WASPADA BENCANA EKOLOGIS MENGANCAM PROVINSI JAMBI
(TERUTAMA LEMBAH KERINCI DAN SEKITAR SUNGAI BATANG HARI)
Oleh: Syamsul Bahri, SE dan Saryono, SP
Perpisahan tahun 2019 dan penyambutan tahun baru 2020, memang dirasakan sebuah tragedy yang melanda masyarakat di Indonesia dalam bentuk bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan, bencana banjir, tanah longsor bukan saja menghilangkan harta benda, bahkan sampai menghilang nyawa menjadi korban bencana tersebut.
Pada tahun 2019, mulai bulan Juni Juni 2019 sampai November 2019, bangsa kita mengalami bencana asap akibat dari kebakaran hutan dan lahan yang sangat merugikan bagi kita semua, baik harta, ekonomi, nyawa, kesehatan bahlan korban diplomasi politik, karena negara kita dianggap sebagai negara produsen asap yang akan menganggu negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Brunai, Australia dan lain lain.
Dari musim panas (kemarau) yang menimbulkan bencana asap, menuju musim hujan yang menimbulkan bencana banjir, tanah longsor di tahun 2019 dan tahun baru 2020 yang merupakan bencana yang memerlukan evaluasi bagi pemerintah atas kebijakan yang telah dikeluarkan dan dilaksanakan, baik berkaitan dengan kebijakan investasi pembangunan ekonomi maupun kebijakan menyangkut ekologi dan ecosystem.,
Bencana yang terjadi saat ini kedatangannya tidak sekonyong-konyong atau tiba-tiba, melainkan bencana yang sudah diketahui dan diperdiksi akan kedatangannya, dan memberi kesan bencana ini terjadwal dan terencana secara tidak langsung, sehingga seyogyannya kita harusnya tidak kerepotan, melainkan sudah menyiapkan antisipasi dan upaya penanggualangan secara upaya pencegahan secara Terstruktur, Systimatis dan massive.
Namun apa lacurnya, baik bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan, maupun bencana banjir dan longsor, kita kerepotan dan gagap dalam menanggualanginya.Karena kita tidak ingin belajar dan mengevaluasi proses alamiah (eco learning) untuk mengetahui hubungan timbal balik secara mendalam dalam ekosistem untuk memberi pengertian mengenai kelangsungan hidup dan fungsi alam dalam menopang hidup manusia.Manusia bahkan Lembaga pemerintah mengedepankan pertumbuhan ekonomi dan investasi dengan aspek lingkungan hidup yang menjadi penopang dalam pembangunan ekonomi yang terabaikan.
Apalagi BMKG sudah menyampaikan dan mempredsiksi bahwa cuaca ekstrim baik kemarau maupun musim hujan, dimana musim hujan akan berakhir sampai bulan maret 2020, bahkan kecenderungan curah hujan akan meningkat lebih tinggi lagi sampai pertengahan bulan Januari 2020, tentunya beberapa daerah dengan tingkat daya lentingdan daya dukung yang rapuh terutama Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) yang sangat rapuh, tentunya harus waspada dengan kondisi ini sampai berakhirnya musim hujan tahun 2020.
Banjir, angin puting beliung dan tanah longsor, bencana asap akibat kebakaran hutan bencana yang dominan setiap tahun. Peningkatan bencana terus terjadi dan makin parah karena daya lenting dan daya dukung lingkungan yang rapuh, sehingga secara kasat mata dan fakta trend bencana terus meningkat dari tahun ke tahun.
Indonesia, setiap tahun tak lepas dari bencana. Negeri bencana, mungkin sebutan itu tak berlebihan buat Indonesia. Betapa tidak, kala musim kemarau, bencana kekeringan, sampai kebakaran hutan melanda negeri. Ketika penghujan, banjir, longsor, puting belitung jadi langganan di berbagai daerah.
