Pariwisata/Budaya

“Peran ,Fungsi dan Status Hamparan Besar Tanah Rawang” Oleh:Budhi Vrihaspathi Jauhari

Pengertian Hamparan yakni suatu tempat untuk mengadakan rapat besar atau dapat disamakan semacam Sidang Pleno/Sidang Paripurna yang dihadiri oleh Depati-depati- Ninik mamak, Pemuka pemuka adat yang mewakili masyarakat adat di alam Kerinci .

Berbicara masalah Fungsi, peran atau status sesuatu lembaga adalah salah satu unsur yang harus di bicarakan,digali dan diperlukan pembahasan yang mendalam agar suatu kebenaran dapat terungkap, (Kenduri Cinta 10 : 10 : 2010 ), Kebenaran akan dapat terwujud manakala kita menggunakan nalar akal sehat, kejujuran, kecerdasan, jika cara berpikir yag rasionalitas dan logis telah dikedepankan maka akan didapati hipotesa yang yang benar dan objektif.

Alam Kerinci sejak masa lalu telah dikenal sebagai sebuah daerah / suku yang memiliki beraneka ragam benda benda peninggalan sejarah dan kebudayaan hasil kreatifitas nenek moyang masa lampau, diantara benda budaya yang masih dirawat dan disimpan dengan baik oleh komunitas adat suku kerinci adalah tulisan incung, surat surat tulisan melayu antara lain berisikan tentang data sejarah, hukum adat.,dan peraturan peraturan kehidupan bermasyarakat.

Diantara benda benda budaya yang dijadikan sebagai benda Pusaka terdapat tombak, keris, pedang. dll, disamping itu juga terdapat celak dan piagam. Dikalangan masyarakat suku Kerinci, babad dan surat surat pusaka yaitu biasanya disebut ”TAMBO ”. Tambo yang saat ini disimpan oleh para Depati dan masyarakat adat di dusun dusun itu di tulis oleh Nenek moyang suku Kerinci yang berumur 400 – 500 tahun, Tambo inilah yang menentukan waris yang bajawat, khalifah yang di junjung, menentukan hubungan Kerinci dengan daerah daerah lain, menentukan hukum adat, Tambo pulalah yang dapat menjadi pembanding sumber tentang pendekatan Pemerintahan adat dan ulayat serta informal leader di dusun dusun.

Beberapa ilmuawan dan tokoh adat/ budayawan Kerinci telah melakukan penyelidikan dan mempelajari dan menterjemahkan isi Tambo, diantara nya terdapatnama DR.Voorhove,Prof.Dr.Pubatjaraka,H.Veldkam. Disamping juga terdapat nama guru A.Hamid penterjemah tulisan Melayu Kuno Arab, Prof.DR.Mohd Yamin,SH (Tentang anthropologi,600 tahun Merah Putih)

Ulama dan Dosen IAIN Kerinci Drs.Zufran Rahman,M.Ag (alm) dalam makalahnya yang berjudul” Revitalisasi kelembagaan adat Kerinci dalam menyonsong otonomi daerah: antara lain mengemukakan…… Sekitar abad ke 15 Kerinci di kenal dengan Pemerintahan adat yang disebut “ Daulah Depati IV- 8 Helai Kain, Pemangku nan belimo, Permenti nan sepuluh , Pegawai Rajo, Pegawai Jenang, suluh bindang alam Kerinci”, atau dikenal dengan sebutan “ Daulah Depati IV-8 Helai kain, yang pusat pertemuannya di Sanggran Agung dan Hamparan Besar Tanah Rawang.

Dalam Tambo (Depati. H.A.Norewan,BA)’Buku Kecil” bertuliskan melayu, disimpan oleh Depati Penawar Rajo Dusun Air Hangat di terjemahkan oleh Abdul Hamid. Intinya disamping membicarakan asal usul, hukum adat, Raja yang 8 selo, mengenai hubungan Jambi Kerinci, pada kalimat akhit ditemukan Kalimat:

1….. ttetepat tanah sanggaran Agung, itulah ujung Tanah Khalifah

2…..mancacah rajo di hulu sungai, maka jadilah rajo yang empat selo, pertama depati mendaro langkat, kedua depati Rincung Talang, ketiga depati Biang sari dan keempat Depati Batu Hampar. Dan tigo di baruh, empat diatas, maka jadilah Depati IV-8 Helai Kain, sungai bahagian tungun memotong beras 100 kerbau 3 eekor, darah di kacau, daging dimakan, jadi karang setyo, sedalam bumi, setinggi langit, idak lapuk dek hujan, idak lekang dari pada panas, dikacau karang setyo, payung sekaki tidak boleh kecut, karang setyo semangkuk tak boleh terlimbat, diatas sendi kerajaan yang sebuah tidak boleh tergilit, jatuh adat dengan pusako, maka negeri berpagar adat, tepian bapaga baso, adat kawi kitabbullah ,Lazim Syara ” tergantung di awang”, Kitabullah membubung naik langit, berabat jangan dipanjat, besewa jangan ditempuh, sapo maancak bulih utang, sapo menempuh bulih barih, tanduk kijang becipang tujuh, batulak mudik, keluk kati- bagombak emas batulakakilir, tumbak belang di Sanggaran Agung, Talang Genting ke Tebing Tinggi, Undang undang tanah Seleman, piagam di tanah Hiang, Celak bajalan Penawar tinggi, mako di dengkek balai panjang selapan tingkat dan panjang Sembilan, purbayo tergantung tinggi,dibawah aur tempat mandi di Lubuk Batu.

Hamparan Kadipan atau Hamparan Raja merupakan suatu tempatan para Raja raja yang datang mengunjungi alam Kerinci – dari Jambi untuk melakukan pertemuan dan menjalin hubungan diplomatik dengan Depati-depati, kepala kepala suku

Di Hamparan ini para Raja raja yang datang dari Jambi masih dihormati dan didaulat dan di agungkan, akan tetapi manakala para raja raja tersebut sudah sampai di Hamparan Besar Tanah Rawang, maka kedudukan para Raja raja disamakan dengan kedudukan para Depati depati dan kepala kepala suku yang ada di wilayah adat alam Kerinci. di hamparan ini para Depati, kepala kepala suku, mereka duduk sama rendah berdiri sama tinggi, mereka sama sama mewakili rakyat/warga yang ada diseluruh penjuru alam Kerinci.

Hamparan Besar Tanah Rawang adalah tempat bermusyawarah /sidang Pleno para Depati depati se alam Kerinci dan sebagai tempat membicarakan berbagai masalah yang prinsipil yang menyangkut kepentingan seluruh rakyat di alam Kerinci, Dihamparan ini merupakan tempat membicarakan hukum Adat Istiadat, Strukttur Budaya, membahas Undang-undang dan Teliti dan tempat membicarakan perjanjian perjanjian yang akan dibuat dengan Kerajaan tetangga seperti dengan Kerajaan Minangkabau dan Kerajaan Jambi.

Sebelum pertemuan formal dilakukan oleh para Depati depati dibentuk semacam Panitia pelaksana yang disebut dengan Empat Besar atau Manti yang empat yaitu:

1. Datuk Singarapi Di Dusun Empih Sungai Penuh

2. Datuk Cahaya Dipati di Dusun Baru dan Maliki Air Rawang

3. Patih di Rawang

4. Bujang Paniyang di Koto Bento

Baca juga:  Bukit Keramat Habis

Datuk Singarapi dan Datuk Cahaya Dipati berasal dari Koto Pandan,dan Patih serta Bujang Paniyang berasal dari Koto Bingin.

Pada masa kini fungsi dan peran Hamparan Besar Tanah Rawang merupakan perlambang adanya satu kesatuan masyarakat dan satu kesatuan adat Kerinci, akan tetapi masing masing Depati memiliki hak otonomi didaerah kekuasaan ulayat / adat masing masing, mereka bukan berada satu kesatuan Pemerintahan,mereka tidak berwenang untuk mengurus dan tidak berhak mencampuri urusan anak kemenakan ulayat daerah lain dengan istilah kata adat ” idak boleh anak orang diperanak ”, para depati hanya berhak untuk mengurus wilayah ulayat dan anak kemenakan masing masing.

Hamparan Besar Tanah Rawang berfungsi untuk menyelesaikan setiap masalah yang berkaitan dengan adat yang tidak dapat diselesaikan di tingkat antar Kemendapoan.

