Pola Pemukiman tradisional masyarakat Suku Kerinci Oleh:Budhi Vrihaspathi Jauhari
Pada masa lampau masyarakat Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci (masyarakat Suku Kerinci) hidup secara mengelompok dan tinggal di pemukiman yang disebut Duseung Sebuah duseung dihuni oleh masyarakat dari satu akar kelompok keturunan/ geneologis yang satu keturunan yang berdasarkan garis keturunan matrilineal.
Didalam “Duseoung”(Dusun) terdapat beberapa“Laheik Jajou” /rumah berlarik (rumah panjang) yang dibangun secara bersambungan yang dihubungkan dengan pintu dari satu rumah ke rumah yang lain. Setiap larik dibangun rumah khas suku Kerinci berupa rumah panjang, dan setiap larik memiliki tetua suku, dan nama larik disesuaikan dengan nama suku yang menetap, dari kelompok larik terdapat beberapa “Tumbi”danTumbi adalah sebuah kelompok kecil masyarakat di dalam Larik, dalam satu keluarga kecil yang terdiri dari beberapa anggota keluarga kerabat dekat. Selanjutnya kelompok terpenting diantara tumbi tumbi yang ada di sebut Kalbu, dalam kalbu terdapat pemangku adat yang mengatur jalannya kehidupan masyarakat dalam kalbu (diantara perauk nya).
Gabungan dari beberapa Duseoung (Dusun) dan kelompok kelompok masyarakat adat di sebut Kemendapoan yang dipimpin Mendapo,Dalam realita kehidupan masyarakat, bila warganya menetap di luar dusun nya, namun secara adat / budaya mereka masih tetap sebagai warga luhah asalnya.
Bentuk asli teritorial yang ditempati oleh sekumpulan orang disebut neghoi atau Duseung,Neghoi telah mempunyai tatanan kemasyarakatan yang dipimpin kepala– kepala suku yang bergelar Depati atau ninik mamak dalam bentuk Republik kecil. Neghoi atau negeri berasal dari bahasa sanskerta yang berarti Kota, Perkotaan atau Kerajaan.
Umumnya istilah duseung(dusun) lebih populer di Kota Sungai Penuh dan di Kabupaten Kerinci, sedangkan dusun ada yang besar dan ada yang kecil, tergantung jumlah masyarakat yang menempati wilayah, seperti Dusun Sungai penuh lebih besar dari Dusun Bernik, Dusun Koto Pudung Tanah Kampung lebih besar dari Dusun Koto Baru Tanah Kampung, Dusun Tanjung Tanah lebih besar dari Dusun Ujung Pasir, akan tetapi sistim pemerintahan adatnya tetap sama yakni Seko Tigo Takah pada ungkapan lama dikenal dengan berdiri rumah sekata Tengganai, berdiri alam sekato Rajo
Status dusun sebenarnya geografis saja,petunjuk atau lantak adanya suatu negeri,mendirikan dusun erat dengan faktor air yaitu dipinggir sungai atau danau, sedangkan yang dimaksud dengan negeri adalah kesatuan geografis, yuridis, politik dan administrasi.
Negeri adalah semacam Desa / Kelurahan yang berpemerintahan (dorps-republiek) Karena negeri menyangkut faktor manusia dan lingkungannya,maka negeri dimasukan dalam kata Seko (Pusaka ) yakni negeri yang empat.
Dusun pada hakekatnya telah mencerminkan negeri keseluruhan atau dusun merupakan sebutan lain dari dari ”Neghoi” (negeri) dusun terdiri dari beberapa Luhah. Luhah terdiri dari beberapa perut , sedangkan perut terdiri dari beberapa Kelebu dan Kelebu mempunyai beberapa Tumbi atau Pintu. Tanah Empat Persegi Panjang dinamai Pahaik Besudut Mpak (parit yang bersudut empat) status tanah bersudut empat adalah tanah adat atau tanah ajun arah ninik mamak, hak pakai tanah diatur menurut hukum ninik mamak.Penguasaan atas tanah ajun arah oleh seseorang menjadi milik pribadi akan tetapi tidak diperkenankan atau tidak diperbolehkan untuk diperjual belikan.Tanah bersudut empat itu sebenarnya adalah milik anak betino, kaum ibu atau pihak perempuan
Pengertian antara perut dan kelebu dalam prakteknya agak kabur.pada umumnya kelebu setingkat Perut, perbedaannya terletak pada ico pakai setempat, perut menunjukan kelompok atau golongan, sedangkan kelebu menunjukan asal usul ninik mamak dari garis matrilineal.
Di dalam sebuah dusun dibangun beberapa rumah panggung yang disebut laheik jajou bangunan rumah larik dibangun pada sebidang tanah persegi panjang.laheik jajou adalah rumah berlarik yang berjajar,bangunan laheik jajou membujur dari timur kebarat menurut arah terbitnya matahari
Ketika lembah alam Kerinci telah mulai kering dan airnya berangsur surut, pemukiman masyarakat berpindah kelokasi yang lebih rendah, menurut tuturan tembo, kayulah berlareh,sungailah berbatang, tanahlah bergabung,berkuak berbagi tanah disungkup jala lebar,terentak tembilang datuk depati Singarapi,terlaras tanah bata menjadi parit penggal negeri,menjadi larik yang berjajar, halaman yang bersepai lawang dikatup dua,kembali arah kembali keajun kepada masing masing Ninik mamak.