Sebagaimana diketahui, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2015-2019, pemerintah memprioritaskan 15 DAS prioritas dari 108 DAS kritis untuk dipulihkan terlebih dahulu. Ke-15 DAS tersebut adalah Citarum, Ciliwung, Cisadane, Serayu, Bengawan Solo, Brantas, Asahan Toba, Siak, Musi, Way Sekampung, Way Seputih, Moyo, Kapuas, Jeneberang dan Saddang.
Indikasi kerapuhan tersebut dapat terlihat pada Daerah Aliran Sungai (DAS) strategis di Pulau Sumatera yaitu DAS Batang Hari, yang memanjang dari Punggung Bukit Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Kerinci, Kota Sungai penuh sampai Pantai Timur Pulau Sumatera yaitu Ujung Jabung Kabupaten Tanjung Jabung Timur Propinsi Jambi, dengan status kritis dan sangat menghawatirkan, karena kondisi DAS dibebani dengan perladangan berpindah, pelaku usaha pertambangan, kehutanan, perkebunan dan proyek energy, sisanya berstatus areal penggunaan lain yang berfungsi sebagai wilayah budidaya, pemukiman, pusat pemerintahan dan lain sebagainya.
Kerapuhan daya lenting dan daya dukung lingkungan, disebabkan oleh manusia itu sendiri, sebagaimana disampaaikan oleh Mahatma Gandhi bahwa Bumi menyediakan cukup seluruh kebutuhan manusia, tapi bukan untuk kerakusan, sebab kerakusan bukan saja menciptakan kemiskinan bagi sesama manusia, tapi juga merusak alam, sehingga karakusan membuat alam di eksploitasi secara berlebihan.
DAS Batanghari sesungguhnya merupakan satu kesatuan ekosistem yang mendukung hidup dan kehidupan masyarakat yang berada disekitarnya baik yang dihulu, tengah maupun di muaranya/hilir. Sehingga peran DAS ini sangat vital dan Strategis dalam mendukung pembangunan ekonomi di Propinsi Jambi, dan sebagain Provinsi Sumatera Barat. Bahkan dalam mendukung pengelolaan DAS berbasis biodiversity saat ini sistim pengelolaan Taman Nasional di DAS ini terdapat 4 Taman Nasional yaitu untuk kawasan Hulu DAS Batanghari terdapat kawasan Konservasi Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), dibagaian tengah terdapat Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT), dan hilir atau Muara terdapat Taman Nasional Berbak dan Sembilang (TNBS).
Kondisi DAS Batanghari dengan luas 4,5 Juta ha, dengan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari semakin semakin hari semakin mengkhawatirkan dan semakin kritis, di antaranya terdegradasi akibat pembukaan lahan yang mengabaikan kaidah konservasi (Gatra.com,10.12/2019) antara lain akibat dari perambahan, perladangan berpindah, illegal logging, kebakaran hutan, PETI,Penambangan Galian C, pendangkalan sungai serta berbagai akibat dari kerusakan catchmen area dari DAS Batanghari, yang menimbulkan bahwa kekeringan dan banjir, kebakaran hutan dan bencana asap serta dampak lingkungan lainnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari penurunan nilai penting dan nilai fungsi DAS Batanghari sebagai suatu kesatuan “ecobioregion management”.
Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari, tercatat dalam kategori kondisi kritis. Akibat lahan kritis di sepanjang aliran tersebut, peluang terjadinya bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan serta bencana banjir dan longsor terutama ketika musim hujan seperti saat ini, cukup tinggi.
Menurut Emmy Hafild bahwa cuaca ekstrim saat ini meningkatnya curah hujan, memang sudah diprediksi oleh BMKG, seperti curah hujan di Jakarta mencapai 377 mm curah hujan tertinggi selama 20 tahun, begitu juga peta kerawanan bencana, serta factor pendukung lainnya.
