Pemimpin Bijak Ekonomi Dan Bijak Lingkungan
Oleh Syamsul Bahri, SE, Dede Sulthon, SH
(Conservationist di Jambi)
Pada Perayaan Hut Kemerdekaan RI ke 72 ini, saya mencoba menyampaikan dan mengingatkan kita semua akan kondisi lingkungan kita terutama di Provinsi Jambi
Di Provinsi Jambi, telah dilaksanakan PILGUB, Pilwako dan Pilgub secara serentak pada 9 desember 2019 yaitu untuk Gubernur Prop jambi, Bupati Bungo, Tanjung Jabung Timur, Tanjung Jabung Barat, Bupati Batanghari serta Walikota Sungaipenuh, dan pada tanggal 15 Februari 2017 telah juga dilakukan Pilbup secara serentak untuk Kabupaten Muaro jambi, Sarolangun dan Tebo, dan selanjutnya akan dilakukan Pemilihan Walikota Jambi dan Bupati Kabupaten kerinci juga secara serentak pada tahun 2018 mendatang, yang akan dilanjutkan dengan Pemilu Legeslatif dan Pilpres tahun 2019.
Jika kita mencermati, baik hasil Pilkada Tahun 2015, tahun 2017 dan Pilkada Tahun 2018, serta Pemilu Legeslatif dan Pemilu Presiden secara serentak sudahkah kita memilih atau akan memilih Pemimpin yang bijak ekonomi dan bijak lingkungan, ini sebuah pertanyaan yang perlu kita pertanyakan pada diri kita masing-masing.
Benar apa yang disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MenLHK) Siti Nurbaya (Suara pembaharuan 15/03/2015) mengajak masyarakat untuk adil dan arif terhadap lingkungan. Prinsip keadilan dalam mengelola lingkungan sangat berharga untuk generasi yang akan datang, hal ini juga telah suarakan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menegaskan pentingnya menghadirkan pemimpin yang bersih, adil dan peduli terhadap kesejahteraan rakyat dan lingkungan hidup.
Di tengah situasi ancaman percepatan perubahan iklim dan krisis ekologis, Indonesia membutuhkan sosok kepemimpinan, bukan hanya presiden, gubernur, bupati dan walikota, namun juga anggota DPR/DPRD, yang memiliki visi untuk menciptakan perbaikan lingkungan. Sebagaimana diketahui bahwa pembangunan yang berorientasi yang hanya semata-mata mengutamakan pertumbuhan ekonomi telah menyebabkan peminggiran rakyat dan hancurnya ekosistem dan keaneka ragaman hayati.
Dari pemahaman dalam proses Pilkada yang ada di Provinsi Jambi baik Pilgub, Pilbup, Pilwako, memberikan Visi dan misi pada saat kampanye cukup miskin tentang kepedulian terhadap lingkungan, baik Pilkada 2015, 2017, kita berharap Pilkada 2018, dan Pileg serta Pilpres Tahun 2019 VM tentang Lingkungan yang disandingkan dengan ekonomi menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan, dan diimplementasikan.
Jika pada saat kampanye Pilkada 2015 dan tahun 2017, VM lingkungan yang disandingkan dengan ekonomi, terkesan miskin, kita harapkan pada saat menjadi pejabat di suatu daerah, terutama di Provinsi Jambi bisa memperkuat VM lingkungan yang disandingkan dengan ekonomi, hal ini sangat penting, karena jika kita lihat dari Indikator yang nyata adalah DAS Batang Hari, yang hampir melintasi semua Kabupaten dan Kota dalam Provinsi Jambi, bahkan merupakan satu kesatuan ekosistem yang mendukung hidup dan kehidupan masyarakat yang berada disekitarnya baik yang dihulu, tengah maupun di muaranya/hilir.
Sehingga peran DAS ini sangat vital dalam mendukung pembangunan ekonomi di Propinsi Jambi, bahkan dalam mendukung pengelolaan DAS berbasis ecobioregion saat ini sistim pengelolaan Taman Nasional di sekitar DAS ini terdapat 4 Taman Nasional yaitu untuk kawasan Hulu DAS Batanghari terdapat kawasan Konservasi Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), dibagaian tengah terdapat Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT), dan hilir atau Muara terdapat Taman Nasional Berbak dan sembilang (TNBS).
Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari yang membentang dari ujung Kabupaten Tanjung Jabung Timir dan Kabuaten Kerinci di Propinsi Jambi bahkan wilayah Sumatera Barat, dimana Prop Sumatera Barat yang meliputi 4 kabupaten yaitu Solok, Solok Selatan, Damasraya, Sijunjung, sedangankan Prop Jambi meliputi 10 Kabupaten/kota yaitu Kerinci, Kota Sungai Penuh, Merangin, Bungo, Tebo, Sarolangun, Batanghari, Muaro Jambi, Kota Jambi dan Tanjung Jabung Timur yang mengalir dan menuju selat Berhala.
DAS Batanghari sesungguhnya merupakan satu kesatuan ekosistem yang mendukung hidup dan kehidupan masyarakat yang berada disekitarnya baik yang dihulu, tengah maupun di muaranya/hilir. Sehingga peran DAS ini sangat vital dalam mendukung pembangunan ekonomi di Propinsi Jambi, bahkan dalam mendukung pengelolaan DAS berbasis ecobioregion saat ini sistim pengelolaan Taman Nasional di sekitar DAS ini terdapat 4 Taman Nasional yaitu untuk kawasan Hulu DAS Batanghari terdapat kawasan Konservasi Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), dibagaian tengah terdapat Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT), dan hilir atau Muara terdapat Taman Nasional Berbak dan Sembilang(TNBS).
Kondisi DAS Batanghari dengan kondisi saat ini, luasnya lahan kritis, perambahan, illegal logging, luasnya lahan mono kultur (perkebunan Kelapa Sawit, HTI), kebakaran hutan, PETI, Penambangan Galian C, pendangkalan sungai serta berbagai akibat dari kerusakan catchmen area dari DAS Batanghari, yang menimbulkan bahwa kekeringan dan banjir, kebakaran hutan dan asap serta dampak lingkungan lainnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari penurunan nilai penting dan nilai fungsi DAS Batanghari sebagai suatu kesatuan “ecobioregion management”.
DAS Batang Hari juga telah diklasifikasi sebagai satu dari 22 DAS dengan kategori sangat kritis (super critical). DAS ini merupakan DAS terbesar kedua di Sumatera dengan jumlah luas daerah tangkapan air (water catchment area) 4,9 juta hektar dan secara administratif meliputi propinsi Sumatera Barat dan Jambi.
Disamping bernilai penting untuk jalur transportasi, irigasi, perkebunan, rencana PLTA dan persawahan, secara ekologis DAS Batang Hari sangat penting karena meliputi berbagai type ekosistem alami (selain ekosistem sungainya sendiri) mulai dari ekosistem pesisir/muara, lahan basah, hutan hujan dataran rendah, hutan hujan dataran tinggi, hutan hujan pegunungan dengan vegetasi sub alpin dan alpin. Sebagian besar hulu sub DAS terdapat di dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), bahkan saat ini keinginan yang terus menerus dari pemerintah daerah untuk kembali merencanakan membelah TNKS dengan pertimbangan jalan evakuasi.
Saat ini DAS ini mengalami kondisi yang sangat kritis dengan banyak PETI dan beberapa bentuk kegiatan illegal lainnya yang berlangsung di beberapa daerah hulu dan hilir yang sangat mengancam akan kelestarian ekosistem DAS tersebut, bahkan telah memunculkan pencemaran air yang cukup berbahaya bagi mahluk hidup bahkan manusia yang mengkonsumsi air dari DAS tersebut. Tingkat pencemaran air DAS tersebut akan mengancam perekonomian para Nelayan dengan hasil tangkapan yang semakin sedikit.
DAS Batanghari sebagai ecobioregion management tidak dilihat sebagai aset ekonomi dan aset politik semata-mata, karena ecobioregion adalah batas darat dan perairan di mana batas tersebut ditentukan bukan oleh batas secara politik, melainkan harus dilihat dari batas geografis dari komunitas manusia dan sistim lingkungan.
