opini

Prasasti Kerinci dan Undang Undang Tanjung Tanah Oleh: Eri Sasmita, S.Hum dan Budhi VJ Rio Temenggung

Masyarakat Alam Kerinci tidak hanya dikenal sebagai daerah melayu tertua di dunia, akan tetapi juga merupakan bahagian dari pusat peraban dunia. Salah satu yang indikator Alam Kerinci menjadi pusat perkembangan peradaban adalah dengan andanya tulisan Asli Kerinci yang disebut dengan Aksara Incung yang menjadi salah satu sumber yang dapat menyingkap misteri peradaban Kerinci.

Sumber yang dapat menyingkap Kebudayaan dan Peradaban Kerinci (Depati.H.Amiruddin Gusti :08-08-2010 ) adalah TAMBO KERINCI ditulis oleh DR.P.VOORHOVE  yang disalin dari pusaka-pusaka yang dikeramatkan oleh masyarakat Kerinci beraksara Incung Tambo Kerinci. Tambo ini menggunakan bahasa Melayu Kuno yang ditulis pada tanduk kerbau, pada tanduk kambing hutan,ruas bambu, gading,kulit kayu.

Para ahli menyebut benda budaya itu sebagai Prasasti Kerinci. Kelemahan Prasasti Kerinci pada tanduk, Bambu ,gading dan kulit kayu adalah tidak mencantumkan angka dan tahun pembuatan, namun dengan penelitian dan Test Carbon Dating (C-14) dapat ditentukan pertanggalan pada prasasti ber Aksara Incung.

Masyarakat alam kerinci sejak ber abad-abad yang silam telah mengenal aksara yang berbentuk gambar yang merupakan suatu lambang,nada dan irama dari suara manusia yang di jadikan sarana komunikasi antara satu individu dengan individu yang lain maupun dengan masyarakat lainnya.

Sebuah berita, informasi yang terkandung dalam pikiran dan perasaan manusia disampaikan kepada manusia lainnya berupa tanda, huruf atau gambar yang disebut dengan tulisan. Masyarakat Alam Kerinci sejak berabad silam telah mengenal Aksara yang disebut dengan “Incung”. Kebudayaan ini menunjukkan masyarakat Alam Kerinci telah memiliki peradaban yang tinggi pada masa lampau. Aksara Incung Kerinci merupakan salah satu dari 4 Aksara yang ada di Pulau Andalas Sumatera.

Di dunia sejak zaman lampau mengenal beragam aksara / tulisan antara lain Tulisan Hiegroghlif yang digunakan bangsa Mesir Tulisan paku yang digunakan bangsa Phunisia, aksara Katagana atau tulisan Kanji digunakan bangsa Jepang, Tulisan Pallawa tulisan Melayu Kuno, Aksara Cina, Aksara Arab. dll.

Aksara Incung berkembang bersamaan dengan berkembangnya Aksara Rejang lebong, Aksara Batak, Aksara Jawa Kuno. Tulisan Kerinci Kuno dalam Tambo Kerinci yang disalin oleh DR. Vorhoove mengungkapkan hampir disetiap dusun di Alam Kerinci ditemui Aksara Incung dengan rincian terdapat 87 Aksara Incung yang ditulis pada tanduk kerbau, 24 buah Aksara Incung ditulis pada buluh dua ruas, 4 buah ditulis pada tabung buluh, 8 buah ditulis pada kertas bergulung, 3 buah pada pecahan daun lontar.

Disamping ditulis pada media tersebut, Aksara Incung juga ditemui pada kulit kayu, mangkuk, tapak kaki gajah, pada tulang dan pecahan buluh. Pada sejumlah wilayah adat ditemui aksara Jawa kuno, yang ditulis pada daun lontar. Aksara Arab Melayu pada kertas. Aksara aksara tersebut sebahagian besar memuat / menulis tentang Undang Undang Adat, hubungan dilplomatik dengan Indrapura,Jambi dan Palembang.

Sebahagian besar dari peninggalan Budaya Aksara Incung tersebut disimpan disejumlah rumah gedang (rumah Adat = warisan turun temurun) dan dijadikan sebagai benda pusaka oleh masyarakat adat setempat. Benda Budaya termasuk aksara Incung yang ditulis pada Tanduk, Buluh dua ruas.dll.-diturunkan dan diperlihatkan kepada anggota keturunan masyarakat Adat di Dusun / Luhah / Larik jajou pada saat dilaksnakan acara kenduri adat ( Kenduri Sko= Kenduri Pusaka ) yang dilaksanakan setiap 5-10 tahun.