Kondisi tersebut diprediksi juga terjadi di DAS Batang Hari dengan meningkatnya curah hijan sebagaimana disampaikan oleh Sdr. Akmaluddin Thalib (Lecture Geological Engineering Gadjah Mada University) pada tanggal 3 Januari 2020 melalui fbnya, dengan judul WASPADA BENCANA HIDROMETEOROLOGI, yang mengingatkan secara khusus masyarakat terutama Kerinci dan Kota Sungai penuh, tetunya secara umum masyarakat yang berada di sekitar dan sepanjang DAS Batang Hari, terkait dengan ancaman bahaya bencana ekologis. Terutama untuk daerah-daerah sepanjang garis khatulistiwa mulai Sumatera Barat, Jambi, Pulau Kalimantan dan Sulawesi termasuk Jawa akan masih diguyur hujan yang cukup lebat, untuk 15 hari kedepan.
Bahkan dipergegaskan oleh Sdr Akmaluddin Thalib untuk wilayah lembah Kerinci (Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh) yang dibelah oleh Sungai batang Marao merupakan ancaman yang nyata akan datangnya banjir besar, khusus daerah yang berdekatan dengan hulu yaitu daerah yang berada di bantaran Sungai di wilayah Siulak, Semurup, Rawang, Tanah Kampung, Depati Nan Batujuh dll berpotensi besar akan banjir bandang, termasuk daerah rawan tanah longsor yang berada di sisi barat dan timur lembah Kerinci.
Hal ini disamping factor cuaca ekstrim dengan curah hujan yang tinggi dan daya lenting serta daya dukung lingkungan yang rapuh, juga disebabkan oleh pembuangan sampah plastik yang menumpuk di sungai juga menjadi sebab mudahnya daerah lembah Kerinci ini terkena banjir.
Peta Kerawanan Bencana Alam terutama tanah longsor dan Banjir telah dimiliki oleh setaip Kabupaten/kota, seingga upaya antidipasi bencana juga sudah terrencana dengan baik, sehingga kita mengingatkan kembali kepada masyarakat dan terutama Pemerintah Kabupaten/Kota bahkan Pemerintah Provinsi, karena bencana ekologis ini tidak mengenal batas administrative, bahwa untuk menanggulangi Bencana ekologis diperlukan Gerakan Bersama dan terintegrasi bukan hanya lintas Kabupaten/Kota bahkan harus terintegarsi lintas Provinsi terintegrasi dalam wilayah bentang alam atau bentang ekologis.
Penanggulagan bencana ekologis ini tidak hanya menangulangi bencana ekologis yang cenderung responsive dan reaktif, namun yang lebih penting terintegrasi dalam melakukan upaya pencegahan/meminimalkan bencana ekologis tersebut melalui program yang terpadu dalam pemulihan ekosistem dan mempertahankan Kawasan dan kelestaraian konservasi yang berada di sekitar DAS Batang Hari.
Beberapa wilayah dengan kondisi DAS dan Sub DAS yang sangat kritis sudah terlihat bencana yang melanda wilayah tersebut, sehingga kesejahteraan dengan pertumbuhan ekonomi berbasis Investasi dan pengurasan SDA berlebihan dengan penumpukan harta tidak bermakna ketika bencana ekologis ini datang akan memabawa dampak kerugian harta dan nyawa, karena pertumbuhan ekonomi yang mengabaikan aspek ekologi atau lingkungan tidak akan menciptakan kesejahteraan rakyat yang sesungguhnya, karena akan dihantui oleh bencana demi bencana, demikian sebuah catatan lingkungan di awal tahun.
Bahkan kondisi lingkungan dengan rapuhnya daya lenting dan daya dukung lingkungan berkorelasi kondisi perekonomian berkelanjutan di Wilayah Provinsi Jambi, bukan hanya isu trendy saat ketika bencana, melainkan diharapkan menjadi bagian utama Visi dan misi (VM) utama bagi Bacagub yang ingin maju di Pilgub Jambi, termasuk para bacabup/bacawako dan pasangannya, secara konsisten dalam visi dan misi serta implementasi ketika terpilih, jika ingin pembangunan Prov Jambi terutama pembangunan ekonomi berjalan secara berkelanjutan.
Harapan bagi masyarakat baik pemilih millennium dan pemilih senior, hendaknya untuk berpikir memilih jika pasangan calon kepala daerah mengabaikan visi dan misi lingkungan dalam pelaksanaan proses Pilkada serta implementasinya.