Yang menjadi anggota sidang adalah Depati Duo Nenek dengan segala kemban rekannya ( jajarannya) Para Depati yang berada di daerah Tigo di mudik dan Depati di daerah Tiho di Hilir berserta dengan pegawai Jenang – pegawai Rajo dari Sungai Penuh, pada saat para Depati peserta sidang hadir di Hamparan Besar Tanah Rawang di sambut lansung oleh Depati Duo Nenek di Rawang beserta segenap perangkatnya.

Dalam sidang adat semua para Depati memiliki derajat yang sama, Mereka tegak sama tinggi duduk sama rendah,” Tegak sepamatang, duduk sehamparan, saling mengisi, saling ingat mengingatkan dalam rangka mencari kata sepakat untuk menegakkan hukum dengan seadil adilnya, sesuai dengan Adat Bersendi Syarak, Syarak bersendi Kitabullah (sesuai dengan Qs.Asy Syura-38 > Sedangkan urusan mereka diputuskan dengan musyawarah antar mereka)

Dengan demikian sudah tampak dengan jelas bahwa Hamparan Besar Tanah Rawang berfungsi sebagai ” Balai Musyawarah Tertinggi ” untuk wilayah Tigo Mudik ,Empat dengan Tanah Rawang, dan Tigo di Hilir Empat dengan Tanah Rawang

Misi Hamparan Besar Tanah Rawang sekaligus Depati dua neneknya, identik dengan misi adat se alam Kerinci, misi yang paling utama adalah, bermusyawarah untuk mencari mufakat, apabila setiap permasalahan telah dibawa ke musyawarah adat di Hamparan Besar Tanah Rawang, maka “Tiada Genting yang tidak putus, tiada biang yang tidak tebuk”, memakan habis memenanggal putus, membunuh mati (tidak bisa di asak/dirubah) Semua keputusan yang diambil melalui jalan musyawarah mencapai mufakat.

Setiap permasalahan yang sampai ke Hamparan Besar Tanah Rawang dibahas dengan cermat dan seksama, dan dilaksanakan melalui dialog – diskusi yang beradab serta transparan, manakala musyawarah dan mufakat telah tercapai baru dapat digulingkana bersama, sudah pipih dapat dilayangkan bersama hingga api padam puntung tidak berasap.

Ketika berhadapan dengan daerah di luar alam Kerinci, misalnya saat menghadapi tuanku Inderapura, Hamparan Besar Tanah Rawang membawa misi persatuan dan kesatuan, ditunjukkan secara kasat mata bahwa para Depati, Pemangku adat, Nenek mamak, serta anak jantan anak betino se alam Kerinci ” Ke ateh spucuk, kebawah se urat, Kehilir Serangkuh Dayung, Kemudik Serentak Satang, Sahalun Suhak Seleteouh Bde”

Darifus,SE,M.Si,Depati ,Ketua Umum Lembaga Kerapatan Adat Tanah Pemuncak Mendapo Semurup mengemukakan bahwa Hamparan Besar Tanah Rawang disamping tempat pertemuan antara Tuan ku Inderapura dengan seluruh Depati dan Pemangku adat se alam Kerinci, juga merupakan pusat kegiatan dan tempat menyelesaikan masalah adat dan syarak, yang tidak dapat diselesaikan di tingkat Tigo Mudik -Empat Tanah Rawang dan Tigo di Hilir Empat Tanah Rawang, dan Hamparan Besar Tanah Rawang bersama masyarakatnyalah yang berpiuk gedang, bertungku jarang, berkembang lapik berkembang tika nantik mendah dari hilir dan mendah dari mudik,

Dengan demikian berdasarkan bukti bukti Sejarah. Hamparan Besar Tanah Rawang berstatus lebih besar dan ditinggi setingkat derajatnya dari rumah Gedang, rumah adat atau rumah pseko yang lainnya, hal yang membuat status Hamparan Besar Tanah Rawang di tinggikan setingkat karena Hamparan Besar Tanah Rawang merupakan tempat berkumpul dan tempat bermusyawarah para Depati dan Pemangku adat se alam Kerinci dan disini terdapat rumah tuan ku Inderapura, akan tetapi setiap Depati yang duduk di Hamparan Besar Tanah Rawang sama derajatnya, Tegak sama tinggi, duduk sama rendah dengan demikian Hamparan Besar Tanah Rawang sejak masa lalu, masa kini dan masa depan merupakan “ Simbol Pemersatu ” masyarakat se alam Kerinci.