Aksara Incung mengalami masa kemunduran seiring dengan masuk dan berkembangnya Aksara Arab Melayu yang dipelajari dan digunakan masyarakat Alam Kerinci setelah masuk dan berkembangnya agama Islam.

Haji Abdul Kadir Djamil Gelar Depati Simpan Negeri telah menggali dan mengembangkan Aksara Incung Kerinci yang nyaris punah. Beberapa orang pemerhati Kebudayaan mendapatkan pengetahuan Aksara Incung dari Haji Abdul Kadir Djamil.

Diakui banyak pihak bahwa sejumlah Ilmuwan khususnya dari negara Belanda telah melakukan penelitian tentang Aksara / Tulisan Incung. Tahun 1834, Marsden menerbitkan Buku Aksara Incung Kerinci, Tahun 1916 E.Jacobson menyalin sejumlah Naskah Incung yang di tulis pada tanduk kerbau dan kertas.

Sejumlah Ilmuan dari mancanegara dan dari sejumlah Perguruan Tinggi di Nusantara melakukan penelitian terhadap sejumlah aksara yang tumbuh dan berkembang di alam Kerinci termasuk tulisan Incung. Aksara Incung Kerinci (Wawancara cendikiawan alam Kerinci Depati.H.Amiruddin Gusti :10:10:2010 ) telah di seminarkan di Kota Jambi pada tanggal 29 Februari 1992 dengan mendatangkan pakar aksara kuno dari Depdiknas RI, Ilmuan, tokoh adat/budayawan.

Seminar yang dibuka oleh Gubernur Jambi telah berhasil merumuskan 6 butir rumusan hasil seminar aksara Kerinci Daerah Jambi. Salah satu dari rumusan hasil Seminar Aksara Kerinci Daerah jambi menyebutkan Aksara Incung Daerah Jambi perlu dilestarikan, difungsikan dan ditumbuh kembangkan sebagai sarana kebudayaan daerah Jambi di samping kebudayaan lainnya.

Sekilas Sejarah Tulisan Rencong ( INCUNG) Kerinci dapat ditemukan pada Dokumen Kerinci: Terjemahan dari ”KERINTJI DOKUMENTS” oleh Depati,H Amiruddin Gusti (bahagian dari buku: HIKAYAT PATANI “ THE STORY OF PATANI” oleh : A.Teeuw dan D.K. Wyat, dDisalin ulang oleh: Budhi VJ Rio Temenggung Tuo DOKUMEN KERINCI Daftar awal dari pusaka-pusaka orang Kerinci yang bertulisan,dan terjemahan dari naskah- naskah yang ditulis pada daun lontar dari Mendapi Hiang oleh Porbacaraka.

Kerinci dalam perjalanan sejarahnya,telah mempunyai hubungan politik dan kebudayaan dengan Minangkabau disebelah utara dan Jambi disebelah timur. Daerah ini sekarang kembali menjadi bahagian dari Jambi.

Karena hubungan dekatnya dengan Sumatera Selatan ia dimasukan kedalam Kepustakaan Sumatera Selatan yang disusun oleh HELIRICH dan Welan dan diterbitkan oleh Zuid Sumatera Institut (Institut Sumatera Selatan). Dalam lapangan Kesusastraan tertulis perbedaan yang sangat menyolok antara Minangkabau dan Kerinci  adalah bahwa di Kerinci terdapat banyak dokomumen-dokumen atau naskah naskah yang ditulis dalam tulisan Rencong (Kerinci INCUNG), tulisan yang dipergunakan oleh Rakyat Kerinci sebelum datangnya tulisan Arab-Melayu bersamaan dengan masuknya Agama Islam di Kerinci,dan disimpan sebagai Pusaka turun temurun. Sedangkan di Minangkabau hal yang demikian tidak ada sama sekali.

Tulisan Kerinci- mempunyai ciri-ciri yang khas dan berbeda dengan tulisan Rencong Rejang dan dengan tulisan- tulisan Melayu Tengah. Dalam tahun 1834, Marsden menerbitkan buku Aksara Kerinci. Sejak Abad ke 19,Naskah Naskah / Dokumen-dokumen ini telah dijadikan benda Keramat oleh rakyat Kerinci. Sedangkan orang-orang yang ahli dan dapat menulis dan membaca tulisan sudah tiada lagi.

