Kerincitime.co.id, Berita Kerinci – Hukum Real (Bahasa Latin :Â ius positum) adalah hukum yang dibuat oleh manusia yang mewajibkan atau menetapkan suatu tindakan. Istilah ini juga mendeskripsikan penetapan hak-hak tertentu untuk suatu individu atau kelompok.
Konsep hukum real merupakan konsep yang berlawanan dengan konsep hukum alam. Dalam konsep ini, hak-hak diberikan bukan lewat undang-undang, tetapi oleh “Tuhan, alam atau nalar” Hukum positif juga dideskripsikan sebagai hukum yang berlaku pada waktu tertentu (masa lalu atau sekarang) dan di tempat tertentu. Hukum ini terdiri dari hukum tertulis atau keputusan hakim asalkan hukum tersebut mengikat. (Wikipedia).
Dilansir tribunpontianak.co.id, Pengamat Hukum Untan Turiman Fathurachman punya analisis terkait penerapan hukum adat dan hukum positif.
Hukum positif yang dikemas sebagai hukum yang berlaku saat ini atau istilahnya Ius Constitutum, bentuknya adalah peraturan perundangan-undangan yang dikeluarkan resmi oleh negara.
Sedangkan hukum adat adalah sebuah sistem yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia.
Karena dia berurat dan berakar di masyarakat, tentu peraturan ini sebenarnya tidak tertulis dan tumbuh kembang, kemudian pada perkembangan selanjutnya ternyata menjadi tertulis.
Unsur-unsur dari hukum adat sebenarnya berawal dari adat istiadat yang menyangkut sikap dan kelakuan seseorang, lantas diikuti orang lain dalam suatu proses cukup lama.
Kemudian mengkristal menjadi aturan-aturan yang disepakati bersama sebagai hukum adat.
Jika hukum adat masuk ke dalam materi Rancangan Undang-Undang (RUU) maka itu adalah amanahnya masyarakat adat.
Tapi di dalam perkembangan beberapa kongres dan seminar dikembangkan istilah masyarakat hukum adat. Ini menjadi sistem tersendiri.
Apakah dalam prakteknya berbenturan dengan hukum positif ? Saya pikir semua penegak hukum memperhatikan hukum adat setempat.
Kalau praktek di beberapa daerah khususnya di Kalbar, ada hal yang disepakati misalnya orang itu tidak melakukan perbuatan sama sebanyak dua kali.
Di Kalbar secara umum hukum adat punya karakteristik tersendiri. Ada hukum adat darah putih, ada hukum adat pidana darah merah.
Hukum adat ini adalah endapan dari norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang atau dinamis. Jadi, substansinya meliputi peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Tidak ada masalah jika hukum adat dan hukum positif berjalan selaras. Hanya tinggal dipertegas hukum adat yang mana. Karena masing-masing etnisitas punya hukum adat.
Jika nantinya hukum adat dimasukkan dalam UU, konsekuensinya akan terjadi beberapa sistem hukum. Misalnya hukum adat sendiri, hukum positif sendiri dan hukum agama sendiri.
Sepanjang tidak berbenturan satu sama lain, silahkan saja karena itu kan pilihan bagi masyarakat. Tapi perlu ditegaskan bahwa hukum adat tidak bisa meliputi seluruh wilayah. Hanya berlaku pada wilayah tertentu dimana hukum adat itu dipertahankan.
Kalau masuk ke substansi bersifat general, maka perlu ada kesepakatan seluruh elemen masyarakat. Hukum adat lebih local wisdom atau kebijaksanaan lokal. Jadi ada wilayah-wilayah sendiri, hukum adat itu diberlakukan.
Persoalan konflik di Bumi Sakti Alam Kerinci, terkait soal PLTA, Adat dan Pemerintah menjadi persoalan yang rumit yang harus dituntaskan. (Red)