawasan Koto Tinggi jalan Muradi, Pen ) disebuah lereng tebing disamping rumah Datuk Buhari(alm) – beliau menuruni tebing menuju lokasi lahan persawahan dan berhenti di Pelak ” Tanah Munggok “ dekat sumur Kangkong. yang berair jernih. Sumur ini dimanfaatkan petani untuk air wudhu saat melakukan kegiatan bersawah
Serdadu Belanda yang mendengar letusan senjata api dari arah kantor / ruang kerja Konler Gurkom, berhamburan menuju asal suara letusan senjata api, beberapa serdadu Belanda lansung memasuki kantor dan ruangan kerja kontler, dan betapa terkejutnya mereka melihat Kontler telah tewas bersimbah darah, dalam kedaan panik para serdadu Belanda berhamburan keluar kantor dan mencari tahu siapa pelaku penembakan.