Dalam tahun 1903 Kerinci takluk kepada Pemerintah Kolonial Belanda. Pada tanggal 8 Oktober 1904 Kontrel HK.Manusapa dari Indrapura, Sumatera Barat, menulis surat kepada Lembaga Seni dan Sastra di Batavia ( sekarang Jakarta) menerangkan bahwa selama kunjungannya di Kerinci dari bulan Juni sampai bulan November 1903, dia telah mendapatkan dan membawa bersamanya beberapa naskah untuk diberikan kepada Lembaga ini.

Beberapa lLembar dari naskah tersebut dikirimnya bersama suratnya itu, dan sebahagian lainnya akan dikirimkan kemudian.   Lembaga ”Batavia Society” ini berterima kasih kepada Tn Manusapa atas pemberiannya itu dan akan senang menerima lagi sisanya untuk koleksi Musium.

Mereka juga minta apakah naskah naskah yang di tulis pada tanduk-tanduk kerbau, bambu,lembaran daun lontar yang kelihatannya tidak berguna bagi kepala kepala suku itu dapat menjadi milik Lembaga ini atau dapat dipinjamkan kepada Lembaga ini.

Lebih lanjut lembaga ini memutuskan untuk meminta Asisten Residen Kerinci untuk mendapatkannya, jika mungkin salinan dari piagam-piagam dan dokumen – dukumen lainnya yang dipunyai oleh kepala kepala suku di Kerinci itu untuk perpustakaan lembaga ini, dan dalam hal mereka berkeberatan yang aslinya dibawa sebentar ke Batavia ( Jakarta ) maka diharapkan agar dapat dipotret atau dibuat salinannya.

Sebagai hasil dari permintaan ini, sebuah naskah asli yang bertuliskan rRencong diatas kertas dan salinan-salinan dari beberapa dokumen/naskah dapat menjadi milik Lembaga ini. Pada tahun 1916 E.Jacobson mengunjungi Kerinci dan menyalin sejumlah naskah Rencong yang ditulis pada tanduk kerbau,dan beberapa lembar ditulis pada kertas, sekalipun dia sendiri tidak dapat membaca tulisan itu, salinannya sangat jelas sehingga temannya L.C. Westenenk, pada saat menjadi Residen Bengkulu berhasil memecahkan rahasaia tulisan ini.

Ia menerbitkan sebuah salinan yang sama betul dan sebuah terjemahan ke dalam Bahasa Belanda dari sebuah naskah, ditulis pada tanduk kerbau, dalam catatan dari Batavia Society ( TBG 61,1922,pp 95-100 ). Salinan Jacobson dan catatan-catatan Westenenk dan terjemahannya sekarang ada di Leiden University Library, terdaftar dibawah kode- cod.Or 6662 ( Perpustakaan Universitas Leiden ).

Bila pemilik-pemilik dari naskah-naskah yang sangat berharga ini menyadari bahwa naskah-naskah itu dapat dibaca. Maka keinginannya untuk mengetahui isi naskah-naskah itu akan lebih besar dari pada rasa ketakutannya terhadap resiko- resiko (bahaya) gaib yang disebabkan oleh karena memperlihatkan benda-benda itu kepada orang lain.

BJ.O.Schnike telah melihat pusaka itu pada tahun 1929. Kelihatannya ada kemungkinan untuk melakukan suatu penelitian yang lengkap terhadap pusaka-pusaka Kerinci ini. Untuk inilah, BJ.O.Schnike pada tahun 1941 dua kali mengunjungi negeri ini. Kunjungan BJ.O.Schnike telah diatur sedemikian hati hati oleh Kontler H. Velkamp yang juga telah memberikan nasehat-nasehat yang berharga dan bantuan-bantuan selama penyelidikan  itu.

Pada kunjungan  yang pertama (Tgl 5 s.d 12 April 1941) BJ.O.Schnike membuat daftar dari 183 macam. Salinan dari daftar ini dikirimkan kepada “The Royal Batavia Socety” bahagian Seni dan Sastra, dimana saya mendapatkan sesudah Perang (Peran Dunia ke II ). Terjemahan Bahasa Inggrisnya dicetak dibawah.

Pada kunjungan ke dua kalinya (Tgl 1 s/d 17 Juli 1941) saya mendapat bantuan istrinya dan temannya Nona Coster, yang keduanya menguasai Aksara Kerinci. Semuanya disalin dan diterjemahkan dihari pertama mereka tinggal di Kota Sungaipenuh, kemudian mereka pindah ke rumah peristirahatan di Sanggaran Agung di tepi Sungai Batang Merangin yang mengalir dari Danau Kerinci ke arah Timur.

