Kades Desa Batu Ampar Sarolangun Protes Pendataan Warga Miskin
Kerincitime.co.id, Berita Sarolangun – Sistem pendataan warga miskin yang dilakukan  Dinas Sosial (Dinsos) Sarolangun yang dijadikan rujukan sebagai penerima bantuan Pemerintah, baik dari daerah maupun Pemerintah pusat mendapat protes dari kepala desa (Kades). Salah satunya dari Pemerintah Desa Batu Ampar, Kecamatan Pauh Kabupaten Sarolangun.
“Banyak program bantuan nasional ke Desa tapi tidak ada koordinasi dengan Kepala Desa,” kata Kades Batu Ampar, Sridamayanti yang juga Ketua Forum Kades Kecamatan Pauh, dilansir Brito.id media partner Kerincitime.co.id, Senin (11/11/2019)
“Masyarakat miskin tidak dapat lagi beras miskin (Raskin) atau Rastra secara langsung karena penyalurannya akan melalui e-warung. Berati datanya sudah valid. Sementara kepala desa belum ada yang menerima datanya. Warungnya pun Dinsos juga yang menentukan,” tambahnya
Sridamayanti mengatakan, tata cara pendataan yang dilakukan Dinsos banyak desa yang tidak tahu sasarannya. Sementara menurut Dinsos sudah pemutakhiran data.
“Kesepakatan awal kewenangan penetapan warung untuk penyalurannya ditentukan oleh Kepala Desa, tapi kenyaataannya ternyata tidak seperti itu. Masyarakat penerima akan diberikan kupon,” ujarnya.
Dari hal itu, ia mempertanyakan kebenaran penyaluran memalui e-warung tersebut, kalau memang e-warung siapa yang menentukan layak atau tidak layak, kalau ada tim kenapa Kepala Desa tidak masuk dalam tim.
“Ada pemutakhiran data, kenapa tidak ada laporan ke kepala desa atau koordinasi, kalau memang tidak melibatkan kepala desa tolong sosialisasikan dengan masyarakat agar tidak ada kecurigaan dari masyarakat bahwa ada kesan pilih kasih oleh kepala desa,” kata Sridamayanti.
Menanggapi hal tersebut, pihak Dinas sosial (Dinsos) Sarolangun melalui Kasi penyediaan data PMKS, PSKS, Penyuluhan dan Bimbingan Sosial Doly Harahap ketika dikonfirmasi mengatakan salah besar kalau kepala desa mengatakan tidak dilibatkan karena hal tersebut telah tersistem dari pusat.
“Salah kalau kepala desa bilang tidak ada koordinasi atau tidak melibatkan mereka.
Data DBT (basis data terpadu) keluar tahun 2015. Data itu sebagai dasar program perlindungan sosial bagi keluarga penerima manfaat (KPM),” kata Doly Harahap.
Penerima manfaat tersebut katanya seperti dalam Program Keluarga Harapan (PKH) dan program Bantuan Sosial (Bansos) beras sejahtera (Rastra) yang  sekarang menjadi BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai).
Doly menyebut, per 1 September 2019 BPNT berlaku secara nasional. Bagi kabupaten/kota yang belum melaksanakan BPNT ini.
“Jadi, kalau untuk pendataan dan perubahan data program perlindungan sosial bagi keluarga miskin dan tidak mampu, satu tahun dilakukan sebanyak dua kali. Yaitu pada bulan Juni dan November, tentu yang tahu kondisi di Desa adalah Pemerintah Desa atau kepala desanya, kami tidak pernah membantah itu,” katanya.
Ia menjelaskan, terkait pendataan tadi ia mengaku pihaknya banyak terkendala oleh masih banyaknya desa yang tidak memiliki operator data. Karena perubahan tidak boleh semau Kepala desa dan harus melalui rapat desa.
“Harapan kami kedepannya begitu. Penggunaan e-warung harus melalui agen BRIlink. Terkecuali yang belum ada kita kerjasama melalui pendamping sosial rastra, nanti keluarga penerima manfaat akan diberikan kartunya, dengan kartu itulah nanti mereka mengambil bantuan tersebut,” pungkasnya. (Irw)