opini

Perjalanan Betuah (47)

Oleh: Musri Nauli 

Tidak dapat dipungkiri, perjalanan politik (roadshow) Al Haris setelah ke Kecamatan Sadu kemudian ke makam Datuk Paduko Berhalo begitu penting. Sarat makna dalam alam cosmopolitan masyarakat Melayu Jambi.

Nama Datuk Paduko Berhalo menjadi ingatan kolektif dan cerita dan tutur ditengah masyarakat Melayu Jambi.

Sebagai Raja yang dihormati oleh masyarakat Melayu Jambi dikenal didalam seloko seperti “Raja Sedaulat, Penghulu seandiko”.

Sebagai Raja yang memerintah di Kerajaan Jambi Darussalam, Datuk Paduko Berhalo adalah Raja yang menjadi ingatan ditengah masyarakat.

Kisah Datuk Paduka Berhalo tidak dapat dipisahkan dari Putri Selaro Pinang Masak. Ditengah masyarakat Jambi juga dikenal dengan nama Putri Pinang Masak. Nama yang sering diabadikan di berbagai tempat.

Ada juga menyebutkan Putri Selaro Pinang Masak.

Didalam kisah yang dituliskan oleh Umar yang bergelar Ngebi Sutho Dilago Periai Rajo Sari. Kepala dari Orang Kerajaan Jambi Nan Dua Belas. keturunan dari Orang Kayo Pingai bin Datuk Paduko Berhalo. Ia juga jadi anak angkat dari Pangeran Ratu Jayaningrat gelar Sultan Thaha Saifuddin (Pahlawan Nasional dari daerah Jambi), yang juga keturunan dari Orang Kayo Hitam bin Datuk Paduko Berhalo, diterangkan, Putri Selaras Pinang Masak (Putri Pinang Masak) merupakan saudari kandung dari Adityawarman.

Adityawarman dikenal sebagai Raja Pagaruyung (Minangkabau) yang berpusat Dharmasraya dan kemudian berpindah ke Batusangkar.

Putri Selaras Pinang Masak Bersama dengan suaminya yang bernama Ahmad Salim mendirikan Kerajaan Jambi. Kerajaan Jambi kemudian dikenal sebagai kerajaan Jambi Darussalam. Sedangkan Ahmad Salim kemudian dikenal sebagai Datuk Paduka Berhalo.

Kerajaan Jambi Darussalam kemudian dikenal sebagai salah satu Kerajaan Islam di Indonesia. Dalam Majalah Warta Ekonomi tahun 1997 menyebutkan Kerajaan Melayu II di bawah kepemimpinan Datuk Paduko Berhalo.

Datuk Paduko Berhalo dan Putri Selaras Pinang masak kemudian mempunyai anak yang bernama Orang Kayo Pingai, Orang Kayo Hitam, Orang Kayo Pedataran dan Orang Kayo Gemuk.

Orang Kayo Hitam kemudian sebagai Raja Kerajaan Jambi Darussalam yang kemudian dihormati oleh Kerajaan Mataram Jawa.

Didalam Sila-sila Keturunan Raja Jambi kemudian berakhir di Sultan Thaha Saifuddin. Sultan Thaha Saifuddin kemudian gugur dalam peperangan melawan Belanda tanggal 1 April 1904 di Muara Tebo.

Budhisantoso, didalam bukunya “Kajian Dan Analisa Undang-undang Piagam dan Kisah Negeri Jambi menyebutkan “Kutukan Datuk Paduko Berhalo” adalah kutukan yang memberikan hukuman kepada Raja Jambi yang berkhianat.

Kutukan Datuk Paduko Berhalo berisikan “Barang siapa yang mengubahkan perbuatan mengubahkan perbuatan itu yang tersebut itu atau bersuruk budi bertanam akal, pepat diluar rencong didalam atau memasang ranjau di bendur atau menanjak kanti seiring dan jika dikerjakan seperti yang tersebut itu maka dikutuki Quranul Azim yang tigapuluh Juz, menghadap ke ulu keno kutuk dimakan bisa kawi, Yang dipertuan di Pagaruyung, menghadap ke ilir keno kutuk bisa Datuk paduko Berhalo.

Keatas tidak berpucuk, kebawah tidak berakar. Ditengah ditarik kumbang padi, Padi ditanam ilalang tumbuh. Dimana juga mungkirnya disanalah tinggallah sumpah itu.

Seloko “Keatas tidak berpucuk, kebawah tidak berakar. Ditengah ditarik kumbang padi, Padi ditanam ilalang tumbuh. Dimana juga mungkirnya disanalah tinggallah sumpah” atau “pepat diluar, rencong didalam” juga dikenal ditengah masyarakat. Hukuman ini disebut “Plali”.

Dalam hukuman “Plali” disebutkan didalam seloko “Bapak pado harimau, Berinduk pada gajah, Berkambing pada kijang, Berayam pada kuawo.

Hukuman ”Plali” kemudian sering juga disebutkan ”hukuman buangan” atau ”hukuman bunian”. ”Sakit dak diurus. Mati dak dikuburkan”. Manusia buangan yang tidak perlu diteladani.

Namun Kutukan Datuk Paduko Berhalo lebih berat daripada hukuman Plali atau ”hukuman buangan” atau ”hukum bunian”.

Kutukan Datuk Paduko Berhalo ditujukan kepada Rajo Jambi. Yang memegang amanah ”alam sekato Rajo. Negeri Sekato batin”.

Sedangkan kesalahan dan hukuman seperti hukuman Plali atau ”hukuman buangan” atau ”hukum bunian ditujukan kepada rakyat Jambi. Yang melanggar pantang larang adat yang telah diatur.

Penulis adalah Direktur Media Publikasi dan Opini Tim Pemenangan Al Haris-Sani

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button