Semua wilayah Kemendapoan yang menyimpan dokumen dan naskah-naskah itu mereka kunjungi berkali kali Semua naskah naskah tanduk disalin dan diterjemahkan: naskah pada Kertas di poto dan tulisan tulisan pada Lontar dengan tulisan Jawa yang tidak bisa ia abaca lansung disalin dengan sangat seksama.

Pada saat terakhir ia tinggal di Sanggaran Agung.  BJ.O.Schnikemendapat izin untuk membaca (memecahkan) beberapa naskah dibawah pengawasan yang ketat dari wakil pemilik naskah, yang bertempat tinggal di Pesanggrahan.

Banyak naskah naskah yang belum mereka lihat sebelumnya dibawa kepada mereka. Daftar baru dibuat yang memuat 252 macam naskah, beberapa diantaranya terdiri dari beberapa garis saja dan beberapa lembar lainnya memerlukan berlembar lembar terjemahan.

Seorang Guru Sekolah Dasar dari Sekolah Koto Payang I menemani mereka  ke kabanjahe dimana dia ikut membantu mereka untuk melengkapi dan mengeritik terjemahan-terjeman tersebut. Dipertengahan bulan Agustus guru itu kembali ke Kerinci, membawa bersamanya daftar daftar baru dan melengkapinya.

“Undang –Undang Tanjung Tanah”  Tanjung Tanah merupakan salah satu dusun yang temasuk dalam wilayah bekas Kemendapoan Seleman. Berdasarkan hasil penelitian Uli Kozok, di Tanjung Tanah ditemui Kitab Undang Undang Tanjung Tanah – naskah Melayu yang tertua.

Sebelumnya naskah melayu tertua adalah dua surat berhuruf Jawi, bertanggal tahun 1521 dan 1522 M yang di tulis oleh Sutan Abu Hayat dari Ternate kepada Raja Portugal. Kedua surat itu mampu bertahan selama hampir 500 tahun karena di simpan dalam arsip nasional di Lisabon – Portugal, naskah tersebut disimpan secara aman, jauh dari ancaman bencana alam dan hawa lembab dan panas.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Petrus Voorhoeve (1941) dan Uli Kuzok (2002) di Desa Tanjung Tanah yang berada di wilayah ex Kemendapoan Seleman( sekarang Kecamatan Danau Kerinci) terdapat Naskah Kuno yang di tulis pada daluang yang berumur ratusan tahun dan masih tersimpan utuh dan dirawat oleh masyarakat adat di Desa Tanjung Tanah. Naskah Kuno di Tanjung Tanah berisikan Undang Undang.

Namun Naskah di Tanjung Tanah berbeda dengan naskah naskah lainnya. Naskah Kuno Tanjung Tanah tidak di tulis dengan huruf Jawi, melainkan menggunakan aksara pasca-Palawa yang masih serumpun dengan aksara Jawa kuno Naskah kuno ini ditulis di atas kertas Daluang bukan kertas eropa atau kertas arab.

Berdasarkan hasil pemeriksaan Rafter Radiocarbon Laboratory di Welington,dipastikan Naskah Kuno di Tanjung Tanah telah berusia lebih 6 abad. Naskah Tanjung Tanah tidak di tulis diatas kertas, melainkan di tulis diatas daluwang.

Naskah Tanjung Tanah tulisannya di mulai dari beberapa kalimat berbahasa sansekerta, dan naskah Tanjung Tanah sebagian besar di tulis dalam bahasa melayu. Naskah Tanjung Tanah teksnya berasal dari abad ke 14, dan bahasa melayu pada abad tersebut jauh berbeda dengan bahasa melayu yang digunakan saat ini.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa naskah Tanjung Tanah minimal berusia seratus tahun lebih dari pada naskah yang selama ini dianggap sebagai nakah melayu tertua yakni naskah yang dari Ternate yang berhuruf Jawi dan bertanggal 1521 dan 1522 M, dan naskah Tanjung Tanah berdasarkan hasil penelitian berasal dari zaman sebelum agama Islam tersebar di pelosok pelosok alam melayu di sekitar bukit barisan. Adanya temuan naskah Tanjung Tanah dan naskah beraksara Incung di dusun dusun di alam Kerinci membuktikan bahwa masyarakat di alam Kerinci pada masa itu telah memiliki kebudayaan dan Peradaban yang maju.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button