Depati.H.Amiruddin Gusti ( 10:10:2012) Sejak ber abad abad yang silam, telah dikukuhkan dan diadatkan bahwa Sanggaran Agung tanah Khalifah dan Hamparan Besar Tanah Rawang sebagai tempat kerapatan adat se alam Kerinci, Hamparan Besar Tanah Rawang merupakan tempat kerapatan adat Depati Empat – Delapan Helai Kain, Tiga di Hilir Empat Tanah Rawang, dan Tiga di Mudik Empat Tanah Rawang, Depati nan Bertujuh, Pegawai Rajo Pegawai Jenang, Suluh Bindang alam Kerinci, Tanah Karjon Tanah khalifah, batitin tereh, batanggo batu, adalah rumah deh rumah patlai (pateli ), Sendinyo Padek tanah kerjon, lubuknyo emeh, pandannyo emeh. Tanjung Bajure sunge barameh, diateh tanah nan sebingkeh dibawah payung nan sekakai.

Menurut isi perjalanan surat penggal surat lipat telah dikatakan Depati Nan Bertujuh di Sungai Penuh, juga disebutkan Pegawai Rajo, pegawai Jenang, ado Rajo kanti Rajo, tiado Rajo bayangan Rajo, sebagai Kadhi Syara ” yang Kawi, itu yang sudah diperbuat dan di adatkan sejak masa lalu. Berdasarkan sejarah dan adat yang masih menjadi pegangan bagi masyarakat adat di alam Kerinci, tampak dengan jelas bahwa Hamparan Besar Tanah Rawang memiliki fungsi dan peranan yang sangat penting dan strategis, dan merupakan sebuah perlambang kesatuan adat di alam Kerinci, namun pada dasarnya adat yang tumbuh dan masih berkembang luas di Kerinci adalah sama, perbedaannya hanya terletak pada ‘Ico Pakai”

Baca juga:  Sepi Kapan Mencair

Ico pakai yang berlainan itu disebabkan adanya kebiasaan yang telah dilakukan secara turun temurun di dusun dusun / negeri ( Neghoi) yang bersangkutan dan sudah teradat sesuai menurut undang dalam negeri. Didalam Tambo Alam Kerinci dan sebagaimana kata adat, Hamparan Rawang merupakan pusat musyawarah adat alam Kerinci ’ Tempat bacanca bakarano , tempat badantek batampik lumok, tempat bariak barayun sudeh, manalok alou dengan patut, kreh adeak badantoing dantoing, lunouk adeak bajile jile “.

Azhari Depati Mudo Tiang Agama ( Tanjung-Rawang 12: 1:2013) menyebutkan Sejarah masa lalu telah menggambarkan dengan jelas bahwa pada masa silam alam Kerinci merupakan daerah yang berada di Puncak Andalas Pulau Sumatera dan berada di daerah “ Hulu ”, Bentang alamnya yang dipenuhi hutan Belantara yang lebat yang dikelilingi Bukit bukit dan pegunungan cukup sulit untuk dijangkau oleh orang luar alam Kerinci.

Sejak masa lalu hingga masa kini posisi wilayah Hamparan Besar Tanah Rawang sangat strategis, daerahnya berada di posisi tengah tengah antara bagian hulu dan bahagian hilir, dan Hamparan Besar Tanah Rawang di belah oleh Sungai Batang Marao, dan pada masa lalu Sungai yang berair jernih dan selalu berdebit normal merupakan jalur transportasi dari hilir ke hulu alam Kerinci yang dilalui alat transportasi tradisional – biduk biduk (perahu) dan rakit rakit buluh.

Khusus wilayah yang berada di Sungai Penuh dan sekitarnya dapat ditempuh melewati hutan melewati jalan setapak yang dipenuhi hutan lebat dan berbagai Flora dan Fauna spesifik alam Kerinci.letak geografis dan topografi Hamparan Besar Tanah Rawang sangat mendukung daerah ini disepakati sebagai tempat pusat musyawarah adat dan Syara se alam Kerinci. Pada masa lalu hampir sebahagian besar pemukiman masyarakat atau dusun dusun dibangun dipinggiran daerah aliran Sungai dan aliran sungai sungai merupakan urat nadi perhubungan masyarakat di alam Kerinci masa lalu.

