Pariwisata/Budaya

Siyak Lengih Pengembang Islam di Alam Kerinci

Siyak Lengih Pengembang Islam di Alam Kerinci
Oleh:Budhi Vrihaspathi Jauhari
Alam Kerinci merupakan salah satu daerah di nusantara yang kehidupan masyarakatnya tidak dapat dipisahkan dari Islam, Bagi masyarakat asli suku Kerinci ”menjadi orang suku Kerinci, berarti ia adalah seorang muslim (Islam)”.
Jika ada orang suku Kerinci yang tidak memeluk agama Islam, atau keluar dari agama Islam misalnya, maka secara sosial mereka akan dikucilkan, setidaknya kehadiran mereka dianggap tidak pernah ada, mereka ada namun dianggap tiada, dengan demikian, dari waktu ke waktu suku Kerinci terus berusaha menyesuaikan adat dan tradisi kemasyarakatan dengan Islam
Fakta Sejarah menyebutkan Siak Lengih masuk kealam Kerinci sekitar abad ke 13/14, berasal dari Basa Nan Ampek ( tuanku nan tuo di Suraaso – Padang Gantiang – Padang Panjang). Siak Lengih memiliki 2 orang Istri yakni : Puti Gento Syuri dan Dayang Baranai( Berani)
Dari istri pertama, Siak Lengih dikaruniai seorang putri yang bernama ”Ratu Berembok Syuri”. Ratu berembok Syuri menikah dengan Depati Pangga Tuo dari tanah Semurup dan dikaruniai 3 orang masing masing adalah : Rambi Seti Dandan Merah, gelar Ngabi Tunggu Umah – Tunggu Mendapo, Kademang Pagawe Rajo Sungai Penuh, istrinya bernama Rabiah, Rio Jayo bertombak belang Berjanggut Jenggi, Istrinya bernama Pandan
Dari Istri keduanya Dayang Baranai, Siak Lengih dianugerahi 9 orang putra-putri yakni : Jang Hari atau Siak Mangkudun ( Pria), Djang Hangsi ( Pria), Hana Hoekir (Wanita), Hana Hada (Wanita), Hana Koening ( Wanita ), Hana Tjoepa (Wanita), Hana Boekat (Wanita), Hana Dayang (Wanita), Hana Madjit (Wanita) Masing masing mewariskan kerurunan sebagai berikut:
Hajang Hari atau Jang hari di Pondok Tinggi yang mewariskan: Depati Santi Udo, Depati Sungai Penuh, Depati Pahlawan Negaro dan Depati Payung. Hajang Hangsi di Dusun Baru Batang Bungkal mewariskan keturunan: Depati Simpan Negeri, Depati Alam Negeri dan Depati Sekarta Negaro
Handir Bingin, Istri Depati Rio Dagu, di Sungai Liuk mewariskan: Depati Ular, Patih Mediri atau Rio Mendiho, Handir Landun. Handir Cayo, mewariskan: Handir Bulan dan Bujang Paniyam (Peniang).Handir Ukir.Handir Madjit. Handir Tjoepa Istri Depati Semurup Pangga Tuo, mewariskan : Rio Jayo Panjang rambut.Handir Kuning.Handir Hada
Dalam Tambo yang berada di beberapa dusun di alam Kerinci tersebut nama Siyak Lengih , nama lain dari Siyak Lengih ialah Syeh Samilullah, Malin Sabiyatullah atau Makuhun Sati di Koto Pandang Sungai Penuh yang dianggap nenek moyang dari beberapa dusun. Semua putra-putri beliau menyebar di beberapa dusun, dan putri putri beliau menikah dengan pemuka masyarakat di dusun dusun tersebut.
Sebelumnya di dusun dusun tersebut telah ada penduduk asli yang telah memiliki kebudayaan paleotikum, nelotlikum, megalitihikum dan perunggu, bukti sejarah menunjukkan di dusun dusun tersebut banyak ditemukan benda benda peninggalan antara lain bejana perunggu, manik manik, arca perunggu .dll.
Dalam Tambo disebutkan istri Siyak Lengih bernama Dayang Baranai, berasal dari Pagaruyung, Dayang Baranai adalah kakak sulung dari Perpatih Nan Sebatang, ketiga orang bersaudara tersebut ialah Dayang Baranai (Puti Rino jadi ) yang kedua adalah Putri Unduk Pinang Selaras Pinang Masak (Puti Rino Mandi) dan yang bungsu adalah Perpatih Nan Sebatang, dalam perjalan hidupnya Puti Unduk Pinang Masak menikah dengan Datuk Paduko Berhalo, seorang Raja Jambi yang bijaksana ( berasal dari Turki).
