Pariwisata/Budaya

Cerpen: Bujang Butandang

Oleh : Indriadi

Diceritakan disuatu desa nan jauh dari keramaian kota, yang mana pada wilayah tersebut, Adat dan Budaya masih dilestarikan oleh penduduk disana. Adat butandang adalah kebiasan muda-mudi untuk mengekspresikan cintanya dengan cara datang, berbalas pantun dan tukar menukar tanda cinta.

Tetapi pada masa sekarang butandang sudah dilupakan oleh muda-mudi dikarnakan masa sekarang internet mempermudah untuk dapat berkenalan, oleh sebab itu saya mencoba menghidupkan kembali Tradisi yang sudah lama hilang.

Perkenalkan namaku Reno Sanjaya, kisah ini berawal disaat saya  menginap dirumah Andri salah satu teman saya di kampus, rumahnya terletak disalah satu desa yang terpencil, katanya disana adat butandangmasih menjadi ciri khas warga untuk berkenalan, mendengar perkataannya sontak membuat saya tertarik untuk mencoba dan merasakan sensasi butandang.

Andri: Ndan ajin iko nyubo butandang ?

(Kawan kamu pernah mencoba bertamu kerumah perempuan )

Reno : Idak ndan, agi uhang butandang minin ?

(Tidak kawan, apakah sekarang orang masih bertamu)

Andri : Dusun ini agi ndan.

(Di desa ini masih ada)

Reno : Kaloitu kato iko, maih bao kanti butandang.

(Kalau begitu katamu, mari bawa saya bertamu)

Andri: Sebelum iko butandang iko harus pandai bupantun ngan basa basi ngn nyo.

(Sebelum kau bertamu, kau harus pintar berpantun dan basa basi denganya)

Reno : Kalo soal pantun iko kato, kanti rajonyo hahaha.

(kalau berpantun saya rajanya)

Andri : Kalu itu kato iko maih aku anta butandang,  yo ado syarat nyo butandang,harus ado nahu kain sarung dan bateh butandang sampai jam 10 malam.

(Kalau itu katamu mari saya bawa kamu bertamu, ada syarat bertamu harus punya sarung dan batas bertamu sampai jam 10 malam)

Reno : Maih lah kito pgi.

(Mari kita pergi)

Setelah mereka berdua bercakap-cakap dan Reno memahami bagaimana tata cara butandang, malampun datang dengan cahaya bulan yang terang, berangkatlah Reno disalah satu rumah wanita yang diberitau oleh Andri.

Andri : Ini umah betino ngn mbuh bamendah ndan.

( Ini rumah wanita yang bisa bertamu)

Reno : Idak apo ndan, idak mengih uhang dikanti cagen.

(Benar tidak apa-apa, nanti saya dimarahi warga)

Andri :Iyo ndan, asal iko sopan dak do jadi masalah.

(Iya, asal kamu sopan tidak jadi masalah)

Berangkatlah Reno dengan sarung dipundaknya, dengan rasa penasaran bagaimana nantinya suasana dirumah yang dimaksudkan oleh Andri. Sesampainya Reno didepan rumah wanita tersebut, Reno mengetuk pintu dan mengucapkan salam, lalu seorang lelaki membukakan pintu dan berkata “ Iko datang dari mano ? nak kemano ? “ ujar bapak perempuan,

Reno : Kami datang dari lubuk nan idak banamo luhah dengan idak bagela nak nalak tempat butandang makonyo sampai ka umah kayo.

(Saya datang dari lubuk yang tidak bernama dan berniat untuk bertamu)

“Kalu itu kato iko,itu pulo niat iko, maih lah kumah datang butandang, anak gadih kami nyo bahu gedang “ Ujar bapak perempuan tersebut.

(Masuklah reno kerumah gadis itu dengan sarung dipundak)

Reno : Assalamualaikum

Sepia : Walaikumsalam, angin ngan mano mao kayo, makonyo sampai karumah kami.

(Angin yang mana membawa abang, datang dirumah ini)

Reno : Denga kabar dibao angin denga burito dibao burung mako sampai karumah iko.

