Kincai ( Kerinci) sekepal tanah dari surga
kerincitime.co.id -,Kerinci, atau ” Kincai ” adalah sebuah negeri yang berada dikawasan dataran tinggi puncak pengunungan Andalas ( Bukit Barisan),yang membentang sepanjang gugus barat Pulau Sumatera. Bentang alamnya yang terdiri dari kawasan perbukitan yang berlapis lapis dan Gunung Kerinci yang kokoh berdiri dengan ketinggian 3.805.M.Dpl seakan mengawasi dan melindungi Alam Kerinci dari gangguan dunia luar.
Pengunungan yang ada di dataran tinggi Kerinci, seperti Gunung Raya, Gunung Tujuh, dan Gunung Kerinci seakan ikut menjaga irama dan denyut nadi kehidupan masyarakat. Para ahli Geologi dan Ekologi menjuluki Gunung Kerinci sebagai “ Atap Sumatera ” ( Top Of Sumatera ) dan hutan dikawasan Taman Nasional Kerinci Seblat sebagai paru paru dunia. Dilain pihak benda cagar budaya yang berada di negeri atas angin ini menunjukkan alam Kerinci merupakan salah satu pusat peradaban Melayu tertua yang ada di atas permukaan bumi.
Kondisi alamnya yang indah dengan panorama alam yang aduhai, tempat kehidupan berbagai spesies flora dan fauna langka, menginspirasikan seorang pujangga asal alam Kerinci Ghazali Burhan Riodja mengibaratkan alam Kerinci ” Bagaikan Sekepal tanah dari surga yang tercampak ke dunia”.
Di “Engclave” alam Kerinci terdapat pesona wisata alam seperti air panas bumi di Semurup Kecamatan Air Hangat,- Sumber air panas bumi di Sungai Medang, dan di Sungai Abu Kecamatan Air Hangat Timur, sumber panas bumi juga tersimpan di Kecamatan Gunung Raya.
Kombinasi panorama alam yang indah itu juga menyimpan beraneka ragam Flora dan Fauna, setidaknya terdapat 4.000 jenis Spesies Flora termasuk jenis tanaman langka “Harpulia” dan “Vinus Strain Kerinci” dan kayu sigi, terdapat 139 jenis burung, 37 jenis mamalia, 6 jenis primata dan 3 jenis mahkluk misterius yakni “ Uhang Pandak ” Cigau dan Kuda liar.
Pesona alam Kerinci dengan beraneka ragam flora-fauna dan ke aneka ragaman seni, budaya dan detak ritme kehidupan masyarakatnya yang begitu sempurna adalah sebuah karunia Tuhan yang belum ditemukan dibelahan dunia lain, Alam Kerinci menggambarkan kesaktian atau keajaiban, potensi ini merupakan sebuah anugerah yang tiada ternilai yang diberikan oleh Sang Maha Pencipta.
Dampak perkembangan zaman dan tuntutan pembangunan ketatanegaraan, Kabupaten Kerinci secara admisitrasi telah dimekarkan menjadi 2(dua) daerah otonom Kabupaten dan Kota, yakni Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh. Kedua daerah otonom itu secara adat dan kebudayaan merupakan “ satu kesatuan hukum adat dan satu kultur budaya “ yang tidak dapat dipisahkan, kedua daerah ini ibarat denyut nadi dan nafas kehidupan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain.
Dalam dialeg masyarakat disebut kata Kerinci adalah segalanya, Kerinci tidak hanya mejadi nama negeri atau nama daerah, tetapi penduduknya secara adat dan budaya, bahasa, danau, gunung dan hutan serta alamnya selalu menambahkan suku kata Kerinci.Antara masyarakat Kota Sungai Penuh dan masyarakat Kabupaten Kerinci meski secara administrasi bersifat otonom namun dalam kehidupan dan kebudayaan tetap satu dan menyatu dalam satu dialeg, satu bahasa, satu adat istiadat dan satu kebudayaan yang sama yakni “Kerinci”. Dan harus diakui, hingga saat ini sejarah dan budaya Kerinci termasuk tulisan asli Kerinci / aksara Incung belum terdokumentasi dengan baik, sebahagian belum digali dan sebahagian bahagian lainnya telah terlupakan.
