InternasionalNasional

Perempuan Pertama yang Bebas dari HIV

Kerincitime.co.id, Berita AS – Seorang pasien HIV berjenis kelamin perempuan di AS berhasil sembuh usai menjalani transplantasi sel punca, menurut para peneliti di konferensi ilmiah Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections, Sealsa (15/2). Dia jadi orang ketiga sekaligus perempuan pertama di dunia yang diketahui dapat disembuhkan dari HIV.

Pasien tersebut, yang berusia paruh baya dan dipanggil sebagai ‘Pasien New York’, didiagnosis mengidap HIV pada Juni 2013 lalu. Pada Maret 2017, ia juga didiagnosis leukimia.

Pada Agustus 2017, pasien tersebut menerima donor darah tali pusat dengan mutasi yang menghalangi masuknya HIV ke dalam sel. Dia juga diberi sel punca darah dari kerabatnya.

Donor sel punca tersebut ditujukan untuk menopang sistem kekebalannya sampai sel darah tali pusat menjadi dominan, membuat transplantasi jauh lebih tidak berbahaya, kata anggota peneliti sekaligus ahli penyakit menular di Weill Cornell Medicine of New York, Marshall Glesby, kepada The New York Times.

Baca juga:  Dibatasi Israel, 50.000 Warga Palestina Berhasil Tarawih di Masjid Al Aqsa

“Transplantasi dari kerabat seperti jembatan yang membawanya ke titik darah tali pusat yang bisa mengambil alih,” kata Glesby.

Pasien kemudian memilih untuk menghentikan terapi antiretroviral 37 bulan setelah transplantasi. Lebih dari 14 bulan kemudian, dia kini tidak menunjukkan tanda-tanda HIV dalam tes darah, dan tampaknya tidak memiliki antibodi yang terdeteksi terhadap virus.

“Sekarang ini adalah laporan ketiga dari penyembuhan di rangkaian ini, dan yang pertama pada wanita yang hidup dengan HIV,” kata Sharon Lewin, Presiden Terpilih dari International AIDS Society, dikutip dari Reuters.

Pasien HIV sendiri umumnya menjalani terapi obat antiretroviral untuk mengendalikan virus. Di seluruh dunia, hampir 38 juta orang hidup dengan HIV, dan sekitar 73 persen dari mereka menerima pengobatan.

Namun, hanya penyembuhanlah yang dapat benar-benar mengakhiri HIV – pandemi yang telah berlangsung selama beberapa dekade.

Kesembuhan Pasien New York melalui transplantasi sel punca tersebut merupakan kabar penting bagi komunitas ilmiah.

Baca juga:  Dibatasi Israel, 50.000 Warga Palestina Berhasil Tarawih di Masjid Al Aqsa

“Fakta bahwa dia adalah ras campuran, dan bahwa dia seorang perempuan, itu sangat penting secara ilmiah dan sangat penting dalam hal dampak komunitas,” kata Steven Deeks, pakar AIDS di University of California yang tidak terlibat dalam penelitian, kepada The New York Times.

Sebelumnya, sudah ada dua pasien HIV berjenis kelamin laki-laki yang sembuh usai menjalani transplantasi sumsum tulang. Keduanya menerima transplantasi sumsum tulang dari donor yang membawa mutasi yang menghalangi infeksi HIV. Mutasi ini diidentifikasi hanya dimiliki pada sekitar 20.000 donor, yang sebagian besar adalah keturunan Eropa Utara.

Pasien pertama, yang disebut sebagai ‘Pasien Berlin’, dilaporkan sembuh dari HIV usai menjalani transplantasi sumsum tulang pada 2007. Pengumuman ini disampaikan para peneliti di Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections pada 2008. Pasien yang kemudian mengungkap namanya sebagai Timothy Ray Brown itu tetap bebas dari HIV selama 12 tahun, sampai ia meninggal pada tahun 2020 karena kanker.

Baca juga:  Dibatasi Israel, 50.000 Warga Palestina Berhasil Tarawih di Masjid Al Aqsa

Pada tahun 2019, pasien lain yang disebut ‘Pasien London’ juga dilaporkan sembuh dari HIV setelah melalui transplantasi sumsum tulang. Laporan mengenai kesembuhan pasien dengan nama asli Adam Castillejo itu membenarkan bahwa kasus Brown bukanlah suatu kebetulan.

Meski demikian, karena transplantasi sumsum tulang menggantikan semua sistem kekebalan mereka, keduanya menderita efek samping yang merugikan. Salah satunya adalah penyakit cangkok versus penyakit inang, suatu kondisi di mana sel-sel donor menyerang tubuh penerima.

Brown bahkan hampir meninggal setelah transplantasi. Sedangkan Castillejo mengalami penurunan berat badan, mengalami gangguan pendengaran dan berbagai infeksi.

Sebaliknya, Pasien New York tidak mengalami gangguan pasca-transplantasi dan dapat keluar dari rumah sakit 17 hari setelah operasi. Peneliti menduga bahwa kombinasi darah tali pusat dan sel punca dari kerabatnya telah menyelamatkan Pasien New York dari banyak efek samping brutal. (Irw)
Sumber: Kumparan.com

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button