Mahasiswi STKS Bandung Pelajari Aksara Incung Suku Kerinci
Kerincitime.co.id – Sungai Penuh Meski Dinas Pendidikan dan Dinas Porabudpar Kota Sungai Penuh masih belum berminat untuk mengembangkan aksara incung sebagai sebuah kebudayaan dan peradaban yang diperkenalkan dan di ajarkan kepada generasi muda/pelajar di Kota Sungai Penuh,akan tetapi Lembaga Bina potensia tidak patah arang dan tetap terus merawat dan memperkenalkan asset budaya alam Kerinci khususnya aksara Incung, biarlah dinegeri sendiri ia dilupakan dan tidak dilihat dengan sebelah matapun – mudah mudahan di negeri orang budaya suku Kerinci khususnya aksara incung akan dikenal luas.
Sejak akhir tahun 2012 yang lalu Direktur Lembaga Bina Potensia Budhi VJ Rio Temenggung telah memperkenalkan dan mengajar kan beberapa orang Mahasiswa Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung untuk mengenal aksara Incung suku Kerinci.
Diantara Mahasiswi STKS Bandung yang mempelajari aksara Incung suku Kerinci ialah Nurul Anggraini Pratiwi (asal SMA.Negeri 6 Merangin Jambi , Langi Sae Chairunisa(asal Muara Uya abupaten Tabalong Kalimantan Selatan.) Rakhmat,Mery asal Jambi, dan Dwi Asal Bangka Belitung.
Meski diperkenalkan secara kilat, Alhamdulillah para mahasiswi STKS Bandung itu telah dapat mengenal dan menulis aksara incung dengan baik, dan mereka memiliki kepedulian yang cukup tinggi terhadap asset kebudayaan
Nurul Anggraini Pratiwi Mahasiswi Semester III STKS Bandung asal SMA.Negeri 6 Merangin Jambi mengemukakan,Aksara Incung Suku Kerinci telah diteliti sejumlah peneliti dalam dan luar negeri, diantara peneliti dari dalam negeri tercatat nama Prof.Dr.H.Amir Hakim Usman,MA gelar Depati Santido mempelajari aksara Incung dari tokoh adat dan budayawan H. Abdul Kadir Djamil gelar Depati simpang negeri dan sumber dari Bapak M.Kabul Ahmad Dirajo.
Nurul Anggraini Pratiwi menyebutkan bahwa berdasarkan hasil penelitian dari Prof.Dr.H. Amir Hakim Usman (almarhum) dan Dr.P.Voorhoeve di Kerinci terdapat 271 naskah kuno dan 158 di antaranya ditulis dengan aksara incung yang ditulis di berbagai media, dengan rincian Aksara Incung yang di tulis pada tanduk sebanyak 82 potong, pada ruas buluh sebanyak 59 ruas, Pada kertas sebanyak 13 lembar, pada tulang sebanyak 1 lembar, aksara Incung yang di tulis pada kulit kayu sebanyak 2 potong, dan pada tapak gajah sebanyak 1 potong.
Ditempat terpisah Langit Sae Chaerunisa mengemukan bahwa saat ini yang bisa menulis ,membaca dan memahami aksara incung hanya tinggal beberapa orang lagi dan orang itupun sudah di usia lanjut ( manula) di antaranya adalah :Depati H. Alimin (65 tahun),Iskandar Zakaria (75 tahun),Depati Hasril Maizal(=/-55 tahun)
Dari informasi yang saya peroleh menyebutkan dari beberapa ahli seperti Prof. Dr. H. Amir Hakim Usman, MA, Dpt. H. Amiruddin Gusti, Dpt. H. Alimin dan Iskandar Zakaria pada dasarnya menghasilkan kesimpulan yang sama yakni isi aksara incung berupa karya sastra seperti syair,kerinduan, ungkapan perasaan hati moyang orang suku kerinci pada masa lampau
Mengutip pendapat Depati.H Alimin dalam makalahnya ( Kenduri cinta tahun 2010 )menyebutkan dalam perkembangannya, ditemukan karya tulis Kerinci klasik yang dipengaruhi kebudayaan Hindu. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya kata – kata Hindu dalam naskah kuno Kerinci aksara Incung seperti kata Batara, Dewa, dan sebagainya.
Naskah – naskah kuno yang terdapat di Kerinci bernilai klasik, baik dari bentuk, alat tulis maupun media yang dipergunakan termasuk langka dalam kesusasteraan Indonesia. Diketahui bahwa naskah incung klasik itu tidak bisa digolongkan berdasarkan jangka waktu tertentu ( periode ), karena hasil naskah itu tidak mencantumkan waktu penciptaannya dan siapa penciptanya.
Karya tulis pada zaman itu dianggap milik bersama. Naskah incung yang ditulis pada media bambu kebanyakan berbentuk prosa, yang jumlahnya cukup banyak di Kerinci. Naskah-naskah kuno tersebut dijadikan benda pusaka oleh orang Kerinci yang ditulis di berbagai macam media penelitian yang berisikan sastra, agama, undang-undang, bahasa, sejarah leluhur (silsilah), dan adat istiadat.
Seperti yang disampaikan para pakar Budaya, Nurul dan Langit mengemukakan bahwa Masyarakat suku Kerinci percaya bahwa penciptaan aksara dan penelitian naskah bersumber dari latar belakang perwujudan alam, manusia dan ketuhanan sebagai suatu keseluruhan,Sehingga naskah-naskah orang Kerinci yang ditulis merupakan kesastraan suci yang dianggap keramat dan sakti. Sampai saat inipun kepercayaan tersebut sulit hilang dalam kehidupan masyarakat suku Kerinci.
Agama Islam berkembang dengan pesat di nusantara pada puncaknya abad ke –16, dengan masuknya pengaruh Islam ke alam Kerinci, penelitian dan informasi yang penyusun terima dari kalangan budayawan dan para peneliti luar negeri menyebutkan naskah naskah yang semula ber aksarakan Incung beralih menjadi naskah – naskah beraksara Arab dengan bahasa Melayu.
Sebagai anak muda, dan walaunpun saya bukan orang Kerinci, akan tetapi saya sangat mengagumi dan mencintai budaya bangsa,dan sebelum aksara Incung diclaimoleh Negara tetangga alangkah baiknya jika Pemerintah Kota Sungai Penuh dan Pemerintah Kabupaten Kerinci untuk mengabadikan aksara Incung sebagai warisan syah suku Kerinci”kata Langit Mahasiswa STKS bandung asal Kalimantan Selatan. (Bj )