Para peneliti dan budayawan menyebutkan, hamparan luas renah alam Kerinci merupakan bahagian pusat alam Melayu,- menurut ANTHONI. J. WHITTEN Kawasan alam Kerinci telah didiami manusia semenjak 10.000.Tahun SM. Hasil penelitian dan catatan sejarah menyebutkan, kelompok manusia yang pertama kali datang ke alam Kerinci disebut dengan nama ” Kecik Wok Gedang Wok”. Kelompok ini menurut pakar di duga kuat merupakan manusia pertama yang mendiami Pulau Sumatera, Penyebutan Kecik Wok Gedang Wok diberikan karena kelompok manusia ini belum memiliki nama panggilan – diantara sesama mereka, mereka bertegur sapa dengan sebutan Wok
Peneliti asal Amerika Serikat yang melakukan penelitian pada tahun 1973 bersama tim Lembaga Purbakala dan peninggalan Nasional menyebutkan ” Suku Bangsa Kerinci “ lebih tua dibandingkan dari Suku Bangsa INKA ( Indian) di Amerika,- salah satu bukti adalah tentang manusia Kecik Wok Gedang Wok yang belum memiliki nama panggilan secara individu, sedangkan Bangsa / Suku Indian telah memiliki nama seperti Big Buffalo ( Kerbau Besar ) Little Fire (Api Kecil).
Para ahli arkeologi menyatakan manusia Homo Sapiens – telah menghuni alam melayu sejak 35.000 tahun yang silam. Kelompok manusia ini dapat di golongkan dalam ras dan rumpun Melayu Polinesia,- Mencermati pendapat ahli arkeologi, maka di duga manusia yang masuk ke alam Kerinci termasuk ke dalam rumpun Melayu Polinesia.
Pendapat DR. Bennet Bronson yang menyebutkan manusia ”Kecik Wok Gedang Wok” telah ada jauh sebelum kedatangan gelombang perpindahan suku suku bangsa dari Asia Tenggara ke Indonesia sangat beralasan. Salah satu daerah pedalaman yang dimasuki ras proto melayu temasuk alam Kerinci yang daerahnya telah didiami manusia “ Kecik Wok Gedang Wok ”, dalam perkembangannya kedua komonitas ini telah terjadi percampuran darah yang kemudian melahirkan “Nenek Moyang Orang Suku Kerinci ” dan seiring dengan perkembangan keturunan nenek moyang orang Kerinci membuat pusat pusat pemukiman yang tersebar di sejumlah pelosok alam Kerinci.
Menurut sejarawan dan ahli arkeologi sebelum abad masehi telah tumbuh dan berkembang pemukiman yang didiami manusia. Pesatnya perkembangan manusia telah melahirkan banyak kantong kantong pemukiman, kantong pemukiman menjadi negeri, dan kemudian Negeri negeri ini memiliki sistim tata pemerintahan yang mengatur tata kehidupan masyarakat pada saat itu.
Berdasarkan catatan sejarah, pada masa lampau di Kerinci terdapat 3 sistim Pemerintahan yang berdaulat dan memayungi masyarakat dan negeri. Ketiga pemerintahan itu ialah pemerintahan “KOYING” atau “ Kerajaan Negeri Koying ”, pemerintahan berikutnya disebut dengan pemerintahan Segindo atau Negara Segindo alam Kerinci dan Pemerintahan selanjutnya dikenal dengan nama pemerintahan Depati atau Negara Depati Empat Alam Kerinci.
Berdasarkan catatan sejarah, pada masa lampau di Kerinci terdapat 3 sistim Pemerintahan yang berdaulat dan memayungi masyarakat dan negeri. Ketiga pemerintahan itu ialah pemerintahan “KOYING” atau “ Kerajaan Negeri Koying ”, pemerintahan berikutnya disebut dengan pemerintahan Segindo atau Negara Segindo alam Kerinci dan Pemerintahan selanjutnya dikenal dengan nama pemerintahan Depati atau Negara Depati Empat Alam Kerinci.
B.Persatuan Sugindo
Dimasa lalu di kawasan Kerinci tinggi terdapat Sembilan ( 9 ) orang Sigindo, masing masing Sigindo adalah gelar kepala suku atau /kepala kaum yang dikenal pada abad ke 14 mereka yang mengatur kaumnya di wilayah masing masing, merekalah yang memakan habis memancung putus dalam wilayahnya, mereka yang menghitam memutihkan dalam wilayahnya
Dan dalam tiap wilayah Kerajaan Sigindo terdapat beberapa negeri dan dusun yang memiliki rakyat yang cukup banyak yang patuh kepada Sigindo, antara satu Sigindo dengan Sigindo yang lain terjalin hubungan yang harmonis dan penuh rasa kekeluargaan, ringan sama sama mereka jinjing, berat sama sama dipikul, berbenteng dado berkuto betis, menghadap musuh setapak pun tidak surut dalam membantu wilayah Sigindo yang mendapat ganguan dari musuh.