(Mendengar kabar dibawa dengar berita dibawa burung maka abang sampai di rumah adek)

Sepia: Nyo nknin plo bang, uhang sesat di rimbo kayo sesat di dusun, apo idak salah tuju ?

(Begini bang, orang biasanya tersesat di rimba kenapa abang tersesat di desa, apa tidak salah maksut bang)

Reno : Kaluitu ngan adik tuik, idak dik.  Kami idak tasesat salah jalan, tadorong salah simpang, idak pulo kapatah titin idak juga kapadam suluh, sini nian katujunyo hati kami.

(Kalau itu yang ditanyakan,  saya tidak tersesat ataupun salah jalan atau salah simpang, memang disini tujuan kami)

Sepia : Kalo itu kato kayo bang, maih bujabat tangan, tando kito lah saling kenal, namo aku Sepia, namo kayo bang ?

(Kalaulah itu katanya abang, mari berjabat tangan tanda kita saling kenal, namaku Sepia, namamu)

Reno : Namo aku Reno dik.

(Namaku Reno )

Sepia : Panjang jambak uhang Tutung Bungkuk, tempat burusik anak mudo-mudo, minum ugo ayie agak siteguk, cibit ugo kue ngan kami ulu.

            (Minumlah air walau seteguk cubitlah kue yang disediakan)

Reno : Iyo dik, pgi usik kadusun Kumun, pgi lah ranyo di ahi petang, ayie siteguk lah kami minnum, kue di ulu lah kami makan, tando iyo nak balik umah iko.

            (Air yang disediakan telah diminum dan kue juga sudah dimakan tandanya mau  menjadi bagian dalam keluargamu)

Sepia : Bang, kok iyo sibena iyo, apo bukti ngan kami pegang apo tando ngan kami kenang.

(Jika benar katamu, apa buktinya yang kami pegang apa tanda untuk dikenang)

Reno : Terbang tinggi burung merpati hinggaplah ranyo diateh kandang, apo iyo adik lum bukanti apo adik sedang didalam tangan uhang.

            (Apa benar kamu belum ada yang punya? atau kamu di gengaman tangan orang)

Sepia : Hinggap burung diateh kandang burung mumbao silentang tali, sungguh banyak bujang butandang yo abang nian ngan mao jadi.

            (Sudah banyak orang datang, hanya kamu memikat hati)

Reno : Dibuladang munanam kawo, kawo ditanam sedang bubungo, pandai nian adik muletak kato,adik nak mena hatiku gilo.

            (Pandai sekali dalam berkata, hati gila dibuatnya)

Setelah berpantun mewakili perasaan mereka, malampun mulai larut Reno melihat kearah jam yang menunjukan pukul 21:30 WIB mengingat budaya Butandang memiliki aturan sampai jam 22:00 WIB ada baiknya saya berpamitan dan memberi tanda bahwa saya menyukai gadis itu, tanda yanng saya beri adalah hal yang sederhana sebagaimana budaya butandang dari zaman dahulu meninggalkan sarung yang berkmakna bahwa pria menyukai gadis.

Reno : Dik, mengingat hari lah larut malam, ayie lah diminum kue lah dimakan, unding kito lah selesai, izinkanlah kami mangurak langkah manguhak silo.

            (Mengingat sudah larut malam ada baiknya yang mintak izin untuk pulang)

Sepia : Iyolah bang, kalu iyo sibena iyo tinggankah jugo kain ngan kayo bao, jangan pulo basurut langkah lahi kumah kami bapindah pulo cinto ka yang lain, maklumlah bang bak kato pepatah bungo idaknyo sitangkai kumbang lpehnyo terbang.

(Kalau begitu tinggalkanlah sarung untuk menjadi bukti,takutnya sepulang dari sini berpindah ke lain hati)

Reno : Baiklah dik kalu untuk itu denga pulo pantun kami,

            Jangan cmeh minyak tibayak, minyak tanah dimakan api, jangan cmeh kasih buranjak, idak ngan iko bialah idak jadi.

(Jangan takut saya berpaling, kalau tidak denganmu biarlah  membujang 10 tahun)

Dengan meninggalkan sarung yang menjadi bukti  dipegang menjadi tanda yang dikenang. Saya pun berpamitan dan pulang kerumah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button