Memang DAS sebagai satu kesatuan ecobioregion management yang memiliki keluasan yang luas ini harus cukup besar guna mempertahankan integritas komunitas biologi wilayah tersebut, habitat dan ekosistem; untuk menyokong proses-proses ekologi yang penting seperti siklus nutrien dan limbah, migrasi dan aliran arus; untuk menjaga habitat dari spesies-species penting; dan juga mencakup komunitas manusia yang terlibat di dalam pengelolaanm, penggunaan, dan memahami proses-proses biologi.
DAS Batanghari sebagai ecobioregion management yang terimplementasi dalam pemanfaatan daratan dan perairan di mana masing-masing wilayah menyediakan habitat dari berbagai macam species hidup dan berkembang dengan baik, dan masing-masing memiliki keterkaitan dengan populasi manusia pada wilayah tersebut. Semua elemen-elemen dalam mosaic tersebut berinterkasi secara aktif. Sebagai contoh pengelolaan terhadap daerah tangkapan air akan mempengaruhi habitat aliran sungai, perikanan dan terumbu karang.
Prinsip pengelolaan DAS Batanghari dalam ecobioregion management, hendaknya melihat DAS dalam kontek DAS sebagai (1) aset ekosistem adalah sumberdaya alam yang ada didalamnya sebagai aset ekosistim yang tak dapat diperbarui (non-renewable resources) atau dalam batas tertentu secara potensial dapat diperbarui (potentially renewable resources). Jika pemanfaatannya melebihi tingkat kelestarian maka berakibat degradasi lingkungan; Nilai kemanfaatan sumberdaya alam yang ada di DAS perlu diarahkan untuk mendapatkan manfaat nilai ekonomi tidak lagi mengarah pada maksimalisai tetapi optimalisasi. (2) Pemanfaan sumberdaya alam versus pertumbugan ekonomi adalah Kenaikan PAD atau PDRB sebagai hasil dari pertumbuhan ekonomi akan memberikan konsekuensi pada peningkatan konsumsi energi, konsumsi air, konsumsi lahan, ruang dan mobilitas; (3) Sumberdaya alam sebagai suatu aset yaitu pembangunan ekonomi hanya mengejar pertumbuan saja cenderung tidak mengindahkan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri yang pada gilirannya akan memberikan akibat pada menurunnya mutu lingkungan hidup, mengoptimalisasi pemanfaatan berarti sumberdaya alam dalam DAS tidak hanya dilihat sebagai suatu aset produksi tetapi juga aset lingkungan, Interaksi antara aktivitas ekonomi dan sumberdaya alam dalam DAS sebagai bagian dari lingkungan; (4) pembangunan berkelanjutan adalah usaha dan upaya menghormati dan memelihara komunitas kehidupan, memperbaiki kualitas hidup manusia, melestarikan daya hidup dan biodiversity, optimalisasi pemanfaatan SDA yang tak terbarukan sesuai daya dukung, mengintegrasikan kerangka kerja untuk memadukan upaya pembangunan dan pelestarian, menciptakan kerjasama global sumber penyediaan bahan mentah; (5) aset sumberdaya alam yang berwawasan konservasi melalui pendekatan Pelestarian fungsi lingkungan hidup, keuntungan pengusaha atau perusahaan digeser pada keuntungan sosial, kelestarian produksi digeser pada kelestarian ekosistem; (6) aset dalam pembangunan pertanian berkelanjutan adalah eksplotasi sumberdaya alam erat kaitannya dengan proses bio produksi membawa dampak yang cukup signifikan dalam keberlangsungan kehidupan; pembangunan pertanian yang berkelanjutan (sustainable agriculture).
Tentunya dalam management ecobioregion ini, adalah integrasi pengelolaan baik fisik maupun non fisik hulu, tengah dan muara secara komprehensif yang mengarah pada keseteraan ekonomi, kesetaraan politik, kesetaraan lingkungan, kesetaraan sumber pendapatan, yang lepas dalam upaya pembangunan ekonomi berkelanjutan dengan melihat DAS dalam ecobioregion management, dalam pengelolaannya kontek utama sebagai aset ekonomi dan aset lingkungan, untuk menghindari dan mengurangi faktor stress lingkungan dan upaya yang biasa dilakukan untuk memperbaikinya dilakukan dengan adaptasi dan modifikasi manusia dalam mengatasi faktor stress.