Kesembilan Sigindo Sigindo tersebut masing masing adalah sebagai berikut: contoh pada tulisan incung yang tertulis pada tanduk yang tersimpan di Koto Bingin Rawang dan Tanah Kampung disebutkan bahwa Sigindo Panjang adalah menantu Nenek Siyak Langin (Siyak Lengih) atau dikenal dengan nama “Syekh Samilullah”
Dalam Tambo dikatakan Nik Sigindo Tujuh beradik, dengan demikian artinya mereka hidup dalam satu zaman. Sigindo tersebut yakni: Sigindo Elok Misai Sungai Tenang berkedudukan di Koto Tapus (sekarang Jangkat). Sigindo Balak Serampas berkedudukan di Tanjung Kasri ( sekarang termasuk Kecamatan Jangkat-Kabupaten Merangin). Sigindo Batinting Jerangkang Tinggi berkedudukan di Pulau Sangkar. Sigindo Bauk Tanjung Muara Sekiau berkedudukan di Temiai. Sigindo Kumbang wilayah Selatan Danau Kerinci berkedudukan di Jujun. Sigindo Kuning wilayah Barat Danau Kerinci berkedudukan di Seleman. Sigindo Teras wilayah Utara Danau Kerinci berkedudukan di Pengasi. Sigindo Panjang wilayah Rawang berkedudukan di Rawang. Sigindo Sakti wilayah Ujung Tanjung Muaro Sekiau di Muaro Sekiau
. Pada masa itu persatuan antara satu Sigindo dengan Segindo Segindo yang lain sangat kuat, bagi mereka kesulitan satu Segindo merupakan kesulitan pula bagi Segindo yang lain, Kerajaan Segindo Segindo pada masa itu sangat disegani oleh Kerajaan kerajaan lain, dan setiap satu tahun mereka mengadakan pertemuan untuk membicarakan kepentingan bersama, wadah persatuan mereka disebut dengan” Sakti Alam Kerinci”
C.Persatuan Pamuncak
Kerajaan Sigindo Sigindo bertahan hingga berabad abad, gelar seorang raja yang disebut Segindo mampu mensejahterakan dan memakmurkan rakyat di wilayah Sigindo masing masing. Dan pada akhirnya gelar Sigindo beralih menjadi Pamuncak, pada masa itu perkembangan penduduk tumbuh pesat, lahan lahan pertanian dan perkebunan semakin luas, Agama Hindu dan Budha yang berkembang saat itu secara perlahan berangsur menghilang dan digantikan dengan penyebaran agama Islam, dan pada saat itu gelar Raja di daerah Kerinci Tinggi dan Kerinci Rendah berobah menjadi “ Pamuncak ” dan pada masa itu ada Sembilan Pamuncak secucur air seguling batu,Enam Pamuncak berada di Kerinci Tinggi dan Tiga Pamuncak berada di kawasan Kerinci rendah.
Masa Pamuncak diganti dengan Depati, masa Pemerintahan Pamuncak berakhir di wilayah Kerinci Tinggi berakhir sejak masa Adityawarman menjadi Raja Pagaruyung tahun 1347 – 1376 M Setelah tiga tahun naik Tahta Raja Adityawarman (1350) beberapa orang keturunan dan pengikuti Adityawarman datang ke Kerinci tinggi dan Kerinci rendah, mereka ikut andil dalam menata ketatanegaraan di alam Kerinci sehingga sistim pemerintahan Pemuncak diganti dengan pemerintahan Depati
Dan pada masa itu ada sepuluh Depati dan satu wilayah yakni Tanah Pembarap masih bergelar Mangkuyudo, setelah itu tanah Pembarap diberi gelar Depati Mangkuyudo, dengan demikian jumlah Depati menjadi sebelas dan kesebelas Depati itu diresmikan Raja Melayu Adityawarman, adapun Mangkuyudo Pembarap berawal dari usul Pamuncak Tigo Kaum agar didirikan suatu kerajaan dengan gelar Mangkuyudo dan yang pertamakali menjabat Mangkuyudo adalah cucu dari Pamuncak Tigo Pulau Sangkar
(* Muchtar Agus Cholif,SH- Adipati Ganto Anggo Rajo : 158-171 )
Para Depati yang diresmikan oleh Raja Adityawarman pada saat itu sebanyak 7 orang Depati diwilayah Kerinci Tinggi dan 4 orang di wilayah Kerinci Rendah.Para Depati yang diresmikan itu merupakan Raja raja penguasa adat yang memimpin di wilayah masing masing, para Depati itu bergabung dalam wadah persatuan yang disebut dengan “ Empat Diatas Tigo Dibaruh, Pamuncak dan Pembarap (budhi vj rio temenggung)