Pada saat Pemerintahan Depati Empat – Delapan Helai Kain diubah statusnya menjadi Kemendapoan, maka mereka yang saat itu menjabat Depati ditunjuk untuk menjadi Mendapo, pada awal nya terdapat beberapa buah Kemendapoan masing masing adalah:

Depati Serah Bumi Seleman, menjadi Mendapo Kemendapoan Seleman.

Depati Atur Bumi menjadi Mendapo Kemendapoan Hiang

Depati Mudo Terawang Lidah Penawar mejadi Mendapo Kemendapoan Penawar

Depati duo Nenek Rawang menjadi Mendapo Kemendapoan Rawang.

Depati Setuo Kemantan, menjadi Mendapo Kemendapoan Kemantan

Depati Tujuh Sekungkung Putih,menjadi Mendapo Kemendapoan Tujuh

Depati Kepalo Sembah Semurup,menjadi Mendapo Kemendapoan Semurup.

Hamparn Besar Tanah Rawang pada musyawarah adat se alam Kerinci menurut bahasa adat dikenal dengan istilah berpiuk gedang, bertumgku jarang, berkembang lapik berkembang tika menunggu kedatangan mendah ( tamu ) dari Hilir alam Kerinci maupun dari Mudik alam Kerinci

Pada masa lalu nilai nilai kekeluargaan dan kekerabatan masyarakat suku Kerinci sangat dekat dan akrab, hubungan antara satu dusun dengan dusun yang lain saling berkaitan, masyarakat suku Kerinci merupakan satu kesatuan hukum adat, dan pada prinsipnya status Hamparan Besar Tanah Rawang berstatus ditinggikan setingkat derajatnya dari rumah gedang, rumah adat atau rumah pusako yang lainnya yang ada di alam Kerinci, alasan yang membuat Hamparan Besar Tanah Rawang dinaikkan setingkat derajatnya dengan alasan Hamparan Besar Tanah Rawang merupakan tempat pertemuan (sidang Paripurna ) para Depati se Alam Kerinci untuk membahas berbagai permasalahan adat dan syara’

Bila terjadi persoalan yang menimpa anak Jantan dan anak Betino di wilayah alam Kerinci, maka diselesaikan di Hamparan Tanah Tua Jerangkat Tinggi ( Hiang Tinggi,Pen), seiring dengan waktu Hamparan Tanah Tua telah menyelesaikan beragam persoalan, akan tetapi mengalami kendala yang cukup menyita waktu dalam menyelesaikan persoalan / sengketa yang diketengahkan oleh rakyat alam Kerinci, para Depati depati di wilayah mudik merasa posisi Hamparan Tua pada waktu sulit dijangkau karena jarak cukup jauh dengan medan jalan yang sulit untuk dijangkau

Pada akhirnya setelah melalui musyawarah dan mufakat bersama antara semua para Depati depati di hilir dan hulu, maka ditetapkan negeri yang berumah betanggo, Babalai Bamasjid, Bakurung Kampung, Balabuh Batapian, Parit yang bersudut empat, Lawang yang berkatut duo

Bahwa negeri Hamparan Besar Tanah Rawang ditetapkan dan berfungsi sebagai tempat musyawarah kerapatan adat alam Kerinci dengan fungsi dan tugas utama menyelesaikan silang sengketa di antara anak jantan dan anak Betino yang ada di seluruh alam Kerinci setelah perkara diselesaikan pada tingkat Lembaga Nan Tiga Jinjing, Hamparan Besar Tanah Rawang juga memiliki Fungsi untuk membahas semua persoalan yang menyangkut struktur budaya, hukum adat / istiadat serta berbagai persoalan yang menyangkut masyarakat adat se alam Kerinci.

Dalam adat alam di Kerinci, untuk menyelesaikan persoalan anak kemenakan didalam dusun dilakukan secara berjenjang naik bertangga turun, yakni melalui Lembaga Tengganai, Ninik mamak dan Depati. dalam bahasa adat disebut Rumah sekato Tengganai, Kampung sekato Tuo, Luak sekato Penghulu, Alam sekato Rajo.