Upaya kearah ecobioregion management untuk DAS Batanghari yang terletak di Prop Jambi dan sebagaian di Prop Sumatera Barat, merupakan langkah yang seharusnya dilakukan oleh Pemerintah Prop Jambi, bahkan seluruh Pemerintahan di Pulau Sumartera sebagaimana yang telah menjadi ”Kesepakatan Gubernur se Sumatera dalam dokumen Kesepakatan bersama seluruh Gubernur Sumatera untuk penyelamatan ekosistem Pulau Sumatera”, di Jakarta pada tanggal 18 September 2008 dalam upaya penyelamatan dan pelestarian ekosistem Sumatera guna menyeimbangkan fungsi ekologis dengan pembangunan ekonomi masyarakat melalui antara lain Penataan tata ruang pulau sumatera berbasis ekosistem, restorasi kawasan krisis untuk perlindungan sistem kehidupan, melindungi kawasan yang memiliki nilai penting perlindungan sistem kehidupan, keanekaragaman hayati dan perubahan iklim, kesepakatan tersebut disaksikan oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Kehutanan.
Bahkan Wilayah Cachment area dari DAS Batang Hari ini, terutama daerah hilir sesuai data memiliki indikasi sebagai kawasan Rawan Kebakaran, terutama wilayah landscape Berbak yang berada di wilayah Muara Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur, yang meliputi HL Gambut, Tahura dan Taman Nasional Berbak.
Dengan melihat bentang alam Propinsi Jambi mulai dari Ujung Timur (Tanjung Jabung Timur sampai ujung Barat (Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh), ternyata hampir semua wilayah memiliki kecenderungan pembangunan yang berorientasi eksploitatif dalam bentuk Perkebunan, pertambangan, kehutanan, Industri dll, namun Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh pembangunannya harus menghindari bentuk pembangunan yang bersifat eksploitatif, yang lebih banyak mempertimbangkan dampak negatif ekologi, hydroorologi terhadap lingkungan baik untuk Kabupaten/kota sendiri, bahkan lebih banyak berpikir untuk Wilayah yang berada di tengah dan hilir, karena memang kondisi bentang alam Kabpaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh dalam Propinsi Jambi sebagai kawasan lindung dan sebagian merupakan sebagai kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat.
Sewajarnya Pemerintah Propinsi dan Pusat memperhatikan wilayah Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh sebagai wilayah penting dan utama yang memiliki nilai penting bagi daerah lainnya dari aspek ekologi, hydro-orologi yang berdimensi ekonomi, terutama di wilayah tengah dan hilir, karena keterbatasan dalam upaya memperoleh PAD. Perhatian tersebut diharapkan melalui Pemerintahan Propinsi yang baru nantinya memberi dukungan sebesarnya pembangunan ekonomi wilayah tersebut dengan mengedepankan pembangunan non ekslpoitatif, terutama pembangunan sarana transportasi dalam menunjang wilayah tersebut baik pertanian, perkebunan, bahkan Pariwisata sebagai andalan ekonomi masa yang akan datang.
Pembangunan transportasi tersebut jika kita lihat rencana pembangunan transportasi wilayah Sumatera, ternyata Jalan tol dan Kereta Api wilayah sumatera tidak melewati Kabupaten Kerinci/Kota Sungai Penuh, diharapkan Pemerintah Kabupaten kerinci dan Kota Sungai Penuh melakukan loby untuk memperkuat sarana transportasi ke Wilayah Kerinci, baik jalan tol maupun jalan kereta api.
Untuk itu Provinsi Jambi dengan 11 wilayah Kabupaten dan Kota, dengan melihat bentang alam nya, sesungguh pemimpin yang bijak lingkungan yang disandingkan dengan bijak ekonomi sangat dibutuhkan, sesuai apa yang telah disampaikan oleh Wali kota Surabaya, Tri Rismaharini menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat berjalan beriringan dengan pelestarian lingkungan (Hijauku.com,18/04/2013).