Dengan demikian tergambar jelas bahwa Siyak Lengih adalah kakak Ipar dari Datuk Perpatih Nan Sebatang dan kakak ipar dari Datuk Paduko Berhalo. Dari hasil pernikahan Puti Unduk Selaras Pinang Masak dengan Datuk Paduko Berhalo menurunkan empat orang anak yaitu Orang Kayo Hitam, Orang Kayo Kedataran, Orang Kayo Pinggai dan Orang kayo Gemuk
Jejak dakwah Siyak Lengih hingga saat ini masih terdapat di atas bukit kecil di kawasan Koto Pandang Sungai Penuh, Jirat yang berbentuk makam telah dilakukan pemugaran oleh Pemerintah, dan hingga saat ini jirat pemakaman Siyak Lengih masih menjadi situs kebudayaan Kota Sungai Penuh dan menjadi wisata sejarah yang di ziarahi oleh masyarakat
Syekh Syamilullah atau populer di sebut Siak Lengih dikenal dan dikenang masyarakat Kota Sungai Penuh sebagai sosok ulama besar yang telah menyebar luaskan agama Islam di Sungai Penuh
dan di alam Kerinci umumnya, diantara silsilah keturunan beliau sampai ke Depati (Kiyai) Nan Bertujuh, sehingga jika ada acara Kerapatan adat di Hamparan Besar Tanah Rawang, maka Depati Nan Bertujuh ini dipanggil Kiyai nan Batujuh ( Kiyai yang bertujuh)
Dan Kiyai Nan Bertujuh ( Depati Yang Bertujuh) dikenal dengan sebutan ” Suluh Bindang Alam Kincai” terjemahan secara bebas adalah orang yang telah berperan besar dalam memberikan penerangan dan pencerahan peradaban bagi masyarakat se alam Kerinci dengan menyebarkan agama Islam dan memberikan petunjuk dan hukum hukum Syarak. Sehingga pada awalnya adat Kerinci sebelumnya berdasarkan ”Alur dan Patut ” berubah menjadi Adat yang berdasarkan Syariat, dan sejak masa itu dikenal istilah “ Adat bersendi Syarak, Syarak bersendi Kitabullah, Syarak mengato, adat memakai”.
Depati. Marlis Mukhtar mengemukakan, Al Qur’an Maha Karya Siyak Lengih di tulis dengan tulisan tangan Siyak Lengih diberi nama Al Qur’an “ Merdu Bulan” dalam tafsir adat Kerinci, kata Merdu bermakna Indah, sedangkan Bulan bermakna Lembut. Dan hingga saat ini peninggalan bersejarah tersebut masih disimpan dan dirawat di rumah Gedang Luhah Datuk Singarapi Putih-Sungai Penuh.
Catatan Depati. Marlis Mukhtar ( Ketua LAD Sungai Penuh :21:1:2012) dan Depati. H.Alimin mengungkapkan bahwa perkembangan agama Islam berjalan pesat, kegiatan dakwah berlansung secara damai, melalui pendekatan kearifan lokal Siyak Lengih dan generasi generasi penerus mampu melaksanakan dakwah tanpa melakukan benturan benturan dengan adat dan tradisi yang telah lebih dahulu berkembang, pada kenyataannya kegiaatan dakwah berjalan secara humanis, beradat dan beradab.
Kedatangan agama Islam di alam Kerinci, membawa pengaruh besar dalam perkembangan adat dan kebudayaan di alam Kerinci, terjadi asimilasi antara ajaran agama Islam dengan adat dan Kebudayaan yang selama ribuan tahun dipedomani oleh penduduk asli alam Kerinci, setelah di kaji dan di undang terjadilah percampuran antara hukum agama Islam dan hukum adat, segala yang bertentangan dengan hukum agama Islam ditinggalkan, dari percampuran tersebut melahirkan seloko / motto yang dipedomani bersama yakni “Adat yang bersendi Syarak, Syarak bersendi Kitabullah “ Motto tersebut hingga saat ini dan akhir zaman tetap menjadi pedoman.
Disamping keputusan diatas, juga diambil sebuah kesimpulan yakni Anak cucu dari Siyak Lengih, yaitu Depati Nan Bertujuh, sebagai pegawai Rajo, Pegawai Jenang yang di juluki ” Suluh Bindang Alam Kerinci”, hal ini dengan alasan Nenek Siyak Lengih diyakini sebagai orang pertama yang mengembangkan agama Islam di Kerinci, Kepada Depati Nan Bertujuh inilah tempat orang bertanya mengenai agama Islam
Dampak positif dari pertemuan Sitinjau Laut tersebut, maka ketiga daerah itu yakni Kerinci, Jambi dan Minangkabau menjadi damai dan tenteram, dan hingga saat ini piagam hasil perdamaian tersebut masih dipegang teguh dan menjadi pedoman bagi ketiga wilayah adat dan pemerintahan didaerah tersebut.(Budhi Vrihaspathi Jauhari)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button