Setiap persoalan atau permasalahan yang terjadi hendaknya diselesaikan melalui musyawarah mencapai mufakat, dan nilai nilai ini merupakan nilai demokrasi yang telah dijunjung kerinci oleh masyarakat suku Kerinci. Para Pemangku adat bertanggung jawab untuk menyelesaikan beragam persoalan termasuk memajukan ekonomi ,sosial, kebudayaan dan keamanan dilingkungan masyarakatnya

Apabila sesuatu persoalan atau masalah tidak dapat diselesaikan di dan antar dusun atau di wilayah Kemendapoan, dengan arti kata tidak dapat diselesaikan di daerah Tigo di Mudik Empat Tanah Rawang, atau di daerah Tigo di Hilir Empat Tanah Rawang, maka masalah ini diselesaikan oleh para Depati IV- 8 Helai kain yang pusat musyawarahnya berada di Hamparan Besar Tanah Rawang, di Hamparan Besar Tanah Rawang inilah “Menggang Putauh-Makang Aboih )”

Baca juga:  Perkawinan Membusuk

Hamparan Besar Tanah Rawang menurut pandangan Ketua Lembaga Kerapatan Adat Tanah Pemuncak Mendapo Semurup,- pada masa lalu dikenal dengan nama ” Padang Serai Menanti” ,yang artinya sebagai tanah datar yang luas atau Hamparan yang besar, dan jika diibaratkan kedalam sebuah rumah berarti tikar yang gedang (luas).Serai mengandung makna adanya hubungan adik beradik, hubungan darah, keluarga atau hubungan keturunan

Melihat pada kenyataan yang ada bahwa serai berumpun, ayam berinduk.Serai berumpun mengandung makna bahwa Hamparan Besar Tanah Rawang merupakan tempat berkumpul para Depati yang berada di daerah alam Kerinci.Serai dalam satu rumpun mengandung makna bahwa serai dalam satu rumpun tidak jauh berbeda, ini mengandung arti bahwa para Depati yang duduk di Tanah Rawang sama derajatnya, berdiri sama tinggi, dan duduk sama rendah.

Kata menanti mengandung makna adanya kesediaan atau kerelaan hati masyarakat di Hamparan Besar Tanah Rawang untuk menunggu adik beradik dari daerah Tigo di Mudik yaitu Semurup, Kemantan, Depati Tujuh Empat dengan Tanah Rawang, dan Tigo di Hilir yakni Seleman, Hiang, Penawar,Empat dengan Tanah Rawang, dan Depati Empat Helai kain yakni Depati Mandaro Langpa, Depati Rencong Telang, Depati Biangsari, Depati Batu Hampar, beserta pegawai Rajo, pegawai Jenang, Depati Intan Padang Mendapo (?) , Lekuk 50 Tumbi dan seluruh para Depati – depati lainnya se alam Kerinci, inilah asal muasal tanah Rawang di sebut Hamparan Besar Tanah Rawang

“Sekilas Mengenal Isi Mendapo Rawang”

Pada awalnya alam Kerinci memiliki Pemerintahan yang disebut Pemerintahan Depati IV-8 Helai kain dan selanjutnya berobah menjadi Mendapo masing masing adalah Kemendapan Seleman, Kemendapoan Hiang, Kemendapoan Penawar, Kemendapoan Rawang, Kemendapoan Kemantan, Kemendapoan Depati Tujuh dan Kemendapan Semurup.

Khusus untuk Kemendapan Rawang terdiri dari Depati Dua Nenek masing masing adalah :

A.. 1. Depati Punjung > di Koto Baru

Depati Senang Gumi > di Koto Baru( Satu Nenek)

Depati Awal > di Sungai Liuk

Depati Janggut> di Sungai Liuk

Keempat Depati I (Satu) Nenek tersebut memiliki kebesarannya yakni memegang Karang Setio Tap > Yakni fungsi memegang Undang/Teliti, Larang dengan Pantang di Koto Baru. Dan kedudukan Janting ,memegang Hukum.

B. 1. Depati Mudo. > di Rawang

2. Depati Nanggalo > di Rawang

3. Depati Niat > di Rawang

4. Depati Mendaro >di Rawang

 

Keempat Depati tersebut diatas adalah Depati Satu Nenek yang berada di Rawang. Kebesarannya adalah memegang Karang Setio Baliu di Rawang,memegang Hamparan Barajo Bajenang dengan status Batino dan khusus Depati Singolago memegang Karang Setio Tap dan Karang Setio Baliu dalam istilah adat disebut Depati Singolago hidup di Karang Setio Tap dan Karang Setio Baliu

Pemangku yang 3 ( tiga) Lurah ( duduk dua nenek)

Mangku Awal

Mangku Mudo——– Cermin Janji

Mangku Sukaramai

Catatan:

Duduk di Karang Setio Tap saja

Pemangku: – Mangku Awal

– Mangku Mudo

– Mangku Bando

Duduk di Karang Setio Baliu saja

Pemangku: -Mangku Awal

-Mangku Mudo

-Mangku Sukaramai

Nenek mamak Menti Balimo/Menti Sembilan

Rio Balang (di Koto Baru)-dulu selangkah/ketua ditugas kebesarannya

-Memegang Kunci Karang Setio Depati Dua Nenek

-Memegang rumah Cawang Dua Nenek

Bujang Ponia(Peniyang) di Koto Bento> memegang rumah hutan dan rumah tanah

Singapai di Dusun Empih disebut Mendapo Hutan Mendapo Tanah

Pataih di Koto Teluk> pulau Depati Dua nenek/memegang lantak tanah Dua Nenek

Datuk Cahayo Depati di Maliki Air> Cermin Lantak Depati Dua Nenek

Cinto Rio di Tanah Kampung

Rio Gagah di Tanah Kampung

Tunggak Ajo di Tanah Kampung

Ajo Pilik di Tanah Kampung

Catatan:

Bujang Ponia (Peniyang) > pegangannya > Rumah Hutan, Rumah Tanah,tahu batas tanah/hutan yakni:

-Hilir : Bukit Sandaran Galeh ( Darat Tanjung Pauh)

-Bawah : Kemana di pijak Gajah

-Mudik : Air Sungai Sampu Lantak tumbuk tigo, betung bertakuk sarang elang,Lubuk kalkak,ditunggu lintah segedang biduk antara Tanah Kampung dengan Penawar,terus ke Gao Sungai Abu. Lantak Tumbuk tigo> Pegangan Depati Talang Bumi

Tanah Lima Nenek

( posisinya berada antara Koto Lanang dengan Koto Baru)

Depati Singolago

Depati Tambang Gumi

Depati Sekungkung

Mangku Mudo

Depati Mudo

3.Pada Karang Setio Baliu Cermin yang tiga (Tigo) di Rawang

Mangku Awa

Mangku Mudo

Mangku Sukaramai + Mangku Bando

Dan Permenri yang 4 (empat) duduk di Karang Setio Baliu

Bujang Paniang

Datuk Singapai> dusun empih(Mendapo Hutan Mandapo Tanah

Patih

Datuk Cayo Depati

Pada Karang Setio Tap di Koto Baru( Pemangku yang Tigo(3)

Mangku Awa

Mangku Mudo

Mangku Bando

Nenek mamak dua luhah Yakni Rio Balang dan Rio Suku Bungsu

Catatan:

-Tugas Patih > Memegang tanah lantak Depati Dua Nenek tanah tumbuk

tigo – Sekilang tidak boleh di hilir

– Sekilang tidak bolek di mudik –

– Lantak tidak boleh goyah,Cernin tidak boleh kabur

-Cermin Janji

– Mangku Awa > Mangku Mudo

-Mangku Mudo > Mangku Mudo

-Karang Setio dua(2)

1.Karang Setio Baliu

2.Karang Setio Tap

-Patlai 4: Koto Baru( Dasar )Tempat Karang Setio Tap

1.Koto Bento

2.Datuk Singapai

3.Tanah Kampung

4.Belui

-Patlai Karang Tap:

1.Sungai Liuk

2.Belui

3.Tanah Kampung

4.Datuk Singapai

“Karang Setio Baliu dan Karang Setio Tap merupakan keterpaduan:

1.Seupat Semalu

2.Saugi salabo

3.Salubuk satu Ikan

4.Sehelai Daun Kayu.

 

 

 

One Comment

  1. Mohon koreksi :
    1. Datuk singarapi letaknya di sungai penuh bukan di dusun empih
    2. Di dusun empih namanya datuk sangapi bukan datuk singarapi
    3. Dusun empih tidak termasuk dlm depati bertujuh pemangku nan berdua permenti nan sepuluh

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button